Sampai Kematian Memisahkan Kita

Seketika ruang gereja menjadi hening. Tak satu pun bunyi terdengar, ketika calon mempelai wanita terhenti di tengah jalan saat mengucapkan janji pernikahan. Ada keharuan yang membuncah di dalam hati saat mendengarnya dengan susah payah menyelesaikan janji itu hingga kalimat “sampai kematian memisahkan kita.”

Di tengah zaman yang sangat permisif, mendengar janji seperti itu diucapkan oleh sepasang mempelai, benar-benar menghibur. Siapa bilang hanya dengan mengucapkan janji, pernikahan akan berjalan mulus? Kalau itu terjadi, pastilah ada di negeri dongeng. Di dunia nyata, pernikahan selalu menjumpai halangan. Kadang-kadang ada yang besar dan terlihat jelas, sehingga pasutri bersatu menghadapinya. Tapi banyak juga kerikil-kerikil tajam yang tak segera nampak dan membawa luka di hati masing-masing. Yang keik gini yang membahayakan. Janji bahwa masing-masing akan setia di kala sehat atau sakit, senang atau susah dan berkelimpahan atau berkekurangan, akan berkali-kali diuji.

Peneguhan dan pemberkatan nikah yang aku hadiri kemarin menunjukkan bahwa waktu memang cepat berlalu. Belum lama rasanya saat aku jumpa pertama kali dengan mempelai wanita, Altruicia Idylle Bogar. Sekarang aku juga menyaksikan pernikahannya. Waktu mahasiswa sering terdengar guyonan, kalau pilih pasangan harus yang seiman. Rupanya guyonannya jadi beneran, soalnya Al bersatu dengan orang lain bangsa, yang penting seiman. Bravo Al!

Acaranya sangat bersahaja, dan meriah dengan tawa. Keharuan cuman boleh mampir sebentar, soalnya ini hari bahagia, jadi senyum doang yang boleh tinggal lama-lama. Apalagi pendeta yang melayani juga kocak. Siapa lagi kalau bukan Pdt. Paulus Lie? Jadi, acara kemarin betul-betul sip. Jadi lupa deh kalo nitipin anak di rumah Lennot, he...he...he..., berasa muda lagi.

Congratulations to Al and Tim, 16 Desember 2006.

Permintaan Terakhir

Beberapa hari lalu, kami sesama ibu yang menunggui anaknya sekolah ngobrol. Tiba-tiba ada kupu-kupu yang cukup besar terbang mengitari kami beberapa kali. Lalu aku bilang begini, “Kalau dalam kepercayaan Buddha,artinya kita dikunjungi sama orang yang sudah meninggal.”

Dari sanalah berawal berbagai cerita tentang kematian. Salah satunya diceritakan temanku begini, tentang temannya yang ditinggal mati suaminya, sebut saja Dian (bukan nama sebenarnya):

Beberapa hari sebelum kematiannya, tak biasanya suaminya meminta berhubungan intim. Selama ini Dian sudah nrimo kalau tak akan pernah menikmati indahnya persatuan suami isteri. Maklum, suami Dian sakit jantung. Penyakitnya ini menyebabkan suaminya berisiko tinggi jika berhubungan intim. Namun malam itu lain. Dian seperti berhadapan dengan suaminya ketika tahun-tahun awal pernikahan mereka. Dian senang luar biasa dan keduanya menghabiskan malam itu dengan penuh kebahagiaan.

Setelah malam itu kehidupan berjalan biasa, sampai suaminya terkena serangan jantung. Segera ia dilarikan ke rumah sakit. Ternyata hidupnya hanya sampai di sana, suaminya meninggal. Ternyata Dian ditinggali kado terindah sebelum kepergian abadinya.

Kontan ibu-ibu yang ada di sana terdiam. Tiba-tiba ruang tunggu yang biasanya penuh gelak tawa itu menjadi senyap. Mungkin masing-masing membayangkan seperti apa rasanya Dian yang ditinggal mati suaminya.

Kadang-kadang dalam hidup pernikahan, kita menjadi biasa dengan pasangan kita. Permintaannya bukan lagi sesuatu yang spesial, bahkan mungkin terasa mengganggu. Coba deh diinget-inget waktu kita jengkel mendengar permintaan pasangan kita. Belajar dari pengalaman hidup Dian, tak ada yang tahu usia manusia, seperti bunga rumput. Hari ini ada, esok lenyap tertiup angin. Betapa pentingnya permintaan pasangan kita, jika kita menempatkannya dalam kerangka “tak ku tahu kan hari esok”!

Konon

Kisah ini bermula dari kesaksian seorang ibu. Dia berinisiatif mengajak anaknya masuk les menari. Selama enam bulan ibu ini hanya mengantarkan anaknya, sementara anaknya cuma jongkok di bawah meja sambil mengintip teman-temannya menari. Selepas enam bulan, anak ini tergila-gila menari. Konon, ia cukup mahir menari.

Ajaib ya visi yang dimiliki seorang ibu? Sekian tahun yang lalu, aku juga mengalami hal itu. Terus terang waktu itu bukan visi yang aku punya, tapi trial error. Cuma karena mau cari aktivitas buat Jessie waktu dia umur 2 tahun. Kalo anak ibu di atas ngumpet di kolong meja, Jessie ngeliatin aja kakak-kakaknya menari dengan ekspresi tak tertarik. Kali ke enam datang baru dia mulai berdiri terus ngegoyang-goyangin kakinya, tapi belum mau disuruh maju ke depan sama teman-temannya. Sayang, karena dia masuk playgroup siang, jadi deh putus les tarinya. Disambung lagi sejak umur 4 tahun sampai sekarang.

Kejadian itu juga berulang sekarang, waktu aku masukkan dia ke les renang. Aku pilihkan guru les yang konon paling bagus di Yogya. Mula-mula dia senang. Tiba waktunya gaya bebas dengan mengambil napas sendiri, kondisinya menurun. Tiap kali les nangis, nggak mau ambil napas sendiri. Sampe-sampe ada temen lesnya yang lihat Jessie nangis, jadi berhenti beneran. Sesudah era bernyanyinya alias menangisnya berhenti, kalau pergi les renang Jessie selalu muntah. Siapa pun yang nyetir, mesti muntah. Aku tahu itu ungkapan stressnya kalau mau renang. Tapi dengan hikmat Tuhan aku bisa terus memotivasinya belajar renang. Berbagai alasan aku kemukakan, dari yang logis (untuk menyembuhkan asmanya) sampai ke yang fun (bisa jadi contoh buat sepupu-sepupunya kalo renang rame-rame). Syukurlah, Jessie sekarang mulai senang renang, apalagi dia udah bisa ambil napas sendiri. Tinggal ngebenerin gaya renangnya aja. Perlu waktu enam bulan sebelum Jessie menyenangi renang.

Jangan-jangan semua ibu di dunia punya usus yang puaannjanng...., supaya bisa sabar menghadapi anaknya. Begitulah yang aku alami.

Jaga-jaga

Mau musim hujan malah aliran PAM tersendat-sendat, heran. Hari Minggu kemarin menjadi pelajaran yang sangat berarti buat aku. Pepatah rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya, dll... jadi berasa banget. Judulnya malas pangkal sengsara, he...he...he...

Seperti biasa, hari Minggu biasanya kami jalan-jalan setlah pulang gereja. Karena suamiku ngelembur terus termasuk hari Sabtu kemarin, Minggunya udah teler. Nggak bisa ke gereja lagi, tepar. Jadi aku dan Jessie pulang dulu jemput Papi, baru nyari sepatu buat Jessie di Galeria Mal. Maksud hati supaya kalo aku dan Jessie sibuk cari sepatu, misua bisa survey toko buku baru. Eee..., ternyata tuh toko buku belum buka. Jadilah pria pujaan ini gentayangan di antara wanita yang sibuk nyoba-nyobain sepatu.

Pulang dari jalan-jalan itulah baru kerasa heboh. PAM mati, air tinggal di bak kamar mandi dan 3 ember besar. Terpaksa deh gak mandi sore, jaga-jaga aja supaya besok pagi bisa mandi. Mana piring belum dicuci, ada kuali bekas bikin orak-arik buncis segala. Belum lagi ubin yang jatah ngepelnya emang hari Minggu itu. Keseeel...., merana..., liat rumah amburadul.

Syukurlah jam 01.00 air nyala. Langsung aku cuci semua piring, kuali, gelas, panci, dll yang ada di sekitar bak cuci piring. Abis itu lega deh.

Senin ini aku ada tamu pagi-pagi di rumah, mau ambil baby carseat sama strollernya Jessie dulu. Setelah mereka pulang, aku langsung cuci kamar mandi, cuci piring bekas sarapan, ngepel, nyiram tanaman. Nah, lagi asyik-asyiknya ngancang-ancang mau bikin jus jambu bangkok hasil kebun sendiri, tuh air mati lagi! Terpaksa deh batal bikin jusnya.

Yang masih terselamatkan itu keramas. Jadi besok pagi semua udah fresh.

Jadi, setiap hari nih harus jaga-jaga supaya nggak keabisan air. Oh PAM.... PAM....PAM...., riwayatmu tak pernah berubah, hatiku kesel banget.

Nyaris

Hari ini tak diduga kami jalan-jalan seharian. Tadinya cua mau ke toko buku diskon, cari buku latihan matematika buat Jessie dan Joan, makan siang lalu pulang. Ternyata abis dari toko buku udah pk 14.30, jadi Jessie langsung nari.

Di sanggar saya ditanya salah seorang ibu apakah mendapat undangan rapat ortu murid sanggar. Saya bilang nggak. Tapi tiba-tiba karpetnya digelar, latihan tari dihentikan, rapat langsung mulai. Aku jadi gak sempet keluar, maka hadirlah aku sebagai peserta rapat tak diundang, he...he...he...

Singkat kata paguyuban orangtua murid mau dibikin lebih solid, dengan membentuk kepengurusan. Soalnya 2007 nanti sanggar akan bikin pagelaran akbar karena akan ulang tahun ke 26. Lalu ada jalan-jalan wisata, sambil didongengin di situs candi-candi kecil.

Nah ini. Waktu pemilihan pengurus, ada yang ngusulin aku jadi bendahara. Weh, begitu denger, langsung aku angkat tangan keberatan, “Apa itu Bu? Saya diusulkan jadi bendahara? Saya gak bakat dalam hal uang.” Temen-temen pada ketawa. Akhirnya aku ditunjuk jadi sekretaris. Nah tuh kan, jadi kebagian tugas.

Nyaris...nyaris...., aku paling nggak suka kalo ditugaskan seagai bendahara. Enakan marah-marah sebagai sekretaris daripada marah-marah sebagai bendahara, ha....ha....ha....

Dunia Maya

Dunia ini belum lama aku diami. Setelah nge blog, baru agak merasa nyaman. Dulu aku pernah ikut milis (dan sekarang juga masih), tapi kenyataan dunia maya masih jauh. Namanya juga dunia maya, mana ada yang real ya? He...he...he...

Ajaibnya, dunia maya ini rasanya begitu dekat di hati. Sampe ada yang pernah curhat, katanya kalo gak ada dunia maya, dunia betulannya bisa ambrol. Mungkin saking berat pergumulan hidupnya, dunia maya bisa menjadi tempat relaksasinya.

Ada juga orang yang gegabah di dunia maya, omong sana omong sini tanpa pikir panjang. Ini yang mengerikan di dunia maya, abis ada oom Goggle. Sekali kita klik satu kata, muncul semua tuh yang pernah diucapkan, pernah diperdebatkan, tempat perdebatan dan masalah yang terjadi.Pernah ada satu temen (juga dari dunia maya), memergoki seseorang yang bicara tak senonoh, juga di dunia maya. Omongannya ini yang dipakai untuk menjelaskan siapa sebenernya orang itu. Padahal di dunia betulan, orang ini kondang abizz... Dan pembuktian itu antar benua. Hii, mengerikan ya?

Sebaliknya, ada juga persahabatan sejati yang muncul di dunia betulan karena ketemu di dunia maya. Bisa karena kopdar,bisa karena sending sms, bisa juga karena kepengin tahu kayak apa nih orangnya terus langsung dateng ke rumahnya.

Aku sendiri pernah kaget karena tiba-tiba dihubungi wartawan sebuah majalah berita mingguan terkemuka, karena tulisan di blogku. Tuh kan, hebat bener nih si oom Goggle. Berhubung blogku nggak memuat no hp, dia kontak sana sini sampe ketemu orang yang tahu hp suamiku. Lalu aku dikontak deh by email. Akhirnya muncul serangkaian aksi nyata di dunia betulan, dan terbitlah satu paragraf tulisan tentang penyakit jantung Mama ( anyway, thanks to Mas Adek atas susah payahnya).


Begitulah dunia. Begitu luasnya hingga tak mungkin digenggam. Begitu mungilnya hingga seolah-olah kita tinggal satu barak. Begitu rentannya, hingga reputasi orang bisa terancam. Begitu dalamnya bak samudera,karena berbagai macam orang dan berbagai macam tipe orang tumplek blek jadi satu. Dan begitu manisnya, karena menyediakan lahan-lahan persahabatan.

PILKADA KODYA YOGYA

Hari ini Kotamadya Yogya melaksanakan Pilkada, pilihan langsung Kepala Daerah. Kalo menurutku sih ini pemilihan walikota. Pertamanya sih aku gak gitu peduli, kayaknya gak ngaruh aku ikut milih apa nggak.

Di jalan-jalan banyak dipasang spanduk. Justru yang mengubah sikapku itu bukan spanduk berisi slogan-slogan masing-masing calon. Juga bukan poster-poster yang dilempar ke halaman rumahku. Tapi justru spanduk-spanduk pengayoman. Tulisannya begini: Beli batik ke Malioboro, yen pilihan bedha ojo padha suloyo. Artinya kira-kira kalau pilihan berbeda jangan berkelahi. Ada satu lagi: nasib kodya Yogya tergantung panjenengan. Artinya nasib kota Yogyakarta tergantung pada Anda.

Saking seringnya ngebacain spanduk begitu, lama-lama pesannya “masuk” dan mengubah sikapku. Udah diberi hak memilih koq nggak dipake, begitu pikirku.

Jadilah pagi ini aku bangun dengan semangat 45, mau milih sang walikota. Bayanganku, pasti deh nanti rame, ngantri, panas. Aku siap-siap aja bawa komik Doraemon yang baru dibeli Jessie kemaren. Lhah...., sampe di sana sepi! Aku dateng langsung daftar, langsung dipanggil, langsung milih deh. Yeee..., kalo gini sih enak pilkadanya. Nggak sampe lima menit selesailah tugasku sebagai warga kodya...:))

Kali 5 taon lagi, pilkada bisa langsung dari internet. Tiap wilayah kota udah dipasangin hot spot. Kita tinggal akses ke website pemkot, terus sign in, terus milih deh. Koq rasa-rasanya mungkin lebih banyak yang milih, supaya orang gak usah keluar rumah. Tapi ada dilemmanya juga, berarti semakin tak kenallah seorang akan yang lain. Abis ketemunya di dunia maya, mana pernah lagi kongkow-kongkow di cakruk satpam. Belum ada hot spot aja orang udah pada males ketemu-ketemuan. Kayaknya ini tantangan buat pemkot, gimana supaya tanggung jawab warga untuk milih walikota semakin tinggi dari satu periode ke periode berikutnya.

