H-4

Tak terasa November udah ngintip di ujung mata. Esok bulan kan berganti baru. Kehidupan dalam keluarga kami juga berganti baru. Syukurlah semua dalam perlindungan dan pemeliharaan Yang Mahakuasa.

Besok Mama akan berangkat ke Jakarta untuk persiapan sebelum intervensi jantungnya. Ternyata, yang sakit jantung itu Mama, dan bukan Papa. Waktu ketemu liburan kemarin, Papa bilang begini, “Ternyata waktu kemaren muncul gejala-gejala yang mengkhawatirkan itu, rupanya jadi tanda supaya bawa Mama sekalian periksa ke Jakarta. Kalo nggak gitu nggak ketahuan ada penyempitan pembuluh darah utama di jantungnya.” Nah tuh kan, kalo udah suami istri sepanjang-panjang umur, ya begitu. Kayak ada semacam naluri yang nggak bisa dijelasin dengan akal. Pantesan aneh koq Papa yang terdeteksi sakit jantung, soalnya dia sehat sekali. Orang yang paling tertib olahraga ya Papa itu. Rupanya Tuhan mau beritahu sesuatu.

Waktu di Jakarta kemarin Mama menjalani pemeriksaan jantung dengan metode kateterisasi. Pergelangan tangannya dibius lokal, lalu disayat kira-kira 2 cm dan kateter dimasukkan. Perjalanan kateter menuju jantung dipantau lewat beberapa layar monitor. Dari pemeriksaan itulah diketahui kalau pembuluh darah utama jantung Mama kiri dan kanan mengalami penyempitan 50%. Jadi harus segera diambil tindakan pasang ring (stein), kalo nggak sewaktu-waktu bisa terjadi serangan. Kateterisasi itu hanya memakan waktu setengah jam, canggih bo. Menurut Mama sih nggak berasa ada yang jalan-jalan di dalam tubuhnya. Tau-tau udah nampak di layar monitor jantungnya yang berdenyut-denyut.

Tanggal 3 November nanti akan dipasang ring. Jadi Mama Papa berangkat dari Kediri tanggal 1 November, istirahat dulu. Lalu tanggal 2 masuk RS Medistra, tanggal 3 dilakukan tindakan. Cara seperti ini disebut metode intervensi. Mama ditangani sama Dr. Teguh Santosa. Entah bagaimana, profil Dr Teguh terpampang di Kompas Minggu 22 Oktober lalu, jadi Mama tambah diyakinkan bahwa dokter ini memang jago dan dia berada di tangan yang trampil.

Kabar yang juga menggembirakan Mama adalah janji adikku Indra. Dia mau datang tanggal 3 nanti dari Singapur ke Jakarta dan nungguin Mama diintervensi. Padahal, setahuku izin-izinan tuh susah di tempat kerjanya itu. Upahmu besar di surga, Dik.

Buat pengunjung blog ini, mohon didukung dalam doa, agar pemasangan ring jantung Mama dapat berlangsung dengan baik. Thanks sebelumnya.

Teman-teman di Kediri

Apa sih yang kita butuhkan kalau tinggal di sebuah kota? Bagiku, kota tanpa teman tuh sepi. Kayak kebun tanpa bunga. Berhubung aku nggak pernah tinggal di Kediri lebih dari sebulan, namanya teman itu jadi komoditi langka. Jadi kalau pulang ke Kediri, aku hanya berdiam di rumah ortu, pergi ke mal, pergi ke supermarket, makan. Nelangsa deh rasanya.

Hampir dua tahun ini akhirnya aku punya teman, lebih tepat: teman-teman, karena mereka satu komunitas. Awalnya sih hanya kunjungan biasa. Lalu aku mulai bisa sedikit curhat. Lalu jadi deh sohib, karena komunikasi yang cukup intens.

Begitulah. Liburan kemarin aku sempatkan kembali berkunjung ke teman-temanku itu, di susteran Puteri Kasih. Kali ini aku masih bisa membuat copy tulisan-tulisan inspiratif salah satu teman di sana, Sr. Anna, PK. Tulisan itu bersumber dari buku-buku yang dibacanya atau ceramah-ceramah yang dihadirinya. Kapan-kapan aku akan memuat tulisannya. Kesempatan ini langka karena waktu kunjunganku Juli lalu, tak ada sama sekali kesempatan bikin “copy”nya. Kali ini, begitu ketemu langsung deh aku copy karyanya, daripada tertunda-tunda lagi.