Betapa Ajaibnya Pujian

Tiga hari ini rumah kami tenang, jauh dari teriakan dan bentakan. Koq nggak dari dulu-dulu ya. Itulah momen, kairos, yang nggak bisa dijadwalkan datangnya. Mungkin juga karena Jessie sudah semakin besar, jadi udah lebih ngerti.

Beberapa hari ini, aku banyak menyirami Jessie dengan pujian. Tapi khas aku gitu, jadi kalo orang lain mendengar, dikiranya bukan pujian...:). Nggak bakat sih kalo bilang seumpama, “Aduh manisnya anak mamii.....” sambil multnya mencas- mencus. Pujian yang aku ucapkan itu berkaitan dengan kemauan Jessie untuk beresin bukunya sendiri, berlatih keyboard, dll. Selain pujian, aku juga memperbanyak memeluknya. Biasanya kan kalobangun tidur pagi. Ini siang dan malem juga aku peluk-peluk badannya yang gemuk berisi itu, hmmm...

Dari aku sendiri, aku mengurangi ngomel dan bawel. Jadi kalo Jessie susah diajak sikat gigi, aku duluan aja, lama-lama dia nyusul juga. Kalo udah mau telat, aku bilangin waktunya tinggal 55 menit lagi sebelum bel bunyi. Kalo udah begiu, langsung deh dia cepet-cepet sikat gigi dan mandi.

Dalam doa bersama, kami juga mendoakan supaya keeratan keluarga semakin terjadi.

Lengkap deh, semua aspek udah dilakukan, tinggal menjadikannya kebiasaan menggantikan kebiasaan turun temurun: kalo anak nggak mau nurut, bentak aja; kalo anak nggak mau belajar, teriakin aja; kalo anak nggak mau patuh, tinggalin aja.

Syukurlah.

Manfaat Workshop


Sabtu kemarin, 18 November, aku ikut workshop Mengembangkan Multiple Intelegences dengan Metode Active Learning. Ikut gitu gara-gara aku liat-liat spanduk pas lampu merah sehari sebelumnya. Naksir ikut soalnya sudut bahasannya lengkap, medis, psikologis dan nutrisi. Tapi magnetnya ada di Kak Seto tuh kayaknya.

Bisa ikut seminar juga karena pertolongan temen yang mau ngejagain Jessie selama aku workshop. Di mana lagi tempat nyaman buat Jessie kalo nggak di tata bumi permai, he...he...he..., thanks pak. Udah ibunya diajak workshop, mau lagi dimintain tolong jagain anak-anak.

Aku nanya ama Kak Seto, gimana supaya ibu-ibu nggak kehilangan kreativitas dalam mendidik anaknya. Ini nih jawabannya, semoga ada gunanya:
1. Ibu-ibu harus bebas stress secara psikologis dan merasa aman di lingkungannya.

2. Jadi diri sendiri.

3. Santai

4. Selamatkan jiwa, artinya jagalah hati supaya tetep ok.

5. Tiada hari tanpa kreativitas


Sekarang, follow up nya apa? Secara pribadi aku jadi merasa bersalah karena menuntut Jessie ini dan itu. Aku lupa dengan motto yang aku tanam dalam-dalam di hati kalau anak-anak itu bukan orang dewasa mini. Aku lupa kalo anak-anak itu bertumbuh dari detik ke detik dan tiap detiknya sungguh berharga. Aku juga lupa enaknya dan senangnya bermain. Jadi sembari dengerin workshop, sembari ngerasa bersalah ama anak semata wayang.

Tekadku abis workshop: menciptakan dunia yang nyaman buat Jessie, mengurangi tuntutan padanya dan sering-sering mengajaknya bermain. Cuma tiga sih, tapi pelaksanaannya butuh ketekunan.

Jam Produktif

Sewaktu baru menikah, aku sempet binun. Abis, kok misuaku nggak seneng bangun pagi ya? Setelah tanya-tanya terus, aku baru ngeh kalo dia ternyata orang malam. Maksudnya, dia tahan suruh kerja ampe malam, tapi jangan suruh bangun pagi. Aku kebalikannya. Aku gak kuat suruh kerja sampe malem. Mending tidur agak awal, sekitar pk 23, lalu bangun pagi-pagi sekitar pk 05. Badan seger dan pikiran cespleng.

Itu duluuu...., sepuluh taon yang lalu.

Sekarang, memasuki usia kepala 4, polanya berubah, mulai ikut-ikutan misua. Mungkin karena tidurnya sangat awal, pk 21. Jadi bangunnya juga pagi sekali, kira-kira pk 02.30. Alarm di dalam tubuh otomatis bunyi. Abis gitu udah gak bisa tidur lagi deh.

Seperti pagi ini, he...he...he...! Tadi menidurkan Jessie pk 21.00, lalu bangun pk 23.00. Ngobrol ngalor ngidul ama misua, sampe pk 01.30. Nah, payah deh, aku udah seger gak ngantuk lagi. Makanya suka ngeblog atau ngedit buku di jam-jam di mana orang terlelap tidur, ditemani desiran angin dari exhaust fan.

Apa perlu minum tablet Lelap ya...:))

Dari Siantar

Waktu aku ceramah untuk anak-anak baru fakultas teknik ugm, iseng-iseng aku tanya, “Menurut kalian, saya berasal dari mana?” Paling-paling jawabannya dari Jakarta, karena logat gak bisa ilang. Ternyata...

“Dari Manado, Kaak...”

“Dari Ambon”

“Dari Sunda”

“Dari Medan, Kakak”

“Ya betul. Pasti dari Medan, tepatnya dari Siantar!”

Nah lho! Orang yang kenal aku di sana senyam-senyum mendengar jawaban adik-adik tsb. Aku sendiri juga kaget, lhoh koq jadi begini ya? Apa logatku berubah dari yang dulu? Apa tekanan suaraku jadi mirip ama kawan-kawan dari Batak? Ha....ha...ha....

Ternyata, memang yang didengar orang berbeda dari apa yang kita maksudkan. Aku bisa bayangin salah paham kekacauan yang terjadi kalau orang dengan dua budaya berbeda terlibat percakapan, apalagi kalo dua-duanya sama-sama ngotot, wah!

Buat ngetes, kali aku perlu sekali-sekali ketemu ama yang bener-bener dari Siantar sana. Sebener-benernya, di mana sih tuh Siantar? Di dekat Medankah? Atau di dekat Danau Toba? Payah nih petanya, musti belajar lagi...

Akibat Marah

Dua hari ini otakku panas, hati mendidih. Gawat, karena biasanya aku bukan tipe orang yang pikir panjang sebelum marah. Jadul apalagi, kalo marah seenaknya aja, yang penting lega. Perkara orang lain mau tersinggung, mau nggak doyan makan, mau nggak bisa tidur atau nggak mau ketemu aku lagi, aku nggak peduli.

Tapi kebiasaanku berubah perlahan-lahan sejak aku dilahirkan baru. Nggak 100% sih, tapi paling nggak kalo mau marah aku masih sempet ngitung sampe 10, masih mempertimbangkan akibat kemarahan, masih nyari-nyari kata yang paling tepat digunakan. Pokoknya ada remnya.

Dua hari lalu pembantu pocokanku nggak dateng, padahal pagi harinya aku lihat dia nganterin temennya ke tetanggaku yang juga cari pembantu pocokan. Sebeee….l banget rasanya. Seharian itu rasanya mau marah terus. Untung aku masih terkendali, kali kalo nggak orang-orang yang kukasihi bisa jadi korban. Gawat kan? Kalo aku melihat ke dua hari lalu, akibat memendam marah itu, banyak barang jadi korban. Pertama, pas bikin sirop, gelasnya jatuh dan pecah. Aku udah ngegrundel aja tuh, bukan pada siapa-siapa tapi pada diriku sendiri. Besok paginya aku nyenggol botol Scott Emulsion, langsung jatuh dan pecah. Siangnya aku nyenggol jam dinding, jatuh ke meja makan dan hancur juga. Tuh kan, gawat sekali.

Begitu dateng, pembantu ngasih alasan pundaknya sakit sekali sampai nggak bisa ngapa-ngapain. Cuma aku tanya aja, “Lho, kalo sakit koq bisa nganter orang ke depan? Saya kan lihat!” Lalu dia minta maaf. Keselnya sampe ke ujung rambut. Aku baru bener-bener lega waktu bisa menganalisa dengan jernih sesudah jam dindingku jatuh dan rusak. Nggak apa-apa deh yang rusak itu barang, dan bukan hati orang.

Maka benarlah kata-kata yang ditulis kawanku Sr Anna, PK: Setiap menit kita marah,
kita kehilangan 60 detik kebahagiaan.

Liputan dari RS Medistra Jakarta, 3 November 2006

Hari ini adikku Andre kirim kronologis pemasangan ring Mama. Ngeri juga sih bacanya, tapi dapet jiwanya. Nggak nyangka adikku yang maenannya software ini bisa memaparkan kronologis yang nggak “kering”. Ini tulisannya tanpa aku edit-edit ...

Gw mau share dikit mengenai kondisi Mama pada saat sebelum sampai sesudah pemasangan stent.
Gw dan Linda dateng ke Medistra kira2 jam 4:30 sore dan sampai saat itubelum juga ada kabar kapan akan dipasang. Mama dan Papa tunggu di kamar 404 dari pagi sampe sore itu, kelihatan banget Mama sangat kuatir dan Papa kelihatan capek.Gua sempet beliin mereka cemilan, lontong isi dan roti. Sambil nungguMama dan Linda makan lontong dan gw makan roti.


Jam 17:10 suster masuk kamar dan Mama dipersiapkan untuk dipasang stent.Jam 17:20 Mama masuk ruangan tindakan, Papa, Gw dan Linda tunggu diruang tunggu. Di sana gw lihat Papa sangat kuatir dan Papa kelihatan berdoa dengan kusuk, tentu saja (seperti yang kita semua tahu) Papa tutupi perasaan kuatirnya itu dengan berkata:" Paling juga cuman 30menit udah keluar, nanti kita bisa liat sebentar lagi". Gw SMS ke elo orang + Khun dan Susan, mengenai Mama dan minta kalian doakan. Jam 18:00 belum juga ada kabar, mulai gelisah tuh Papa, gw dan Linda juga. Bolak balik mendekati pintu kamar tindakan seakan mau tahu apayang terjadi ? SMS Didi tanya terus, udah belum ? Jam 18:30 belum ada kabar juga, gw udah senewen nunggu di depan pintu.Papa killing time dengan ngobrol sama orang yang ternyata dokter juga dan suaminya juga mengalami gangguan di Jantung.

Jam 18:45 baru ada kabar dan Papa dipanggil masuk untuk diberitahukan hasilnya, Papa ajak gw dan Linda untuk masuk. Karena bawaan banyak, gw dan Linda ketinggalan dan pintu udah keburu ditutup. Gw sempet mau masuk tapi disuruh tunggu di luar sama susternya. Perasaan gw gondok juga saat itu, tapi akhirnya Papa keluar dan kita boleh masuk. Jam 19:00 gw bisa lihat Mama di ruang tindakan melalui jendela.Kelihatan segar dan dadah (melambaikan tangan). Jam 19:10 Mama dibawa ke luar ruangan.


Jam 19:15 setelah nunggu lama, Dr. Teguh akhirnya menjelaskan ke kita mengenai kondisi Mama. "Kenapa lama," katanya, "karena dia coba 2 (dua) kali untuk masukin kateter dan untuk jalan masuk stent, akhirnya bisa masuk." Diperlihatkan kondisi kedua pembuluh nadi jantung yang mengalami penyempitan.Yang pertama mempengaruhi 30% peredaran darah dan penyempitan yangterjadi agak panjang, makanya dia pasang stent yang agak panjang, kalau di monitor sekitar 10 cm, mungkin aslinya 0,5 cm.Yang kedua mempengaruhi 40% peredaran darah dan agak menutupi pembuluh cabang (di persimpangan), tapi yang ini pendek jadi lebih gampang dipasang stent-nya. Diperlihatkan juga bahwa stent yang dipasang cukup panjang (kelihatan samar berbeda dengan pinggiran pembuluh darah).Setelah itu diperlihatkan dengan dialirkan cairan kontras, sehinggaterlihat alirannya sangat bagus (baca: besar dan lancar).
Pembicaraan ini ditutup dengan Dr. Teguh menyuruh kita membaca tulisan dipojok monitor, Linda baca, "L 01, R ...." Salah,” kata Dr. Teguh,"Bacanya: RCTI OK !" sambil menaruh jempolnya dilayar monitor.......:) Ketipu deh.


Mama ditempatkan di ruangan ICU yang terdiri dari 6 tempat tidur. Mama di tempat tidur no. 5. Samping Mama (No. 6) pasiennya lagi tidur dan dengan kondisinya menghasilkan irama ngorok yang mengganggu. Papa coba minta pindah ke ke No. 2, tetapi menurut susternya, yang No. 3 pasiennya gelisah. Jadi akhirnya kita stay di No. 5.


Susan dan Mama+Papa-nya dateng jenguk, bawa macaroni dan Mama makandengan lahapnya. Gw sempet suapin Mama untuk makan malam (nasi dan rendang daging + melon + puding).
Mama kelihatan segar dan Mama cerita bahwa waktu mulai pasang stent, Dr.Teguh bilang jangan kuatir ya Bu. Langsung Mama merem aja. Tangan Mama diiket karena takut gerak. Selama dipasang stent, Mama terus berdoa danberdoa.
Kondisi tangan Mama saat di ruang ICU udah dibebat dari pangkal siku keatas (ini tempat masuknya kateter dan stent), juga di pergelangan tangan. Telapak tangan bengkak karena pembebatan ini. Tujuannya tentu supaya cepat menutup pembuluh darah yang dibuka.
Sempat juga diusulkan oleh Susan, Papa pulang aja. Tapi sepertinya Mama agak kuatir, akhirnya diputuskan untuk ditungguin Papa dan gw juga akhirnya nungguin bareng Linda. Gw sempet keluar, tadinya mau cari tempat tidur lipet ke carrefour tapi kemaleman (jam 10:30 kira2) karena kalau Papa tidur di kursi kasihan,bisa bonyok tuh. Gw coba call temen2 yang masih kost di karet tapi nggakdapet juga. Akhirnya balik ke RS. Dan Papa usul untuk giliran, jadi dia tidur duludi mobil, gw jaga.


Jam 23:00 Mama diambil tes darah untuk melihat kondisi keenceran darah.Ternyata masih encer dan stealth-nya (penyumbat pembuluh darah) belum bisa dilepas. Karena sangat kencang dan Mama masih kesakitan karena pembebatan ini (padahal udah makan panadol) akhirnya Suster kasih obat tidur supaya bisa istirahat.Gw tungguin Mama di samping tempat tidurnya, Linda udah ke ruang tunggu.
Jam 01:00 Papa dateng, nggak bisa tidur, jadi gantian gw keluar ruangICU. Linda udah tidur di korsi, akhirnya gw juga tidur di korsi yangtiap jam bangun, merentek badan kayaknya.Jam 02:30 Mama dibangunin untuk dicabut stealth-nya. Jam 03:00 Dokternyanya baru dateng dan kondisi Mama sudah memungkinkan untuk dicabut.Jam 05:00 gw udah nggak bisa tidur, Papa juga udah di luar (di ruang tunggu).Jam 06:00 Papa, gw dan Linda sarapan bacang di kantin, karena ruanganICU mau di pel. Jam 07:00 Kita masuk dan Mama minta ke toilet untuk pup dan pee. Jam 09:30 Didi dateng, gw pulang deh.

Segitu aja dulu ceritanya. Pegel juga dan udah jam kerja.

Bye,Andre

Berhasil

Waktu ngedit aku tiba-tiba ingat, kalo Mama bakal masang ring di jantungnya. Cepet-cepet sms, ternyata masih di perjalanan ke rumah sakit. Itu pk 7.46. Siang pk 13.30 aku sms lagi, kirain pasang ringnya udah selesai. Eee..., masih belum dipanggil. Lama amat nungguinnya, dari jam 8 pagi je.

Pas Jessie lagi makan sore, Papa sms katanya Mama udah masuk kamar operasi untuk pasang ring. Abis terima sms, aku dan Jessie langsung berdoa. Abis doa Jessie nanya begini, “Koq waktu doa tadi mamie suaranya kayak mau nangis?” Nah, itu dia keluar bluntnya anakku. “Iya, kasihan ema. Untung ada engkong ya Jes?” Dia manggut-manggut denger pengakuan jujurku, he...he...he... Abis doa dan Jessie mulai makan, aku telepon sohibku supaya bantu doa juga. Untungnya Tuhanku online, jadi doa dari mana aja bisa diterima tuh. Dari Yogya, dari Klaten, dari Jakarta, dari mana-mana deh...

Waktu aku jalan ke toko liat model-model kaos, kira-kira pk 18.30, sms masuk dari adik bungsuku. Beritanya pemasangan ring di jantung Mama udah selesai, semua oke. Kontrol lagi minggu depan. Habis itu bulan depannya. Lalu enam bulan berikutnya. Kalo ok, bisa nggak usah minum obat lagi. Horeee..... lega rasanya.

Terus terang aku agak ngeri dengan kedokteran jenis intervensi begini. Mungkin karena menyangkut jantung ya. Apa justru karena jantung makanya musti diintervensi ya, biar gak reseh belah-belah dada? Tapi kengerianku nggak aku tunjukin ke Mama, soalnya bisa stres nanti. Wong kengerianku itu nggak punya alasan yang jelas, lagipula daya bayang ruangku kan agak-agak minus, jadi itung punya itung, nggak berdasar lah kengerianku itu, he...he...he...

Thanks buat semua teman yang udah bantu doain, dari mana-mana, sampe-sampe ada yang turun gunung buat mendoakan J

H-4

Tak terasa November udah ngintip di ujung mata. Esok bulan kan berganti baru. Kehidupan dalam keluarga kami juga berganti baru. Syukurlah semua dalam perlindungan dan pemeliharaan Yang Mahakuasa.

Besok Mama akan berangkat ke Jakarta untuk persiapan sebelum intervensi jantungnya. Ternyata, yang sakit jantung itu Mama, dan bukan Papa. Waktu ketemu liburan kemarin, Papa bilang begini, “Ternyata waktu kemaren muncul gejala-gejala yang mengkhawatirkan itu, rupanya jadi tanda supaya bawa Mama sekalian periksa ke Jakarta. Kalo nggak gitu nggak ketahuan ada penyempitan pembuluh darah utama di jantungnya.” Nah tuh kan, kalo udah suami istri sepanjang-panjang umur, ya begitu. Kayak ada semacam naluri yang nggak bisa dijelasin dengan akal. Pantesan aneh koq Papa yang terdeteksi sakit jantung, soalnya dia sehat sekali. Orang yang paling tertib olahraga ya Papa itu. Rupanya Tuhan mau beritahu sesuatu.

Waktu di Jakarta kemarin Mama menjalani pemeriksaan jantung dengan metode kateterisasi. Pergelangan tangannya dibius lokal, lalu disayat kira-kira 2 cm dan kateter dimasukkan. Perjalanan kateter menuju jantung dipantau lewat beberapa layar monitor. Dari pemeriksaan itulah diketahui kalau pembuluh darah utama jantung Mama kiri dan kanan mengalami penyempitan 50%. Jadi harus segera diambil tindakan pasang ring (stein), kalo nggak sewaktu-waktu bisa terjadi serangan. Kateterisasi itu hanya memakan waktu setengah jam, canggih bo. Menurut Mama sih nggak berasa ada yang jalan-jalan di dalam tubuhnya. Tau-tau udah nampak di layar monitor jantungnya yang berdenyut-denyut.

Tanggal 3 November nanti akan dipasang ring. Jadi Mama Papa berangkat dari Kediri tanggal 1 November, istirahat dulu. Lalu tanggal 2 masuk RS Medistra, tanggal 3 dilakukan tindakan. Cara seperti ini disebut metode intervensi. Mama ditangani sama Dr. Teguh Santosa. Entah bagaimana, profil Dr Teguh terpampang di Kompas Minggu 22 Oktober lalu, jadi Mama tambah diyakinkan bahwa dokter ini memang jago dan dia berada di tangan yang trampil.

Kabar yang juga menggembirakan Mama adalah janji adikku Indra. Dia mau datang tanggal 3 nanti dari Singapur ke Jakarta dan nungguin Mama diintervensi. Padahal, setahuku izin-izinan tuh susah di tempat kerjanya itu. Upahmu besar di surga, Dik.

Buat pengunjung blog ini, mohon didukung dalam doa, agar pemasangan ring jantung Mama dapat berlangsung dengan baik. Thanks sebelumnya.

Teman-teman di Kediri

Apa sih yang kita butuhkan kalau tinggal di sebuah kota? Bagiku, kota tanpa teman tuh sepi. Kayak kebun tanpa bunga. Berhubung aku nggak pernah tinggal di Kediri lebih dari sebulan, namanya teman itu jadi komoditi langka. Jadi kalau pulang ke Kediri, aku hanya berdiam di rumah ortu, pergi ke mal, pergi ke supermarket, makan. Nelangsa deh rasanya.

Hampir dua tahun ini akhirnya aku punya teman, lebih tepat: teman-teman, karena mereka satu komunitas. Awalnya sih hanya kunjungan biasa. Lalu aku mulai bisa sedikit curhat. Lalu jadi deh sohib, karena komunikasi yang cukup intens.

Begitulah. Liburan kemarin aku sempatkan kembali berkunjung ke teman-temanku itu, di susteran Puteri Kasih. Kali ini aku masih bisa membuat copy tulisan-tulisan inspiratif salah satu teman di sana, Sr. Anna, PK. Tulisan itu bersumber dari buku-buku yang dibacanya atau ceramah-ceramah yang dihadirinya. Kapan-kapan aku akan memuat tulisannya. Kesempatan ini langka karena waktu kunjunganku Juli lalu, tak ada sama sekali kesempatan bikin “copy”nya. Kali ini, begitu ketemu langsung deh aku copy karyanya, daripada tertunda-tunda lagi.

Kunjungan kali ini juga istimewa, karena aku diperkenalkan dengan para calon suster yang tengah mengikuti pendidikan di sana. Selain itu juga ada seorang teman Sr. Anna yang sedang berkunjung bersama keluarganya. Begitu aku dengar namanya Anita Lie, aku langsung ingat kalau beliau itu salah satu yang memberi komentar di salah satu buku terbitan Kairos Books. Dinnernya seru, soalnya di saung yang didisain Sr Anna dengan ilham rumah di Papua. Ditemani semilir angin malam dan perbincangan seru, rasanya malam tak seharusnya berlalu begitu cepat.

Setelah dinner, ternyata putrinya Bu Anita Lie mau menginap semalam di susteran. Jadilah kami mengantarnya ke kamar tamu lalu berpamitan. Di mobil aku tanya ke Bu Anita anaknya ada berapa. “Ya cuma satu itu,” jawabnya. Wah, bisa nih sharing kapan-kapan gimana cara yang tepat membesarkan anak semata wayang. Soalnya menurutku anaknya cute en manis budi. Kali-kali aja ada kiatnya saat anaknya melewati tahap-tahap perkembangan yang penuh gejolak.

Aku bener-bener senang liburan kali ini, karena bertemu teman-teman. Berlalulah waktu-waktu sepi tanpa teman di Kota Tahu ini.

Main Prosotan

Kemarin siang kami pergi berenang. Sebenernya yang mau berenang cuma aku dan Jessie, yang laen cuma nganter. Pengantar di mana-mana selalu lebih banyak dari yang dianter, 3 banding 2. Walau begitu, tak gentarlah kami, terus aja berenang.

Mula-mula aku pemanasan, bolak balik dengan gaya dada. Lalu Jessie latihan kaki dengan memegangi tanganku. Abis, papan renangnya ketinggalan di Yogya sih. Jadilah tanganku ngegantiin fungsi papan renangnya. Abis latihan kaki, latihan tangan. Setelah istirahat minum dan makan tahu goreng, nyemplung lagi. Kali ini Jessie loncat dari tepian kolam terus langsung renang. Mula-mula sih semua lancar, tapi entah kenapa dateng angotnya: nggak mau ambil napas sendiri. Waktu aku nanya alasannya, begini jawabnya sambil sesenggukan nangis,”Aku cuma mau ambil napas kalo sama Pak Mul. Kalo sama mami aku nggak mau, hu... hu... hu... .” Wah, aku keseeel..... banget.

Begitu terdengar tangisnya, papinya cepet-cepet nutup laptopnya terus nyamperin kami. Dia mengajuk hati Jessie, sampe Jessie tertawa lagi dan mau lagi renang pelan-pelan. Tiba-tiba kepengin maen prosotan. Nah, itu dia. Aku juga sebenernya agak jiper, abis tinggi banget sih. Tapi aku berani-beraniin aja deh. Nah kalo aku nunjukin ketakutanku, kan dia jadi nggak mau nyoba. Wah, syukurlah airnya nggak begitu kenceng. Jadi di tengah-tengah prosotan bisa macet, nggak meluncur terus ke kolam renang. Sekali, Jessie dan aku sama-sama jiper. Dia pegang pinggangku erat-erat. Kali ke empat kami udah ketawa-tawa. Kali ke lima aku duluan, Jessie nyusul. Terus kita sama-sama merosot nyemplung ke kolam. Kali ke delapan, Jessie merosot sendirian, aku jagain di kolam. Yang ini dia nggak mau brenti-brenti. Papinya sampe capek motretin...

Akhirnya etelah merosot sendirian empat kali, kami mandi dan pulang. Nggak abis-abisnya Jessie cerita dengan bangga gimana dia berani nyerosot sendirian. Untung juga aku rada nekad, kalo nggak bisa-bisa Jessie baru berani nyerosot kalo udah gede kali. Dalam perjalanan pulang, Jessie nanya terus kapan bisa ke Surabaya dan main di Waterpark. Engkongnya cuma garuk-garuk kepala aja, lha ampir 70 tahun mau diajak nyerosot ama cucunya....

Kuda dan Naga

Salah seorang temenku tanya-tanya shio kami sekeluarga. Fokus perhatiannya tertuju pada shio aku dan anakku. Katanya kuda sama naga nggak cocok, bisa berantem terus. Antara percaya ama nggak nih ama omongannya. Sebagai orang yang mengerti kebenaran Firman Tuhan, shio-shio an emang cuma pertanda kelahiran aja, nggak mempengaruhi hidup orang. Tapi kenyataannya, emang kami sering banget berantem. Mulai dari yang remeh temeh sampai yang prinsip. Mula-mula seneng-seneng, terus mulai eyel-eyelan sampe akhirnya salah satu marah ato nangis. Kebanyakan sih yang nangis, ya anakku, soalnya aku lebih gedhe dan suaraku lebih keras... he... he... he...

Terus, menurut temenku juga naga itu shio besar, bahkan disebut raja udara. Jadi, kalo orang naga nggak bisa ditekan. Begitu ditekan, langsung keluar semburan apinya, alias ngamuk. Padahal, aku ini shionya kuda api, yang katanya orang-orang juga suka menginjak-injak. Nah lho! Tambah klop aja nih ketidakcocokanku ama anakku, kalo dilihat dari shionya.

Dari ngomong main-main aku jadi kepikiran. Kan nggak enak kalo rumah cuma diisi dengan pertengkaran dan teriak-teriakan? Lalu, liburan ini aku mencoba merunut kenapa aku dan Jessie sering bertengkar. Satu-satunya lelaki di rumah sampe pusing tujuh keliling. Ada beberapa momen signifikan ketika aku menggunakan metode bujuk rayu dan Jessie menurut. Momen pertama waktu dia berantem sama temennya. Aku omongin pelan-pelan, akhirnya Jessie mau menyerahkan kursi yang jadi barang rebutan ke temennya. Itu waktu dia umur 2 tahun 8 bulan. Momen kedua waktu aku insaf supaya menghilangkan perang pagi hari. Jadi aku nggak panggil-panggil Jessie supaya sikat gigi sebelum sekolah, tapi aku gandeng tangannya dan mengajaknya beranjak dari depan televisi. Itu waktu dia umur 3 tahun 2 bulan. Momen ketiga waktu dia keseringan ngeyel sampe aku yang nangis saking capek ati. Dia kaget liat aku yang biasanya galak sampe nangis. Itu waktu dia umur 5 tahun 5 bulan. Momen terakhir waktu aku berenang sama-sama dia di luar jam-jam les renangnya. Aku mencoba memaklumi keengganannya ambil nafas sendiri waktu renang gaya bebas. Ini waktu dia umur 6 tahun 3 bulan.

Dari momen-momen signifikan itu, aku melihat sebenernya bukan masalah shio sih, tapi lebih pada gimana memperlakukan Jessie sesuai dengan ciri khasnya. Tambahan lagi dia anak tunggal, jadi kendalanya banyak. Salah satu temenku bilang Jessie itu sensi banget, jadi mungkin aja Jessie jarang-jarang diajak becanda, he...he...he...