Kunjungan kali ini juga istimewa, karena aku diperkenalkan dengan para calon suster yang tengah mengikuti pendidikan di sana. Selain itu juga ada seorang teman Sr. Anna yang sedang berkunjung bersama keluarganya. Begitu aku dengar namanya Anita Lie, aku langsung ingat kalau beliau itu salah satu yang memberi komentar di salah satu buku terbitan Kairos Books. Dinnernya seru, soalnya di saung yang didisain Sr Anna dengan ilham rumah di Papua. Ditemani semilir angin malam dan perbincangan seru, rasanya malam tak seharusnya berlalu begitu cepat.

Setelah dinner, ternyata putrinya Bu Anita Lie mau menginap semalam di susteran. Jadilah kami mengantarnya ke kamar tamu lalu berpamitan. Di mobil aku tanya ke Bu Anita anaknya ada berapa. “Ya cuma satu itu,” jawabnya. Wah, bisa nih sharing kapan-kapan gimana cara yang tepat membesarkan anak semata wayang. Soalnya menurutku anaknya cute en manis budi. Kali-kali aja ada kiatnya saat anaknya melewati tahap-tahap perkembangan yang penuh gejolak.

Aku bener-bener senang liburan kali ini, karena bertemu teman-teman. Berlalulah waktu-waktu sepi tanpa teman di Kota Tahu ini.

Main Prosotan

Kemarin siang kami pergi berenang. Sebenernya yang mau berenang cuma aku dan Jessie, yang laen cuma nganter. Pengantar di mana-mana selalu lebih banyak dari yang dianter, 3 banding 2. Walau begitu, tak gentarlah kami, terus aja berenang.

Mula-mula aku pemanasan, bolak balik dengan gaya dada. Lalu Jessie latihan kaki dengan memegangi tanganku. Abis, papan renangnya ketinggalan di Yogya sih. Jadilah tanganku ngegantiin fungsi papan renangnya. Abis latihan kaki, latihan tangan. Setelah istirahat minum dan makan tahu goreng, nyemplung lagi. Kali ini Jessie loncat dari tepian kolam terus langsung renang. Mula-mula sih semua lancar, tapi entah kenapa dateng angotnya: nggak mau ambil napas sendiri. Waktu aku nanya alasannya, begini jawabnya sambil sesenggukan nangis,”Aku cuma mau ambil napas kalo sama Pak Mul. Kalo sama mami aku nggak mau, hu... hu... hu... .” Wah, aku keseeel..... banget.

Begitu terdengar tangisnya, papinya cepet-cepet nutup laptopnya terus nyamperin kami. Dia mengajuk hati Jessie, sampe Jessie tertawa lagi dan mau lagi renang pelan-pelan. Tiba-tiba kepengin maen prosotan. Nah, itu dia. Aku juga sebenernya agak jiper, abis tinggi banget sih. Tapi aku berani-beraniin aja deh. Nah kalo aku nunjukin ketakutanku, kan dia jadi nggak mau nyoba. Wah, syukurlah airnya nggak begitu kenceng. Jadi di tengah-tengah prosotan bisa macet, nggak meluncur terus ke kolam renang. Sekali, Jessie dan aku sama-sama jiper. Dia pegang pinggangku erat-erat. Kali ke empat kami udah ketawa-tawa. Kali ke lima aku duluan, Jessie nyusul. Terus kita sama-sama merosot nyemplung ke kolam. Kali ke delapan, Jessie merosot sendirian, aku jagain di kolam. Yang ini dia nggak mau brenti-brenti. Papinya sampe capek motretin...