Satu lagi yang aku liat waktu merunut ke belakang, mungkin aku jadi kurang sabar karena Jessie mulai gede. Dulu waktu dia bayi, aku sadar harus menolongnya dan membantunya. Tapi waktu dia mulai mandiri, aku langsung memperlakukannya sebagai orang dewasa kecil. Kan salah besar. Jadi hasil merunut-runut ini, ada beberapa kesimpulan nih:

1. Aku harus bersabar, sangat bersabar dengan proses belajar Jessie, terutama dalam
upaya menjadikan dia anak yang mandiri.

2. Aku harus banyak mengurangi volume suara, wong yang denger ya cuma Jessie, bukan
orang se aula, he...he...he...

3. Kuda ama naga, ato naga ama ular, ato kuda ama ular, boleh jadi pertanda kelahiran aja,
bukan dijadikan patokan kerukunan orang. Ada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang sangat
berperan dalam membentuk kepribadian orang. Buktinya aku sama mamiku sekarang bisa
rukun, walaupun dari remaja sampe lulus mahasiswa breng terus.

4. Perkataan yang tepat pada waktunya kan seperti apel di pinggan emas? Nah aku musti
banyak belajar gimana supaya bisa menyampaikan perkataan dengan tepat. Kepada Jessie
khususnya dan kepada semua orang pada umumnya.

Never... never... give up and cheers me up!

DUERRR....!

Pernah nggak tabrakan sama orang di pusat perbelanjaan atau di pasar atau di mana aja? Kalo cuman tabrakan begitu sih sering juga ngalaminnya. Kata misuaku, mataku itu memandang jauh ke depan, jadi yang di sekitarnya kagak keliatan. Lha, jalan juga sambil mikir je, ha...ha...ha...

Tapi, kemaren aku apes banget. Abis capek-capek milihin sendal jinjit buat Jessie, terus ke bazarnya centro. Baru juga becandaan sama Lennot soal siapa yang pantes pake tank top, kejadian itu muncul deh.

Tiba-tiba di belakangku ada orang, Kali juga nggak tiba-tiba, cuman saking hot nya nih kami tertawa, jadi gak berasa. Bisa ditebak, aku balik, mau turun ke lantai dua. Dueerrr...., benturan deh.

Kalo benturan aja sih nggak apa-apa. Kan langsung minta dipersori. Efeknya itu, bo! Tercium bau badan yang sangat menyengat. Aduh, langsung aku tahan napas, supaya efeknya nggak sampe ke kepala. Nggak lucu deh, mau jalan-jalan en seneng-seneng jadi sakit kepala akibat bau badan. Begitu abis tahan napas seketika lamanya, dari belakangku muncul suara-suara aneh. Lennot lagi beraksi sambil ngerling-ngerling matanya, aku jadi ketawa lagi deh, sakit kepalanya keusir ama ketawa.

Heran, zaman maju begini masih ada yang betah ama bau badannya ya? Apa nggak ada yang bilangin dia ya? Waktu aku mahasiswa dulu, sekitar 20 tahun lalu, ada lho temen yang punya bau badan. Celakanya aku sering dapet tugas bareng dia. Nggak...., sama sekali nggak enak...., itu sih bukan bau khas orang, itu bau badan. Daripada pusing, tba-tiba aku dapet ide. Abis ngerjain tugas, pas ngelewatin toko kecil, aku ajak dia mampir. Terus aku suruh dia pilih salah satu dari deodoran 4711. Dengan tersipu-sipu dia milih juga, tentu aja didului ngomel-ngomel. Karena aku yang nyuruh, ya tanggung jawab dong ngebayarin, he...he...he..., harga sebuah sakit kepala.

Sembuh lho! Dia pake deodoran itu kira-kira seminggu deh, langsung sembuh. Bener tuh kata dokter kalo bau badan itu karena mandi kurang bersih, keringat berlebih, kalo keringetan nggak langsung ganti baju. Kalo udah parah emang musti diobatin alias dikasih deodoran, bukan minum antibiotikan. Tentu make deodoran sambil memperbaiki diri, supaya bau badannya bener-bener ilang, nggak kambuhan.

Bersih-bersih Attic

Salah seorang temenku pernah bilang kalo buku-bukunya belum dibongkar abis pindahan. Padahal pindahannya 6 tahun lalu. Hiii...., ngeri deh ngebayanginnya. Makanya, begitu ada yang mau bantu, langsung aku minta supa membereskan attic itu.

Luasnya yang 2,5 X 6 m2 ternyata masih nggak cukup buat menampung semua buku. Kalo dipikir-pikir, berapa tahun ya ngumpulin buku segitu banyaknya. Inputnya sih banyak, outputnya baru satu. Kalo liat buku yang bejibun kayak begitu, muncul rasa bersalah juga sih kenapa nggak mengasah kemampuan reflektif sehingga outputnya bisa lebih banyak.

Setelah semua buku dikeluarkan, tambah keliatan lagi kalo raknya nggak cukup, he...he...he..., jadilah buku-buku itu dikelompokkan menurut jenisnya, lalu ditumpuk dulu aja di sepanjang 6 meter. Yang penting udah keliatan rupanya. Jadi nanti bisa langsung dipilah-pilah lagi kalo pas ada waktu.

Nggak heran kalo temenku males ngeberesin bukunya, abis ngebongkarin begitu aja perlu seharian. Itu nggak selesai, jadinya musti dilanjutin rabu besok. Kayaknya kerjaan nggak abis-abis deh. Mustinya bersyukur ya, ada kerjaan. Coba kalo tingak-tinguk nggak ada kerjaan, bisa stress kali. Jadi aku ngejalanin aja hari bersih-bersih. Kan buat kami juga. Kalo nggak sekarang, kapan lagi?

Akhirnya selesai juga tuh bersih-bersihnya. Sampah en dusnya segudang deh.Kali kalo dipilah-pilah lagi bisa satu truk ya?

Sedikit demi sedikit

Biasanya sebelum les renang Jessie selalu tidur siang. Tapi kali ini lain. Di tempat tidur dia terbayang-bayang permainan dalam Princess and The Pauper. Akhirnya nggak bisa tidur.

“Boleh nggak Mom, aku nggak tidur siang? Aku nggak bisa tidur nih.”

“Nanti Jessie nggak kuat, kan nanti mau les renang?”

“Tapi aku nggak bisa tidur. Aku latihan keyboard aja ya?”

“Ya deh.”

“Mooom..., yang aku bisa udah abis. Boleh nggak aku main komputer?”

“Boleh aja, tapi nanti berenangnya yang pinter lho, nggak pake acara nangis-nangis?””Tapi aku nggak mau disuruh ambil nafas sendiri,” sambil geleng-geleng memelas.

“Kan Jessie mau jadi anak pinter. Ikutin aja apa yang disuruh Pak Mul, ok?”

“Tapi dua kali aja ya ambil nafasnya?”

“Lho, kalo dua udah bisa, ya pasti nambah, sampe Jessie bisa ambil nafasnya. Nggak apa-apa, kan dijagain Pak Mul. Deal ya Jes?”

“Iya deh, horee...”

Selama les renang, Jessie menepati janjinya. Apalagi ada temen sekelasnya yang baru ngeles dan sama sekali belum bisa. Dia tambah PD. Herannya, waktu disuruh latihan kaki dolphin, malah dia seneng sekali. Selesai memakai papan kaki dolphin, langsung tangannya. Sampe akhir sesi renang, Jessie masih mau latihan gaya dolphin. Apa ada ya kalo nggak begitu mahir gaya bebas, bisa renang gaya dolphin? Soalnya dulu pas les renang, bisanya cuma gaya katak, jadi nggak ngalamin tuh gaya-gaya lain.

Syukurlah, sedikit demi sedikit Jessie bisa mengatasi kekhawatirannya. Hari ini gurunya tau penyebab ketakutan Jessie (pernah melihat seorang bapak tenggelam di kolam itu), jadi nanti perlakuannya lebih sesuai.

Jadi timbul pertanyaan, apa traumatik itu menurun? Kayak-kayaknya anakku ini agak traumatik. Jadi kalo ada kejadian yang membuatnya tak nyaman, susah pulihnya. Ini yang ketiga selama 6 tahun ini. Pertama, minta ditemenin di kelas pas TK B karena aku nggak nemenin dia sama sekali di suatu siangpas istirahat. Kedua, nggak mau keramas karena melihat temannya jerit-jerit dikeramasin sama baby sitternya. Ketiga, takut berenang karena melihat ada yang tenggelam. Kalo ini menurun, berarti ada tambahan bahan penelitian.

Papa Sakit Jantung

Aku kaget sekali waktu Rabu sore Mama telepon. Katanya Papa sakit jantung dan diminta langsung opname. Aku kaget karena yang selama ini kelihatan ringkih itu Mama. Papa sih seger buger, orang sukanya turnamen golf kemana-mana, suka jalan-jalan, dan seneng memelihara ikan koi.

Untungnya Papa waspada. Jadi pas praktik di rumah sakit, dadanya sakit. Selesai praktik, dia ke bagian EKG lalu rekam detak jantungnya. Ternyata detak jantungnya buruk. Jadi nggak beraturan terus ada beberapa detik jantung itu berhenti berdetak. Jadi ahli jantung RS Bhayangkara melalui pak mantrinya meminta Papa opname. Salahnya hasil EKG nggak disertakan, jadi Papa mau ketemu sama teman sejawatnya itu dulu. Setelah selesai EKG itu memang dikasih obat 3 macem.

Setelah mendengar berita itu, aku langsung sms ade-ade di Jakarta. Mereka mendesak supaya Papa cek betul ke Surabaya atau Jakarta. Dia memang naksir mau ke RS Medistra yang pernah dimuat di Kompas tentang pengobatan jantung tanpa operasi.

Begitu mendengar berita itu, aku langsung teringat almarhum adenya Papa, yang juga meninggal karena sakit jantung. Gejalanya sama persis: masuk angin berhari-hari, nggak sembuh-sembuh. Hari terakhir, minta dikerokin, abis dikerokin badannya menggigil kedinginan, dibawa ke rumah sakit, tapi udah meninggal di taksi yang membawanya.

Emang sih Papa lebih mengerti tentang kesehatan, tapi dengan keseniorannya malah kadang-kadang mengabaikan anjuran anak-anak atau orang lain di sekelilingnya. Sampe aku nulis ini aku belum bicara dengan Papa. Moga-moga nanti malem ada waktu untuk telepon, soalnya adeku Buddhy memintaku membujuk Papa supaya segera check upyang betul.

Namanya manusia, jadi kalo udah umur-umur se Papa gitu mungkin ‘mesin’nya udah aus, jadi perlu lebih memperhatikan perawatan.

Buka Puasa Bersama

Senin sore Jessie dan keluarganya diundang buka puasa bersama di sanggar tari Natya Lakshita. Terus terang, kami datang tanpa tahu acaranya nanti bagaimana, soalnya mulainya dari pk 16.00. Padahal buka puasa kan sekitar pk 17.52.

Ternyata anak-anak itu disuguhkan cerita oleh pendongeng kondang yang namanya Pak Daryanto. Dia bisa menirukan berbagai suara dan persis banget sama aslinya (jadi inget iklan Fuji jadul). Jessie sampai terpingkal-pingkal ngedengerinnya.

Setelah makanan pembuka, mereka sholat dulu. Abis itu acara keakraban. Betul-betul ger-geran. Orang salawatan diiringi tabuhan drum amatir. Sampe aku nggak bisa brenti ketawa. Lebih heboh lagi waktu salah satu wali murid menyanyikan lagunya Uthe, Andaikan Kau Datang. Lagu sedih begitu bisa dibikin ceria, soalnya penyanyi latarnya itu ya para penari pria dewasa. Mereka biasa ngebanyol, jadi deh ruang ruko yang cuman segitu-gitunya dipenuhi gelak tawa. Terakhir para penari pria dewasa (jumlahnya 3 orang) tampil, nyanyiin lagu Bang SMS. Alamak, lagu itu emang kocak syairnya, walaupun nggak cocok sebenernya buat anak-anak. Tapi, goyangannya itu bo! Kalah deh penyanyi-penyanyi kondang yang bisa mamerin goyangannya di tv. Herannya, anak-anak kok ya hafal lagu itu...

Ini buka puasa bersama yang berkesan. Rupanya begini kalo seniman dan penari pada ngumpul...

Aki-aki nge-blog?

Dua hari lalu aku bertamu ke rumah seseorang yang sudah lumayan berumur. Taksiranku sih di atas 70 tahun. Aku agak khawatir juga, bagaimana harus menjaga tutur kata, karena dia kan senior citizen.

Setelah perkenalan, kami jadi akrab karena diurut-urut ternyata sama-sama dari kalangan kedinasan. Kalo aku anak yang dipindah-pindah karena ayahku pensiunan polisi. Kalo beliau pindah-pindah karena jabatannya di bidang hukum. Sekalian bergurau dengan isterinya juga. Feel like in my own family.

Lho,koq bisa berhubungan begitu? Ceritanya my dear friend Lennot yang ngenalin. Keluarga ini mau bikin foto keluarga lalu mau buat kaos seragam. Lennot ngenalin ke aku. Bisnisnya sih oke. Cuma aku jadi punya tambahan kenalan di Yogya ini, tambah luas sedikit karena beliau bukan dari kalangan yang biasa aku temui sehari-hari.

Kemarin aku ke sana lagi untuk confirm warna kaos, kali ini sama Lennot. Soalnya malam sebelumnya aku tidur pk 02.00, nonton film kekejaman Nazi. Jadi kalo ada temennya kan nggak mungkin ngantuk. Lalu, aku juga kepengen makan SGPC. Makan sorangan di sana sih, no way lah.

Jadilah kami ke sana dan gurauannya tambah gayeng, karena udah ada yang lebih dikenal. Saking serunya aku bilang ke aki itu, “Gimana kalo bikin blog? Ayo Len, kenalin blog deh.” Lha wong timpalan gurauannya masih yahud je, bisa-bisa ngalahin yang suka geguyon di blog, he...he...he...

Kenapa nggak kalo aki-aki mau nge-blog? Aki kenalanku ini dan juga mamaku yang dulu aku pernah posting dan sekian banyak angkatan terdahulu, belum kenal media ini. Tapi mereka punya kebijaksanaan yang diperlukan kaum muda. Aku ngebayangin aja kalau para senior citizen nge-blog. Apa ya nama blognya kira-kira? Iniblognyaaki.blogspot.com, wejangannenek.blogspot.com, momongcucu.blogspot.com, tuatuatokcer.blogspot.com, aduhboyokku.blogspot.com, atau....

Memasuki Usia 40

Selamat tinggal kepala 3, begitu kata temenku saat aku memasuki usia 40 tahun di hari pertama bulan ini. Memang tak terasa rentang waktu 10 tahun yang aku jalani. Ketika memasuki kepala 3, aku menikah. Sekarang, memasuki kepala 4, apa ya yang sudah aku lakukan di dalam hidupku.

Beruntung banget ada bunga-bunga kehidupan yang senantiasa mekar di sepanjang jalan hidupku. Ada sih rentang waktu di mana aku hanya melihat rumput kering kerontang, tapi di sela-selanya ada juga bunga kecil berwarna kuning cerah. Perjalanan kehidupanku menyiratkan penyertaan Tuhan yang tak pernah berkesudahan.

Pernah down nggak? Ya pasti pernah, namanya juga orang idup. Aku pernah denger, stress itu biasa buat orang idup. Kalo udah nggak stress dan hidupnya aman – rata- tanpa variasi, itu tanda-tanda kematian. Lihat aja grafik jantung kalo orang dioperasi, kan nak turun? Kalo udah garis rata, plus bunyi tiiiiit....., berarti dut alias game poin.

Memasuki usia 40 ini juga aku masih diperkenankan melihat pertumbuhan anak semata wayang. Hubungan antar pribadi dalam keluarga juga mulai tertata. Rasanya penyertaan Tuhan kayak ngajak aku main teka-teki silang. Mungkin itu akibat dari kesukaanku ngebeliin Jessie teka-teki silang ya? Banyak sekali clue yang Tuhan berikan dalam kaitan aku sebagai istri dan ibu. Rupanya ini latihan supaya aku menjadi orang yang peka terhadap suami dan anak. Nggak kebayang deh kalo salah satu jauh dari aku, bisa sepi deh hidupku.

Memasuki usia 40 ini juga aku dilimpahi teman-teman yang mau menunjukkan kasih sayang mereka. Biasanya aku berkawan dengan kaum pria, tapi tahun ini aku dianugerahi empat kawan perempuan yang sejiwa ama aku: tomboy, suka jalan, suka makan, apa adanya, jauh-jauh dari jaim, suka ketawa, suka becanda, pemakan segala (nah lho?!). Ada sih satu yang feminin tapi kehadirannya justru memberi warna tersendiri. Supaya kami yang bertiga ini nggak lupa diri, apalagi kalo lagi becanda, he...he...he... Yang penting satu dengan yang lain itu interaktif sekali, jadi rame kalo tiap minggu kumpul. Ada satu sih yang feminin, tapi dia. Momen kayak gini yang aku sebut bunga-bunga bermekaran.

Terima kasih Tuhan buat kehidupan yang Engkau anugerahkan. Tiap pagi aku selalu mendapat kekuatan dari hadir-Mu.

"Beresin baju.dong!"

Sejak Rabu Jessie udah ribut mau beresin baju. Papinya dapet voucher menginap gratis selama satu malam di Yogya Plaza Hotel. Dia girang bukan main, jadi pikirannya terpacu ke sana.

Kemarin saat pulang sekolah, dia udah mulai merancang mau ngapain aja di sana. Begitu kali ya kalo anak-anak diajak ke satu tempat baru. Padahal, di bayanganku aku bisa baca sambil berendam, pijat, renang, dan segala macam leissure. Mulai sekarang musti dikorting nih bayangannya, daripada kecewa pas udah di hotel.

Tadi sebelum berangkat sekolah Jessie tanya lagi, “Koper kita udah diberesin belum?” Dia nanyain secara detil apa yang aku lakukan nanti waktu dia sekolah, karena ingin kepastian kopernya siap pas pulang sekolah nanti. Kali takut nggak jadi ya? Maklum, anak kecil kan pemikirannya masih konkrit. Jadi kalo belum lihat sendiri peristiwanya, susah banget yakinnya.

Liburan kami kali ini banyak diwarnai peristiwa yang seharusnya terjadi di tanggal-tanggal ini. Misuaku terpaksa mengajukan pertemuan dengan sesama penulis puisi. Padahal nanti malam ada launching buku puisi tentang gempa di Kedai Kebun. Jessie juga terpaksa tak ikut lomba tari India, soalnya diadakan besok siang di Amplaz, padahal kami semua masih dalam rangka liburan. Aku juga terpaksa nggak ikut pertemuan ibu-ibu karena liburan ini. Namun karena udah ditekadin sama sang bapak kalo perayaan ultah ini kagak boleh lewat, acara-acara lain lah yang harus lewat, he...he...he...

Ternyata merencanakan liburan keluarga nggak gampang. Ini aja ada momen aku jarig, terus ada voucher gratis, jadi bisa kesampaian. Biasanya malah kalo hari Minggu aku paling seneng nguplek di rumah, beres-beres, tapi itu kan membosankan buat anak dan misua? Jadi, semoga aja liburan weekend ini benar-benar menyenangkan.

Empty Nest

Biasanya istilah ini dikenakan kepada pasangan paruh baya yang kembali hanya tinggal berdua di rumah setelah anak-anak menikah atau berkarya sendiri. Cuma kali ini istilah itu aku adopsi untuk kami yang mengalami empty nest beberapa hari yang lalu.

Mulanya sih dari libur awal puasa. Tiba-tiba seorang temen bae ‘nantang’ Jessie, “Jess, lusa kan libur. Jessie mau nggak nginep di rumah Tante?” Tanpa pikir-pikir si nona kecil melonjak-lonjak sambil berteriak, “Mau... mau...mau ...!”

Waktu aku cerita ke papinya, cuma diingatkan kalo bangun malem-malem nggak ada mami, nggak boleh nangis. Langsung bola mata Nona membesar, rupanya dia baru kepikir kemungkinan itu. Tapi dia tetap mau nginap.

“Mom, nanti kalo sampe di rumah Tante Lenny jangan langsung ninggalin aku ya? Mami ngobrol-ngobrol dulu gitu,” pintanya. Itu tandanya Nona lagi waswas, tapi aku pura-pura nggak tahu aja. Bagiku ini pengalaman berharga dalam hidupnya, merasakan jauh dari orangtuanya. Lagipula aku percaya sama temenku itu, jadi she is in a good hand, good family. Kapan lagi dateng pengalaman nginep? Kan mau ikut konferensi anak kalo udah kelas 5 SD nanti, ha...ha...ha...

Singkat cerita dia jadi nginep. Pas papinya pulang, nggak ada suara ceria Nona, mulailah kami merasakan sepi yang aneh. Bayangin, enam tahun lebih rumah selalu terisi suaranya. Dari ketawa ngekek sampe nangis mendayu-dayu. Tiba-tiba suara itu lenyap. Langsung rumah yang segedhe gini kerasa lengang. Pikiran pas anak nggak ada, kami bisa nonton. Jadi pergilah kami ke Studio 21. Ternyata filmnya jelek-jelek, jadi surveylah kami di Amplaz sambil ngabisin waktu. Beda sekali rasanya ke Amplaz dengan dan tanpa Nona. Rasanya pengen cepet-cepet pulang aja, tapi kalo ada Nona waktukayaknya kurang banyak. Nah tuh! Di dalam perjalanan juga kami masing-masing terdiam. Baru deh terasa betapa sepinya hidup kalau salah satu orang tersayang pergi. Topik yang kami bicarakan juga terasa aneh, karena “api pembicaraan” seolah-olah terhisab tanpa bekas. Malam itu kami lewati berdua hingga pk 24.00, batas waktu yang aku tetepin. Kalo nggak ada telepon, berarti Nona oke-oke di sana.

Nginep sehari ternyata kurang, Jadi ditambah satu hari lagi. Di hari kedua ini papaku yang mencak-mencak. Waktu dia telepon, cucu ceriwisnya nggak kedengeran suaranya. Langsung deh keluar petuahnya, “Jangan dibiasain ya nginep-nginep. Nggak bae.” Kalo petuah begitu keluar, musti taat tuh kalo nggak bisa gawat, fiuh!

Malam minggu nonton extravaganza bedua doang, kayak orang bingung. Dulu pernah ngebayang-bayangin enaknya nonton tanpa ada gangguan suara anak kecil. Soalnya kalo malem minggu begitu, kadang-kadang guyonan di extra itu rada-rada menjurus. Pas melalui saat yang dulu begitu dirindukan, eh ternyata hambar!

Jadi empty nest betul kami dua hari ini. Banyak yang aku pelajari dengan nginapnya Nona di Tata Bumi. Satu, ternyata 70% perbincangan kami adalah di seputar kehidupan anak. Dua, lupa cara dan rasa kalo hanya tinggal berdua. Kayak mulai lagi dari awal. Tiga, harus menyediakan dan mengusahakan momen-momen di mana kami tidak kehilangan kesenangan. Empat, menjadikan peristiwa ini sebagai movement untuk menjadikan hari-hari lebih bermakna lagi.

Terakhir, thanks to Eko and fam yang menjamu Jessie dengan begitu baiknya, sampe mau tambah lagi jadi tiga hari nginepnya. Tapi karena petuah engkong dan papai mami yang eksepian, terpaksa deh dibatalin. God bless u Ko, Len , Joan dan Chaufan.

Po Sang Penggembira

Seorang ayah kebingungan sewaktu mendengar anak semata wayangnya sakit panas. Karena tuntutan kerja yang tak memungkinkannya pulang, ia hanya bisa mendoakan agar isteri dan anaknya dapat mengatasi situasi sulit itu. Tanpa daya ia menunggu pk 16.00, saat ia bisa pulang menjumpai keduanya.

Betapa cemas hatinya karena anaknya itu terkapar di sofa. Tak ada lagi celotehnya, yang biasa mewarnai hari. Rumahnya juga terasa lengang dan sepi. Sesekali terdengar erang kesakitan anaknya. Panasnya sangat tinggi, bibirnya kering dan pandangan matanya nanar. Obat dari dokter seolah-olah tak berguna karena panasnya tak kunjung turun. Tiap setengah jan isterinya menyuapkan teh hangat manis agar anaknya tidak mengalami dehidrasi.

Keadaan mencemaskan ini berlangsung berhari-hari. Keduanya pasrah meminumkan obat dokter sambil terus berdoa supaya ananda terkasih cepat sembuh. Pada hari ketiga, isterinya bercerita kalau sang anak sangat senang setiap kali film seri Teletubbies tayang. Dari mulut mungilnya keluar ucapan “Po...Po....Po...” Lalu ia mencari boneka Po dari plastik yang tingginya melebihi tinggi badannya.

Sang ayah tiba-tiba mendapat ide. Sepulang kerja ia berkeliling-keliling Yogya. Ia ingin mencari boneka Po yang dapat dipeluk anaknya. Ketika melewati daerah Munggur, ada sebuah toko mebel menggantungkan guling berbentuk Po di depan tokonya. Langsung ia berhenti dan membeli boneka itu. Susah payah dimasukkannya boneka yang cukup panjang itu ke dalam plastik agar bisa dibawa pulang dengan motornya.

Betapa senang hati sang ayah ini ketika ia memarkir motor di halaman dan mendengar anaknya mulai berceloteh sedikit-sedikit. Dengan bersembunyi di balik guling boneka itu, sanga ayah menyapa anaknya, “Halo...., saya Po. Saya ingin bertemu anak manis yang katanya lagi sakit. Ada nggak ya?” Sang anak terkejut karena Po muncul dari garasi, namun ia langsung berteriak gembira ketika tahu ayahnya ada di balik boneka Po. Walaupun masih panas, tapi binar mata si anak yang memancarkan keriangan cukup menenangkan hati sang ayah.

Sekarang anak itu sudah besar dan boneka guling Po juga semakin kotor. Bahkan renda yang mengelilingi lehernya pun sudah mulai robek-robek. Namun, senyum Po yang manis senantiasa berhasil membuat sang anak tersenyum. Sang ayah pun sudah tak ingat dengan susah payahnya mencarikan boneka guling Po untuk anaknya tercinta. Satu hal yang selalu diingat sang ayah: sambutan hangat anaknya setiap kaliia pulang dari kantor.

Boneka itu mengingatkan sang ibu betapa cepat waktu berlalu. Bonekanya bisa saja sudah mulai usang, tetapi kenangan jerih payah suaminya untuk menggembirakan hati anaknya yang sedang sakit akan terus terpatri dalam kenangannya.

Pertama Kali Bolos

Hari Rabu lalu benar-benar hari yang sibuk tanpa direncanakan. Sehari sebelumnya aku memang tahu ada beberapa hal yang harus aku lakukan, tapi semua aku atur waktu Jessie di sekolah. Jadi pas dia pulang, urusanku sudah beres dan kita bisa langsung pulang.

Ternyata sampai plan ke dua, rencana masih berjalan mulus. Begitu masuk plan ke tiga ambyar. Harusnya setelah aku mengambil kain, aku memberikannya ke kongsiku yang akan membawanya ke penjahitan kami. Namun, aku luput mencegat dia di sekolah Jessie. Jadi, aku ke penjahitan sambil mengontrol pesanan-pesanan kaos yang sedang dalam proses penyelesaian. Urus punya urus, semua baru selesai pk 12.40.

Dari sana aku langsung ke pameran tanaman di halaman samping McD Sudirman. Sebenernya bukan dalam rangka mau beli tanaman. Cuma di sana temanku ada yang ikut berpameran. Sudah berkali-kali dia cerita kalau dia ikut pameran dan setiap kali aku nggak bisa hadir. Jadi kali ini aku menengoknya di pameran. Begitu datang, langsung Jessie bermain dengan anak-anaknya yang ikut ngendon di satnd orangtuanya selama pameran. Karena temenku masih mengajar, aku ngobrol dengan suaminya seputar tanaman eksotik yang jadi bisnis mereka. Lihat caranya bikin anakan tanaman, caranya menyimpan pohon-pohon kecil berdaun kemerah-merahan (sayang aku lupa namanya) yang katanya lagi booming. Akhirnya aku tinggal Jessie di sana dan aku jalan-jalan ngiterin pameran. Sepuluh menit kemudian aku cabut dari sana.

Waktu makan bersama, aku minta Jessie supaya nggak usah les piano, soalnya waktu itu sudah pk 14.00. Jessie ngotot mau les karena lesnya pk 17.00, jadi masih ada waktu untuk tidur siang. Begitu sampai di rumah, kami langsung tertidur kelelahan.

Nah ini, Jessie terbangun saat aku ngepel di kamarnya. “Mom, ini jam berapa?” Dengan santai aku jawab aja, “Masih jam empat kok Jes. Nggak usah buru-buru, masih keburu kalau mau les piano.” Lalu dia mendekati aku, bicara pelaaaa...n sekali, “Boleh nggak kalo aku nggak jadi les piano?Aku mau jalan-jalan aja ya?” Wah, aku bingung juga karena rencana begini bisa nggak jadi kalo nggak match semuanya. “Ya udah. Telepon Papi dulu, tanya Papi fitness nggak. Kalo nggak, tanya mau nggak Papi jalan-jalan sekarang.” Ternyata match, jadi berjalan-jalanlah kami ke Amplaz.