Akhirnya etelah merosot sendirian empat kali, kami mandi dan pulang. Nggak abis-abisnya Jessie cerita dengan bangga gimana dia berani nyerosot sendirian. Untung juga aku rada nekad, kalo nggak bisa-bisa Jessie baru berani nyerosot kalo udah gede kali. Dalam perjalanan pulang, Jessie nanya terus kapan bisa ke Surabaya dan main di Waterpark. Engkongnya cuma garuk-garuk kepala aja, lha ampir 70 tahun mau diajak nyerosot ama cucunya....

Kuda dan Naga

Salah seorang temenku tanya-tanya shio kami sekeluarga. Fokus perhatiannya tertuju pada shio aku dan anakku. Katanya kuda sama naga nggak cocok, bisa berantem terus. Antara percaya ama nggak nih ama omongannya. Sebagai orang yang mengerti kebenaran Firman Tuhan, shio-shio an emang cuma pertanda kelahiran aja, nggak mempengaruhi hidup orang. Tapi kenyataannya, emang kami sering banget berantem. Mulai dari yang remeh temeh sampai yang prinsip. Mula-mula seneng-seneng, terus mulai eyel-eyelan sampe akhirnya salah satu marah ato nangis. Kebanyakan sih yang nangis, ya anakku, soalnya aku lebih gedhe dan suaraku lebih keras... he... he... he...

Terus, menurut temenku juga naga itu shio besar, bahkan disebut raja udara. Jadi, kalo orang naga nggak bisa ditekan. Begitu ditekan, langsung keluar semburan apinya, alias ngamuk. Padahal, aku ini shionya kuda api, yang katanya orang-orang juga suka menginjak-injak. Nah lho! Tambah klop aja nih ketidakcocokanku ama anakku, kalo dilihat dari shionya.

Dari ngomong main-main aku jadi kepikiran. Kan nggak enak kalo rumah cuma diisi dengan pertengkaran dan teriak-teriakan? Lalu, liburan ini aku mencoba merunut kenapa aku dan Jessie sering bertengkar. Satu-satunya lelaki di rumah sampe pusing tujuh keliling. Ada beberapa momen signifikan ketika aku menggunakan metode bujuk rayu dan Jessie menurut. Momen pertama waktu dia berantem sama temennya. Aku omongin pelan-pelan, akhirnya Jessie mau menyerahkan kursi yang jadi barang rebutan ke temennya. Itu waktu dia umur 2 tahun 8 bulan. Momen kedua waktu aku insaf supaya menghilangkan perang pagi hari. Jadi aku nggak panggil-panggil Jessie supaya sikat gigi sebelum sekolah, tapi aku gandeng tangannya dan mengajaknya beranjak dari depan televisi. Itu waktu dia umur 3 tahun 2 bulan. Momen ketiga waktu dia keseringan ngeyel sampe aku yang nangis saking capek ati. Dia kaget liat aku yang biasanya galak sampe nangis. Itu waktu dia umur 5 tahun 5 bulan. Momen terakhir waktu aku berenang sama-sama dia di luar jam-jam les renangnya. Aku mencoba memaklumi keengganannya ambil nafas sendiri waktu renang gaya bebas. Ini waktu dia umur 6 tahun 3 bulan.

Dari momen-momen signifikan itu, aku melihat sebenernya bukan masalah shio sih, tapi lebih pada gimana memperlakukan Jessie sesuai dengan ciri khasnya. Tambahan lagi dia anak tunggal, jadi kendalanya banyak. Salah satu temenku bilang Jessie itu sensi banget, jadi mungkin aja Jessie jarang-jarang diajak becanda, he...he...he...

Satu lagi yang aku liat waktu merunut ke belakang, mungkin aku jadi kurang sabar karena Jessie mulai gede. Dulu waktu dia bayi, aku sadar harus menolongnya dan membantunya. Tapi waktu dia mulai mandiri, aku langsung memperlakukannya sebagai orang dewasa kecil. Kan salah besar. Jadi hasil merunut-runut ini, ada beberapa kesimpulan nih:

1. Aku harus bersabar, sangat bersabar dengan proses belajar Jessie, terutama dalam
upaya menjadikan dia anak yang mandiri.