Ini pertama kali Jessie bolos les. Biasanya kalau diminta nggak les, bisa ngeyel seharian. Mungkin juga kecapekan seharian jalan. Walau udah disokong dengan tidur siang dua jam, capeknya mungkin masih terasa. Moga-moga aja dia nggak terasa betapa enaknya membolos. Kalau bolos di sekolah kan ada sanksinya, tapi kalo bolos les kan malah bisa santai. Aku langsung telepon gurunya kalo hari ini Jessie nggak mau les dulu. Gurunya sampe bertanya-tanya kenapa. “Nggak apa-apa koq, Cuma mau jalan-jalan aja kali ini.”

Jadi deh, 20 September 2006 sebagai hari bolos pertama.

Kabar-kabari

Resiko punya blog adalah blog kita bisa dibaca siapa aja. Dan yang punya blog nggak tau siapa aja yang masuk ke blognya, kecuali dia meninggalkan jejak. Bisa kesan pesan di shout box atau di comment.

Beberapa hari lalu, aku ditelepon Mama. Adeku yang di Singapura nanyain keadaan Mama karena di-sms aku, begitu kata Mama. Hah...tentu aja aku kaget. Lha, nomor telepon HP nya aja aku gak punya, gimana mau sms? Lalu Mama bilang Indra tahu dari aku. Akhirnya aku menelusuri darimana Indra bisa tahu kalo Mama punya indikasi penyempitan pembuluh darah jantung. Akhirnya ketemu jalurnya. Tentu aja dari blogku di postingan Teringat.

Jadi beberapa hari setelah 9 September, aku kirim email ke dia ngucapin selamat ulang tahun. Lalu aku nyantumin url ku. Ternyata Indra berkunjung ke sana dan baca postingku itu. Dia kaget lalu langsung kontak Mama. Aku nggak tahu kalo Indra berkunjung kalo Mama nggak tanya via telepon.

Kata misuaku, Mama disuruh bikin blog aja, supaya anak-anak tiap hari maen ke rumah maya Mama. Emang sih, Mama jadi pusat berita kami, anak-anaknya. Aku selalu tahu apa yang dialami ade-adeku karena Mama selalu telepon membawa kabar-kabari. Aku juga percaya kalo ade-adeku selalu tahu kabarku karena Mama pasti cerita ke mereka satu per satu. Jadi, kalo kami ketemuan pas Natal atau momen lain, nggak perlu deh gali cerita dari beberapa waktu yang lalu. Kan udah diupdate Mama, jadi tinggal nerusin, he...he...he...

Sms Pagi-pagi

Aneh ya, kalo kita denger telepon, dan zaman sekarang juga sms,yang dikirim pagi-pagi, mesti bikin kaget. Yang dimaksud pagi-pagi ya jam yang orang belum bangun pada umumnya. Misalnya jam 3 atau 4 pagi.

Perasaan ini muncul waktu temanku Lala telepon pk 4.30. Ayahnya memang sakit dan berbulan-bulan diopname di RS Sardjito. Aku sempat bezoek ayahnya. Tiba-tiba pagi itu aku langsung bangun, padahal weker belum bunyi. Lagi menyandra apa yang nyebabin aku bangun, telepon bunyi, “Mbak, Bapak sudah pergi jam 4 tadi.” Ini kejadian 9 tahun lalu.

Pagi tadi, nuansa itu datang lagi. Smsku bunyi pk 4.05, dari temanku yang nggak biasanya sms begitu pagi. Aku langsung terduduk. Ternyata salah satu temanku berpulang ke rumah Bapa hari ini. Menurut sms itu, dia sakit lalu dirawat di RS Panti Rapih dan meninggal pagi ini. Jenazah akan langsung dibawa ke Soakaraja, jam 6 ini.

Nggak banyak kenanganku tentang Santi Kusumaningrum. Dia salah satu generasi muda yang bawaannya masih klop sama aku. Kalo anak-anak zaman sekaran kan kebanyakan slengehan. Santi lain. Dia begitu sopan, kata-katanya diatur dan dapat diandalkan. Kuliahnya di teologi juga oke, maksudku nilai-nilainya bagus. Yang paling berkesan buat aku adalah, dia satu-satunya anak muda temanku yang juga disenangi Jessie. Jadi biasanya Jessie seperti punya radar apakah orang ini oke atau nggak. Kalo nggak oke, dia akan merengek-rengek supaya pembicaraan kami diakhiri. Dengan Santi, Jessie malah nimbrung di percakapan mommynya.Itu kejadian 7 tahun lalu, waktu Santi baru saja masuk Yogya dan kuliah di Fak Teologi UKDW.

Kabar terakhir yang aku dengar Santi berdomisili di Semarang karena menjalani masa perkenalan di salah satu jemaat GKI di sana. Makanya aku terkejut, tiba-tiba dia meninggal. Mungkin bagi aku dia tiba-tiba meninggal, tetapi mungkin juga nggak buat orang-orang terkasih yang mengelilinginya.

Memang nggak ada yang bisa memprediksi hidup. Buat keluarga dan orang-orang yang mengasihi Santi, kami turut berduka. Aku yakin dia sudah bersama Bapa sekarang.

Waith... a crock

Ha...ha...ha..., anakku emang gak pantang nyerah. Kemaren malam, dia minta diceritain sebelum tidur. Pikirku, karena sekarang dia udah bisa dan doyan baca buku sendiri, untuk dongeng pengantar tidur aku bacakan yang bahasa Inggris. Waktu ultah Jessie kemaren, seorang temanku memberinya sebuah buku berjudul Walt Disney’s Classic Five Favourite Dreamy Tales. Jadilah kami membaca buku itu.

Pertama kali aku membacakan buku itu, Jessie minta diterjemahkan. Aku sih manggut-manggut aja, tapi gak pernah aku terjemahkan. Menurutku kalo diterjemahkan nanti Jessie nggak termotivasi untuk cari tahu. Ibarat orang makan buah udah dikunyahin sama orang lain, hiiii.... Protes juga pertama-tama, tapi lama-lama dia malah enjoy ngedengerin cerita-cerita di dalam buku itu.

Kemarin sampai di bab Sleeping Beauty. Biasanya kalo dibacain gitu, Jessie ngedengerin sambil matanya merem melek. Tapi, malam ini lain. Tiba-tiba dia setengah terduduk, ikut baca! Emang sih, aku udah sempet mendengar dia baca sendiri bukunya dalam bahasa Inggris sederhana. Tapi kemarin malam luar biasa. Begitu aku selesai membaca satu halaman, dia balik halamannya dan langsung baca. Namanya orang nyoba, ya pastilah banyak kesalahannya, tapi aku seneng dia berani coba baca bahasa Inggris. Sambil lalu aku membetulkan kata-kata yang salah ucap.

Rupanya Jessie berusaha membaca sesuai dengan spelling huruf dalam bahasa Inggris. Jadilah with dibacanya waith. Mungkin pikirnya “i” kan dibacanya “ai”. Berarti ada koneksi antara apa yang selama ini dipelajarinya dengan yang harus dibaca. Anehnya, waktu dia baca tulisan “a crack”, jadinya “ a crock”. Ini misteri. Alhasil malam itu dia baca separuh cerita, aku separuh cerita, ganti-gantian satu halaman demi satu halaman.

Tentu aja aku seneng banget. Anakku ini memang rada ajaib. Waktu dia umur 3 tahun, aku sempet khawatir apa nanti dia cepet bisa baca. Cuma memang aku simpen sendiri aja kekhawatiranku itu. Waktu itu aku berpikir kalo golden agenya akan muncul sendiri, dan aku hanya berjaga-jaga supaya kalo masa itu datang, aku tahu. Aku gak pernah ngajar-ngajarin dia baca, apalagi pake acara nyepel-nyepel, wah... ribet. Hampir setahun berlalu tanpa tanda-tanda dia mau baca. Tapi memang di TK nya diajarin membaca, mulai dari satu huruf, satu suku kata, satu kata, tiga suku kata, dua kata, dst,nya.

Suatu siang dia gak bisa tidur, tapi aku ajak dia baring-baring. Karena lelah aku tertidur. Tiba-tiba terdengar orang membaca pelan-pelan. Dia coba-coba terus. Aku langsung seger deh, tapi pura-pura terus tidur. Waktu dia selesai, aku ngulet sambil pura-pura kaget dan tanya begini, :Lho Jes, nggak bobo?” Oh! Langsung dia cerita kalo dia lagi belajar baca. Sejak itu, lancar deh bacanya, apa aja juga dibaca.

Begitu juga dengan bahasa Inggris. Karena aku juga belajar bahasa Inggrisnya hanya bermodal pelajaran selama sekolah menengah, ditambah tugas-tugas menerjemahkan waktu kuliah dulu, makanya aku juga hanya mendekatkan Jessie pada nuansa Inggris. Misalnya sering-sering ngajak dia dialog dalam bahas Inggris. Lalu nyetelin dia lagu anak-anak dalam bahasa Inggris, menyebut nama binatang dalam bahasa Inggris. Pokoknya serba Inggris deh (kayaknya penguasa kerajaan Inggris perlu nih baca postinganku ini, he...he...he...). Sampe kadang-kadang aku membicarakan hal penting dengan papinya yang nggak boleh dia tahu, juga dalam bahasa Inggris.

Lama-lama, yah.. hampir 5 taonan, dengan sendirinya dia mengerti kalo mami papinya lagi ngomong dalam bahasa Inggris. Abis, kali kosa katanya ya itu-itu juga ya..:))

Proses Jessie baca tulisan dalam bahasa Inggris juga begitu. Nggak pernah didorong-dorong, tau-tau udah bisa baca sendiri.Seperti waktu malam dia didongengin itu. Jadi aku tahu sekarang cara paling efektif ngajarin Jessie bahasa, yaitu dengan habituation alias pembiasaan.

Cuma, belajar bahasa kan berarti juga mengadopsi budaya bahasa kan? Jangan kaget kalo ketemu ama Jessie. Dia biasanya menyatakan sesuatu dengan terus terang, nggak pake tedeng aling-aling, he...he...he...

Teringat

Hari-hari kayak lari aja belakangan ini. Segala macam urusan sampai penyakit rajin menghampiri aku.

Walau begitu, syukurlah aku ingat ultah Mama 6 September lalu. Ajaibnya aku bisa inget sejak bangun tidur. Salah satu hal yang terus kepikiran adalah adanya diagnosa baru kalo Mama mengalami sedikit penyempitan pembuluh darah di jantungnya. Memang belum tanya ke dokter jantung yang lagi dinas ke luar negeri, tapi tanda-tanda penuaan semakin banyak. Setelah bertahun-tahun mengalami arthritis osteoporesis, diagnosa ini sempet bikin aku ciut hati juga. Hanya karena hampir setiap pagi aja Mama telepon, aku nggak terlalu memikirkannya. Walau kadang-kadang aku repot kalo pagi, tapi telepon pagi itu bisa menyemarakkan hari yang akan aku jalani. Tahun ini aku di sms sama ade bungsuku supaya ngucapin selamat ultah ke Mama. He...he...he..., dia kecele.

Satu lagi yang ultah bulan ini adalah ade keduaku. Nggak tau kenapa tiba-tiba aja, sabtu pagi aku inget dia. Memang hampir tiga tahun aku nggak ketemu dia. Abis, merantau aja sampe ke negeri singa, jadi perlu ongkos gede kalo mau nengokin. Lagian, kata mamaku dia sibuk banget. Berangkat jam 6 pagi, pulangnya jam 8 malam. Tambah lagi deh yang bikin aku males kontak dia. Cuma, taon ini aja kok aku inget sama adeku itu. Dia itu adeku yang pertama kali bisa ngomong sama aku blak-blakan. Mulai dari kerjaan sampe pasangan hidup. Bahkan waktu adeku paling besar jadi Khatolik karena istrinya Khatolik, dia yang ngerespon paling positif dan progresif. Cuma, abis dia pindah negara aja, komunikasiku jadi rada mampet (emangnya kanal?!).

Biasanya sih aku lupa hari ulang tahun orang lain. Atau, ingetnya kecepetan. Pernah lho aku ngucapin selamet, padahal ultahnya masih bulan depan. Gawat juga ya. Orangnya lamaaa, baru bales smsku itu. Ngingetinnya halus sekali, aku jadi tambah rikuh karena salah bulan! Salah satu pikiran yang sempet muncul waktu nganalisa kenapa bisa terjadi begitu karena ultahku diperingati di seluruh negeri, apalagi jadul, perayaannya gede-gedean. Tapi sejak reformasi, gaungnya berkurang. Mudah-mudahan nggak ada revisi sejarah yang akan menghapuskan makna ultahku itu, he...he...he...

Ngepel ala Lenny

He...he...he..., sorry ya Len, namamu aku cantumkan sebagai judul posting. Abis, ternyata ngepel ala dirimu itu capek juga ya?!

Menurut banyak orang, dunia wanita itu ya rumahnya. Nguplek seharian ya di rumah itu. Apa kebanyakan baca pendapat orang yang seperti itu, jadi aku kemakan juga ya? Baru-baru ini aku mendapat pembagian keuntungan dari usaha kaosku,lumayanlah buat ibu rumah tangga. Begitu uang nyampe di tangan, aku langsung ngejadiin pesenan tukang membetulkan rumah yang terkena gempa. Temanku yang memandori lihat kerusakan apa aja yang perlu segera ditangani. Setelah didata, mulailah perbaikan itu.

Ternyata rusaknya banyak juga. Retak rambut yang nggak kelihatan ternya ada dua, di dekat tangga dan di kamar Jessie. Lalu harus memperbaiki list gypsum yang runtuh kemarin itu sepanjang 2,5 m. Belum lagi membersihkan dan mengecet balok penyangga. Dan terakhir membalik set meja makan kami. Tadinya berbentuk seperti warung. Sekarang lemarinya ditempel ke dinding. Ruangan jadi terlihat lebih lega, lebih terang dan lebih membuat betah.

Itu kalo semua udah selesai dan tertata rapi. Ini belum selesai. Yang bikin sebel itu debunya! Tapi bagus juga, jadi tiap hari setelah para tukang pulang, aku ngepel. Jumat kemarin aku dan Lenny serta kids jalan-jala ke pameran buku. Sampai di rumah pas tukangnya mau pulang. Lenny udah nggak betah deh ngerasain banyak debu di kakinya. Jadi tanpa sepengetahuanku, dia menyapu! Luar biasa deh teman yang satu ini, teman jalan-jalan tapi juga teman bersusah-susah memelihara rumah. Akhirnya dia nyapu, aku ngepel. Nah, pas ngepel itu Lenny ngeluarin jurusnya (ampuh, bo!), “Kalo gw ngepel aernya gonta-ganti, biar bersih ubinnya.” Nah, aku sih males deh gonta ganti air. Soalnya Sabtu besok masih ada tukang dateng.

Sesudah tukang pulang hari Sabtu, aku mempraktikkan ngepel ala Lenny itu. Wuih, ganti air sampe tiga kali, mana air bekas pel nya hitam-hitam. Buset deh, kotor sekali kalo ada perbaikan. Akhirnya rumah kami jadi bersih dan kinclong, he...he...he...! Yang nggak nguatin itu pegel di punggung abis ngepel. Itu udah pake gagang pel, apalagi melantai. Bisa gempor beneran. Mana da sih mau hasil bagus tanpa susah payah? Betul itu, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Artinya? Silakan mengingat-ingat peribahasa dalam pelajaran bahasa indonesia kelas 4 SDJ

Jessie dan Judy

Tadi pagi kami lomba makan havermut di teras. Dia satu suap, aku satu suap. Nah, supaya lombanya makin seru, kita kedatengan Judy. Temen baru Jessie, tokoh seri buku Judy Moody.

Ternyata, kalo Jessie baca itu ya sebatas apa yang dia bisa baca, tapi artinya sih belum tentu ngerti. Ketauannya tadi, watu kita baca bareng kisahnya Judy. Supaya lebih kenal ama Judy, Judy ini punya adik namanya Stink, yang kerjanya ngerecokin kakaknya. Sahabat kentalnya Judy namanya Rocky. Mereka berdua seneng berpetualag dengan ide-ide mereka, yang kayaknya konyol-konyol tapi lucu.

Kisahnya yang berjudul Judy Menyelamatkan Bumi berkisar tentang Judy yang terdorong menyelamatkan bumi setelah mendengarkan pelajaran Sains dari pak guru Todd.

Pertanyaan pertama yang muncul dari Jessie, “Wah, Judy juga punya pelajaran Sins to? Dia kelas berapa sih Mom?”

Dengan enteng kujawab, “Kelas satu, kayak Jessie gitu.” Khawatir salah aku sampe ngecek nih ke milis Bibliophile, ternyata memang Judy ini bacaan untuk anak kelas 1-3 SD.

Waktu sampai di kalimat, “Dibutuhkan sekitar seratus tahun untuk mengubah sampah menjadi tanah,” Jessie angkat tangan lagi. Itu tandanya dia mau nanya. Ada-ada aja gayanya. Mending tunjuk jari, ini lima-lima jarinya ngacung semua, persis kalo anak gede mau bertanya ke gurunya. “Mom, apa sih artinya itu?”

Kali ini aku yang garuk-garuk kepala, abis langsung muncul bagan-bagan rumit di otakku tentang proses pengubahan sampah jadi tanah. Tapi nggak lama kemudian, bagan rumit itu sirna dan muncul gambaran sederhana buat Jessie. Kira-kira begini nih aku ngejelasinnya, “Yaa..., sampah kan banyak, nggak abis-abis, jadi lama deh baru bisa jadi tanah. Terus kayak plastik-plastik gitu, kan susah diancurinnya, jadi perlu waktu lama.” Jessie sih angguk-angguk, mudah-mudahan aja dia ngerti, yang penting infonya masuk dulu. Perkara outputnya kapan, kuserahkan pada otak mungilnya aja deh,ha...ha...ha...

Pagi tadi kami menyelesaikan satu bab,masih ada 9 bab sih, jadi masih cukup banyak waktu berpetualang bersama Jessie, menemui teman barunya, Judy.

Judy Moody

Sekarang aku lagi bingung cari bahan bacaan buat Jessie. Kalau buku-buku yang biasa dibacanya, saat ini udah nggak cocok lagi. Tapi apa gantinya? Sementara ini sih aku kasih dia baca buku-buku anak berbahasa Inggris. Kelihatan sih manfaatnya. Jessie bisa baca bahasa Inggris tanpa terlalu banyak kesalahan. Cuma, kadang-kadang cara ini melelahkan, buat dia dan juga buat aku.

Syukurlah, nggak berapa lama kemudian, Gramedia ngeluarin buku anak judulnya Judy Moody. Ukuran bukunya agak unik, gede nggak, kecil nggak. Mungkin ini yang bikin buku dengan sampul coklat doff itu menarik buat anak. Geli deh kalo denger Jessie ngucapin judulnya, Judy Moody.... Judy Moody.

Aku belum baca sih isinya, tapi ini cocok buat anak yang moodnya suka gonta-ganti kayak Jessie ini. Tulisannya gede-gede, dan masih ada gambar-gambarnya yang kocak. Kayaknya Jessie seneng bacanya, soalnya pertama kali baca langsung nyampe ke halaman 13.

Akhirnya ada juga buku yang pas buat anak kami ini, he...he...he...

Papa dan Ikan Koi

Tak terasa sudah lebih dari 10 tahun papa pensiun dari dinas kedokteran kepolisian. Adaaa... aja yang dilakukannya untuk mengisi waktu luangnya.

Yang pertama dicobanya adalah memelihara burung berkicau, sampai bisa beternak sendiri dan menjual hasilnya. Abis bosen ama burung, beralih ke golf. Ya gitu, ikut berbagai kejuaraan dan berhasil ngumpulin trophy yang lumayan menuh-menuhin lemari.. :)).

Yang terakhir sedang digemarinya adalah memelihara ikan koi. Pertama-tama sih beli di dekat rumah, 15 ekor. Lama-lama habis. Terus adeku promosi ikan koi yang bagus-bagus, tapi ada syarat kolam yang harus dipenuhi. Jadi, kolam yang udah ada di belakang rumah dibongkar, terus ditambah macem-macem aliran air yang beda-beda tinggi rendahnya. Udah gitu masih ditambah air mancur, katanya buat ikan cari oksigen. Setelah semua selesai, dimulai deh berburu ikan koi ke Blitar, yang menurut orang sumber ikan koi lokal. Pertama kali beli, mati berturut-turut, sampai habis.Papa kebingungan, lalu telepon aku, minta aku tanya ke Best Aquarium di sini, gimana supaya ikan koinya nggak mati. Nah, waktu pulang liburan kenaikan kelas, dipraktikin sama papa nasehat dari Yogya. Ikannya berhasil bertahan hidup.

Nggak begitu lama, ikannya mulai malas bergerak. Tanya-tanya lagi kenapa bisa begitu. Kata peternak ikan koi, suhu air terlalu dingin jadi harus pakai penghangat. Kasih lagi penghangat di kolam. Kayak bayi lahir prematur aja...

Sekarang sih udah lumayan stabil habitatnya. Kalo ada waktu papa berburu ikan koi yang didemenin motifnya, tukar tambah sama yang dia nggak demen lagi. Lucu juga, liburan kemarin Jessie nemenin engkongnya di pinggir kolam. Sambil lihat ikan berenang-renang, mereka ngobrol. Apa aja kali yang diomongin, yang pasti ampir tiap pagi mereka berdua di situ, menikmati udara pagi.

Tanpa Nyanyi

Ulang tahun kali ini agak unik. Sejak semalam sebelumnya Jessie udah ribut mau buka kado yang didapatnya dari Tante Linda. Naksir dia lihat bungkusnya yang berbentuk pita. Dengan lugu ditekan-tekannya bungkusan itu, lalu katanya, “Oom Ande (ini panggilan sayang buat Andre adikku), ini pasti isinya baju. Ya kan?”

Oomnya gelagapan ditembak langsung begitu. Ngga mau kalah sama anak kecil, langsung deh dia nyahut, “Siapa bilang baju? Yang kayak gitu kan bisa handuk, selimut, topi, atau jenis-jenis kain yang laen?”

“Tapi nggak mungkin kalo anduk bungkusannya kecil. Apalagi kalo selimut, dan aku nggak suka pake selimut. Hayoo...”

Oomnya senyum-senyum aja, nggak tau mau jawab apa lagi.

Ketika tiba harinya, Jessie diminta cepet-cepet mandi, soalnya kuenya belon ketauan hiasannya mau apa. Akhirnya selesai deh kita siap-siap ke tempat pesan kue. Dengan becak langganan ema, akhirnya sampai ke Jl. Patimura. Pilih punya pilih, jatuhlah pada Ariel si putri duyung. Heran juga nih koq anak-anak sekarang demen bener ya sama Ariel. Nggak kostum foto, nggak hiasan kue, nggak buku cerita, semuanya maunya ada Arielnya.

Sampe di rumah lagi, udah mau ngibrit aja ke studio foto. Tapi waktu dibilangin kalo oomnya bawa standard buat foto di rumah, langsung dia nggak mau ke studio. Pake longdress merah muda, beraksilah nona kecil kami di hadapan kamera.

Abis itu makan-makan kue deh.

Berhari-hari setelah tanggal 18 Agustus, yaitu tanggal 21 Agustus, mamaku telpon dari Kediri, “Ya, koq waktu Jessie jarig, dia nggak dinyanyiin Happy Birthday ya? Kan rame ada Oom dan Tantenya? Heran, nggak ada yang inget. Padahal pake acara tiup lilin segala.” Barulah aku sadar kalo 18 Agustus lalu berlalu tanpa nyanyi. Lebih celaka lagi, kue ulang tahunnya lupa terbawa ke Yogya. Jadi deh, papinya tak merasakan kue yang enak itu, hiks...

Thanks to you friends, for praying for our daughter on her birthday: Tabita, Lenny, Agus Santosa, Dewi, Amey, Cie Martha, Hendri Bun dan klg, dan yang nggak keinget namanya tapi udah ngasih selamat. Thanks juga buat bingkisan yang disampaikan kepadanya, GBU.

Perjalanan Seminggu

Kekhawatiran kalo Jessie udah SD nggak bisa bolos, ternyata nggak berlaku deh sekarang, he...he...he..., soalnya udah nyediain back up catatan sekolah.

Ceritanya 14 agustus dia anget badannya. Jadi nggak sekolah. Mommynya yang agak keberatan dia nggak sekolah, soalnya banyak urusan di sekolah, antara lain arisan ibu-ibu, he...he...he.... Tanggal 15 nya aku ajak ke dokter anak langgananku, karena dia mengeluh kalo batuk dadanya sakit. Tanggal 16 berangkat ke Kediri sampe 20 baru pulang. Seru ya, kecil-kecil jalan melulu. Papaku sering komentar begini, “Heran, ngga capek-capeknya jalan. Ntar tuh bulu kaki juga copot di jalan?” Nah lho!

Tahun ini papa nggak dapet sopir buat ke Yogya, padahal entah kenapa papa mamaku selalu ingin merayakan ultahnya Jessie bersama-sama. Ketepatan, adik bungsuku dan istrinya juga nyangkut di Kediri abis 2nd honeymoon di Bali. Apalagi, Khun banyak mimpin ceramah selama long weekend ini. Mama tanya apa aku dan Jessie bisa ke Kediri. Karena alasan pendukungnya kuat banget, berangkatlah kami naik kereta Sancaka. Jessie pake pampers, soalnya aku jijik kalo harus nganterin Jessie pipis di kloset kereta api. Biasanya kalo naik kereta api, papinya yang nganterin pipis. Nanyanya gini waktu mau dipakein pampers, “Mom, apa tuh pipis nggak lari keluar kalo aku pipis di sini?” Lalu aku jelasin prosesnya.

Waktu di kereta aku nanya,”Boleh lho Jes, pipis, jangan ditahan, nanti sakit perutnya.” Malah lucu banget jawabannya, “Aku sih mau pipis, cuma pipisku ini yang takut. Dia nggak mau keluar. Berguna juga ya pake pampers, buat nakut-nakutin pipis!” Mungkin udah nggak bisa kali suruh pipis begitu, kan toilet trainingnya sukses besar... Untunglah perjalanan Yogya-Madiun cuma 2,5 jam, jadinya tuh bisa langsung dikeluarkan pipisnya.

Dari Madiun ke Kediri masih 2 jam lagi.Kami dijemput sopirnya papa itu. Sopir sewaan sih, cuma udah kenal banget, jadi kayak kenalan keluarga. Sesampainya di Kediri, Jesse langsung nyamperin tantenya itu. Bermanja-manja, abis udah setahun lebih nggak ketemu. Di Kediri, kita puas-puasin deh maen, baca, makan, jalan-jalan. Mama seneng banget ada banyak orang di rumah, biasanya kan Cuma berdua dengan papa, tiba-tiba jadi 6 orang, rame sekali..... 17 Agustus kita jalan-jalan ke Blitar, nyari ikan koi. Mau ke makam Bung Karno juga sebetulnya, tapi ternyata milih ikan koi bukan main lamanya. Yang jenis siro, tancho, dll. Nggak paham deh bagusnya di mana, selain seneng aja ngeliat tuh ikan selalu berame-rame kalo berenang.

Tanggal 18 nya ngerayain ultahnya Jessie, nanti di posting sendiri. Tanggal 19nya nganter ade-adeku pulang. Abis itu Jessie berenang di pagora, semacam taman hiburan rakyat. Aku nyewa ban, soalnya nggak bawa papan peluncur. Aje gile deh nih, pada berenang pake baju senam, pake celana pendek, pake kolor gombrong-gombrong, ngasih makan anak di kolam renang. Yah begitu deh. Aku urung nyebur, abis kamar gantinya gelap dan bau pesing, hiii.... Sedih juga kalo ke Kediri, gak ada kolam renang yang representatif kayak Depok Sport Centre Yogya (asli ini sih promosi, abis bersih dan murah, cuman goceng masuknya).
Tanggal 20 pagi pulang deh ke Yogya. Papa dan mama anter ke Madiun, terus kita naek kereta pulang. Perjalanan panjang, dan meninggalkan kesan buat Jessie. Aku sih pengen cepet-cepet nyampe Yogya, kangen ama Khun, ama Mumun (mobil setia kami yang imut), dan kangen....ngeblog!

Kuciwa

Kemaren aku dan Jessie jalan-jalan sama temenku yang juga bawa anaknya. Anak kami ini sekelas di sekolahnya, jadi klop. Anak temenan sama anak, mbok temenan sama mboknya, he...he...he... Karena klop, kita jalan-jalannya ke Amplaz, yang katanya duia baru Yogya.Sekalian ngepel tuh mall, saking gedenya dan banyak toko yang bisa diinguk isinya.

Singkat cerita, temenku ini mau masukin kupon di Gramedia. Setiba di sana, ternyata ada acara menggambar bersama Einstein Kristiansen. Semangat betul deh tuh si Jessie. Langsung dia ngajak ngelihat, padahal kerumunan anak udah banyak banget. Dengan suaranya yang imut, dia berteriak, “Permisi...., permisi..., permisi.... .” Ibu-ibu yang pada berkerumun langsung pada kaget dan kasih jalan sama si nona kecil ini. Begitu dia dapet tempat duduk, aku masukin temennya juga. Kan kalo mereka anteng di depan si jago gambarnya Faber Castle, ibu-ibunya bisa leluasa lihta buku. Ok juga nih.

Sudah puas beli produk, dapet tanda tangannya, terus foto. Sambil nunggu giliran foto, ada kuis dari toko. Tiba-tiba Jessie nangis. Aku kaget, karena tadi kan lagi senang-senang ikut kuis.

“Kenapa nangis? Jessie masih pengen ikut kuisnya?”

“Mbaknya itu lho! Aku udah jawab, aku udah angkat tangan, dan aku udah panggil-panggil, tapi yang ditanya Cuma anak besar aja. Aku kan bisa!!!”

Kasihan deh ngeliatnya waktu itu. Sampe saat nulis ini, aku juga masih bingung, koq segitu kepukulnya nggak dapet kesempatan menjawab. Waktu aku ngomong-ngomong soal ini sama papinya, kami pikir Jessie belum bisa nerima kalo kuis itu rebutan hadiah dan sangat ditentukan oleh si mbak yang memandu acara. Pikir punya pikir, mungkin kebanggaannya dapet hadiah itu yang tiba-tiba direnggut, karena kesempatannya hilang. Mungkin bagi anak kecil, dapet hadiah dari sesuatu yang direbutin banyak orang, adalah sebuah prestasi. Apalagi buat Jessie yang jiwa kompetisinya sangat tinggi, pastilah remuk kalo nggak bisa jadi yang nomor satu.

Akhirnya waktu udah sampe di rumah, papinya menghibur dengan memaparkan fakta acara kuis. Jessie sih iya-iya aja, Cuma kecewanya tetep keliatan. Ini pelajaran hidup yang bagus buat Jessie. Kalo nggak ada peristiwa gini kan dia nggak bisa tahan banting nantinya. Emang sih, belajar di sekolah kehidupan jauh lebih susah tinimbang belajar di sekolah biasa.

Foto umur 8 bulan

Jadi model iklan

Beberapa waktu yang lalu, adikku yang di Jakarta minta foto Jessie yang sedang merangkak. Katanya mau dijadiin model.

Jadi deh aku pergi ke attic nyari album bayinya Jessie. Lucu deh waktu lihat foto-foto Jessie pas bayi, gendut. Kata mamaku badannya mentek-mentek, maksudnya berlipat-lipat saking gemuknya. Sekarang masih ada jejak ndutnya. Pokoknya kalopake tank top, tulangnya nggak kelihatan deh, he...he...he....

Cerita punya cerita, nggak ada berita dari adikku, mau diapain tuh foto jadulnya Jessie. Tiba-tiba, dia kirim email yang memuat flier usaha barunya, bikin cetakan kaki bayi. Dia sih masang iklan ini di beberapa rumah sakit di Jakarta.

Nah, ini iklannya, moga-moga bisa nih up load fotonya. Abis, udah diajarin master IT dari Jakarta, kagak bisa-bisa juga. Mudah-mudahan kali ini proses belajarnya sukses. Ciao!

Senang

Hari ini aku merasa aneh, akrena seperti ada energi positif yang melingkupi aku. Aku baru bisa nyimpulin waktu keluar makan malam bertiga.

Tak seperti biasa, pagi ini aku bangun terlambat. Jadilah kami terburu-buru menyantap havermut, sebelum Jessie masuk sekolah.

Tapi perasaan senang itu mulai muncul setelah aku selesai mengerjakan perpustakaan gereja. Anehnya perasaan itu muncul justru di saat aku merasa pusing. Perasaan itu terus meningkat. Aku dan Jessie sampai tertawa-tawa waktu bikin telur dadar untuk makan siang.

Setelah aku teliti lagi, mungkin perasaan itu muncul hari ini, karena hari ini genap 2 minggu hubunganku dengan Jessie bertambah selaras. Jarang sekali aku sampe harus marah-marah supaya Jessie mau nurut sama perkataanku.

Kayaknya lewat deh storm and stress dalam membesarkan nona kecilku...

Outsider

Senja ini aku sendirian di kamar kerja. Lagi nyari-nyari ide mau nulis di blog ini. Beberapa hari ini rasanya repot melulu, jadi udah males mau ngisi blog. Tapi terus kangen lagi mau nulis di blogu sayang ini.

Ada yang terasa gimana gitu melihat dua kekasih hati tertawa-tawa di depan televisi. Asal tahu aja, misuaku tuh jarang banget ketawa. Untung ada extravaganza, jadi dia masih bisa cekikikan en cekakakan. Sore ini mereka nonton berdua. Kali ini suara tawa renyah Jessie sesekali ditingkah sama suara tawa papinya. Lakon kali ini mudah dicerna sama Jessie, jadi dia bisa langsung ngerasain lucunya. Kadang-kadang lelucon extravaganza susah dicerna anak kecil, soalnya banyak kelucuan terselubung yang hanya bisa dimengerti orang dewasa.Sesekali aja aku dengar dia nanya papinya arti kata-kata yang diucapkan. Nggak ketinggalan juga protesnya.

Jadi deh aku senyum-senyum mendengar duet tawa mereka sambil ngetik ini. Banyak penelitian udah membuktikan kalo ketaa itu bikin sehat. Bukan Cuma secara psikis, tapi juga fisik. Makanya orang yang banyak ketawa itu jarang sakit. Betul juga kali ya, abis Jessie jarang sakit. Kayaknya nggak pernah deh tuh nggak ketawa. Yah... konsekuensinya juga sering nangis. Tangis dan tawa tuh identik ama Jessie. Kalo dia ngantuk, ketawanya juga khas banget, sampai terkekek-kekek...:))

Kalo gini aku jadi outsider. Tapi sekali ini jadi outsider yang menggembirakan. Sengaja aku nggak ikut-ikut nonton, biar kedekatan anak-bapak jadi tambah erat.

Jadi contoh

Minggu lalu Jessie mengeluh gusinya sakit, dan minta dibawa ke dokter gigi. Lalu aku ngobrol sama temenku dan dia juga mau bawa anaknya ke dokter gigi sama-sama.

Seru juga waktu Jessie diperiksa giginya. Ternyata gigi geraham 1 nya tumbuh, jadi gusinya agak bengkak. Itu yang kiri baru mulai tumbuh. Tapi yang kanan udah tumbuh tanpa keluhan gusinya sakit. Akhirnya dokter giginya periksa lagi, kenapa ada keluhan sakit. Mula-mula katanya gusi yang sekarang sedang ditempati gigi yang mau muncul itu beradu dengan gigi atasnya, jadi sakit. Tapi setelah dibersihkan, ternyata giginya lubang.

“Jess, giginya ditambal ya? Sayang nih kalo dibiarin, nanti ngilu,” begitu kata drg Inge.

Jessie geleng-geleng, soalnya dia masih takut-takut ditreatment setelah cabut gigi beberapa bulan yang lalu.

“Nggak apa-apa Jess, nanti kalo nggak ditambal, nggak bisa makan es krim lho,” kataku.

Masih geleng-geleng juga, tapi masih belum turun dari kursi periksa.

Akhirnya drg nya ngejelasin proses penambalan, disinar biru, warna tambelannya yang pink, pokoknya lengkap. Sementara itu aku muter otak supaya Jessie mau ditambel, akhirnya aku bilang begini, “Ayo Jess, ditambel ya. Kasih contoh buat Joan. Kan Joan mau liat Jessie kalo diperiksa giginya. Ok? “

Ajaib, dia langsung duduk dan bersedia ditambal giginya. Ha.... lega rasanya. Abis, kalo nggak ditambel, tuh gigi baru ganti nanti kalo dia kelas 4 atau kelas 5, gimana tuh rasanya.

Thanks banget buat drg ku ini, ngerti banget ama anak-anak, jadi Jessie nyaman sama dia, apalagi diberi diskon sangat khusus. Waktu aku ngucapin terima kasih pake sms, jawabannya begini, “U r welcome, Ian. Jessie is such a smart and sweet girl, everyone will love her and so do I. And that’s because she has a mom likes u.” Wah....

Janji Pernikahan

Sepuluh tahun lalu, aku pernah mengucapkan janji akan setia kepada suamiku di saat senang ataupun susah, di saat sehat maupun sakit, di saat kaya atau miskin, sampai kematian memisahkan kami.

Nah, sepuluh tahun pertama boleh dikata biduk pernikahan kami oke, walaupun ada riak-riak kecil. Syukurlah kami bisa mengikuti alunan riak itu hingga selamat sampai sekarang. Kalau aku mencoba melihat lebih teliti lagi, keselamatan kami itu cuma karena satu kata tanya, “Kenapa?” Aku ingat pertama kali aku melontarkannya dan kami terjerumus ke dalam pertengkaran yang cukup besar, tapi pertengkaran itu menjernihkan kami berdua, dan masing-masing tahu posisinya. Coba kalau aku nggak tanya, mungkin aja sampai sekarang aku masih menyimpan tanda tanya besar. Jujur aja, waktu aku tanya, jauh di dalam hatiku muncul suara-suara yang seolah-olah mengatakan kalau aku berlebihan. Tapi aku nekad tanya. Mungkin itu naluri. Selanjutnya aku lebih sering lagi tanya kenapa, supaya nggak harus ngejelasin panjang lebar. Dan ini menjadi momen-momen penting dalam pernikahan kami.

Kalau aku sering nanya, kalau misuaku diem aja. Aku yang berinisiatif cerita, karena di mana-mana kalau aku jadi anggota organisasi, biasanya temenku laki-laki semua. Nah, suatu kali ada yang bilang begini sama aku, “Kamu pake parfum apa, koq enak sekali wanginya?” Begitu pulang rapat, aku cerita nih sama misuaku. Responnya, “Wah, siapa tuh yang nanya, bahaya kalo udah gitu.” Nah, kayak gitu kalo kita diskusi. Aku juga nggak nanggapin orang yang seneng sama parfumku, wong sama-sama tahu kalo aku udah berkeluarga. Lagian waktu muda aku sering dipuji orang, jadi kagak geer, he...he...he...

Janji pernikahan itu terngiang-ngiang sekarang, waktu kami terpaksa berjalan dalam lembah kesusahan. Tadi waktu Perjamuan Kudus aku sempet menitikkan airmata. Penderitaan kami belum seberapa dibanding penderitaan Kristus. Hatiku yang berat jadi terasa ringan, karena salah satu teman baikku juga pernah kirim sms yang bunyinya gini, “Lord never promised that life would be easy or no suffering whole life. But He promised one thing, that He will always be there to accompany us till the end of time.” Sekarang sih aku lagi mompain energi positif ke misuaku. Hasilnya mulai keliatan sedikit-sedikit. Kalo aku nggak bisa melakukan sesuatu pun sama orang yang nyebabin misuaku susah, yah aku harus berjuang supaya misuaku bangkit. Semoga aja aku kuat karena bebean kami ini berat sekali. Terngiang-ngiang terus kata-kata temen baikku di atas. Kalo ada yang baca ini, bantu aku di dalam doamu ya. Thanks before.

Kepengen HP

Liburan kemarin betul-betul masa eksplorasi buat Jessie. Karena aku sering berhubungan dengan orang lain melalui HP, lalu dia minta diajarin ngirim sms. Lalu ketika bisa sendiri, dia mulai kirim sms ke teman-temanku! Tentu aja semua pada bingung, koq isi smsku kayak anak kecil. Terpaksa deh aku menjelaskan kemana-mana kalo itu sms dari Jessie. Kadang-kadang dia nggak beritahu apa isi smsnya. Pokoknya, semua temanku yang dia kenal dikirimi sms. Pusing....pusing....pusing.....

Terakhir, dia call kemana-mana. Nah, kalo udah gini bisa jebol pulsaku. Langsung deh, ganti saluran biar nggak bisa call keluar.

Lalu, yang terkagum-kagum itu emanya. Koq anak kecil udah bisa kirim sms. Jadi, waktu Jessie minta hadiah ulang tahunnya itu HP, langsung disetujui sama mamaku. “Tapi, jangan bilang-bilang mommy sama engkong ya Ma?” begitu pesan kongkalikong Jessie sama emanya. Ha...ha...ha..., kecil-kecil udah bisa kongkalikong.

Begitu aku tahu dari mamaku soal permintaannya itu, aku langsung diskusi sama dia. Aku bilang begini, “Jess, kalo pengen punya HP sendiri, Jessie musti bisa ini nih: 1) Bisa rapi letakkan barang-barang. 2) Bisa makan sendiri.3) Bisa tidur nggak pake ngedot. 4) Bisa tidur sendiri.

KO deh langsung, soalnya syarat nomor 4 itu yang paling susah dilakukannya. Percaya deh, di kamarnya sampe ada 2 tempat tidur, supaya bisa transisi nggak seranjang ama mommynya. Tetep aja tiba-tiba bisa bangun terus minta aku pindah ke ranjangnya, he...he...he...

Jadi, impian punya HP belum bisa terwujud. Bukan soal belinya, soal rawatannya itu lho. Anak kecil belon mandiri aja udah pengen HP. Weh, tuntutan zaman nih...

Yogya Lagi

Wah, seneng deh begitu balik ke kota ini. Mungkin karena nggak perlu jauh-jauhan ama misua, tapi kali yang paling oke tuh ada kompie buat ngeblog. Soalnya di Kediri musti ke warnet baru deh bisa ngeblog. Mana daya sambungnya lamaaa...banget. Mau posting juga jadi susah.

Yang bikin Jessie sorak-sorak itu waktu ngeliat Amplace (baca: amplas, he...he...he...) udah buka lagi. Dia udah ngiler mau nonton bioskop, abis waktu pesiar di Surabaya nggak bisa nonton, waktunya abis buat ketemu sedulur.

Hari ini hari pertama aku bisa posting lagi. Canggung juga mau nulisnya, saking banyaknya apa saking binunnya ya? Tapi, aku happy, soalnya ada satu temen yang ketularan ngeblog gara-gara sering aku ceritain gimana asyiknya ngeblog. Cari deh siapa temen baruku itu.

Hari ini juga hari pertama Jessie les berenang. Karena udah diberi intro dulu siapa guru renangnya, kenapa aku milihin dia guru ini, apa manfaatnya kalo bisa renang, dll yang panjang lebar, jadi dia oke waktu ketemu gurunya. Kabarnya ini guru yang bagus, karena dia ngajarin anak berenang dengan gaya bebas dulu. Jadi anak mahir gaya bebas baru gaya lainnya. Aku sih nggak menaruh harapan muluk-muluk sama Jessie, asalkan dia bisa berenang dan jadi hobi berenang, aku udah seneng banget. Konon, salah satu cara paling bagus buat menyembuhkan asma adalah dengan berenang. Nah, semoga aja ini bener dan cocok buat Jessie, jadi aku nggak perlu kuatir kalo dia ngik lagi alias kambuh asmanya.

Kayaknya cukup deh cerita di hari pertama setelah libur. Waktu tadi nidurin Jessie, aku udah kebayang-bayang mau ngeblog kalo dia udah tidur, soalnya besok padat acara, ha...ha...ha...