2. Aku harus banyak mengurangi volume suara, wong yang denger ya cuma Jessie, bukan
orang se aula, he...he...he...

3. Kuda ama naga, ato naga ama ular, ato kuda ama ular, boleh jadi pertanda kelahiran aja,
bukan dijadikan patokan kerukunan orang. Ada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang sangat
berperan dalam membentuk kepribadian orang. Buktinya aku sama mamiku sekarang bisa
rukun, walaupun dari remaja sampe lulus mahasiswa breng terus.

4. Perkataan yang tepat pada waktunya kan seperti apel di pinggan emas? Nah aku musti
banyak belajar gimana supaya bisa menyampaikan perkataan dengan tepat. Kepada Jessie
khususnya dan kepada semua orang pada umumnya.

Never... never... give up and cheers me up!

DUERRR....!

Pernah nggak tabrakan sama orang di pusat perbelanjaan atau di pasar atau di mana aja? Kalo cuman tabrakan begitu sih sering juga ngalaminnya. Kata misuaku, mataku itu memandang jauh ke depan, jadi yang di sekitarnya kagak keliatan. Lha, jalan juga sambil mikir je, ha...ha...ha...

Tapi, kemaren aku apes banget. Abis capek-capek milihin sendal jinjit buat Jessie, terus ke bazarnya centro. Baru juga becandaan sama Lennot soal siapa yang pantes pake tank top, kejadian itu muncul deh.

Tiba-tiba di belakangku ada orang, Kali juga nggak tiba-tiba, cuman saking hot nya nih kami tertawa, jadi gak berasa. Bisa ditebak, aku balik, mau turun ke lantai dua. Dueerrr...., benturan deh.

Kalo benturan aja sih nggak apa-apa. Kan langsung minta dipersori. Efeknya itu, bo! Tercium bau badan yang sangat menyengat. Aduh, langsung aku tahan napas, supaya efeknya nggak sampe ke kepala. Nggak lucu deh, mau jalan-jalan en seneng-seneng jadi sakit kepala akibat bau badan. Begitu abis tahan napas seketika lamanya, dari belakangku muncul suara-suara aneh. Lennot lagi beraksi sambil ngerling-ngerling matanya, aku jadi ketawa lagi deh, sakit kepalanya keusir ama ketawa.

Heran, zaman maju begini masih ada yang betah ama bau badannya ya? Apa nggak ada yang bilangin dia ya? Waktu aku mahasiswa dulu, sekitar 20 tahun lalu, ada lho temen yang punya bau badan. Celakanya aku sering dapet tugas bareng dia. Nggak...., sama sekali nggak enak...., itu sih bukan bau khas orang, itu bau badan. Daripada pusing, tba-tiba aku dapet ide. Abis ngerjain tugas, pas ngelewatin toko kecil, aku ajak dia mampir. Terus aku suruh dia pilih salah satu dari deodoran 4711. Dengan tersipu-sipu dia milih juga, tentu aja didului ngomel-ngomel. Karena aku yang nyuruh, ya tanggung jawab dong ngebayarin, he...he...he..., harga sebuah sakit kepala.

Sembuh lho! Dia pake deodoran itu kira-kira seminggu deh, langsung sembuh. Bener tuh kata dokter kalo bau badan itu karena mandi kurang bersih, keringat berlebih, kalo keringetan nggak langsung ganti baju. Kalo udah parah emang musti diobatin alias dikasih deodoran, bukan minum antibiotikan. Tentu make deodoran sambil memperbaiki diri, supaya bau badannya bener-bener ilang, nggak kambuhan.

Bersih-bersih Attic

Salah seorang temenku pernah bilang kalo buku-bukunya belum dibongkar abis pindahan. Padahal pindahannya 6 tahun lalu. Hiii...., ngeri deh ngebayanginnya. Makanya, begitu ada yang mau bantu, langsung aku minta supa membereskan attic itu.

Luasnya yang 2,5 X 6 m2 ternyata masih nggak cukup buat menampung semua buku. Kalo dipikir-pikir, berapa tahun ya ngumpulin buku segitu banyaknya. Inputnya sih banyak, outputnya baru satu. Kalo liat buku yang bejibun kayak begitu, muncul rasa bersalah juga sih kenapa nggak mengasah kemampuan reflektif sehingga outputnya bisa lebih banyak.

Setelah semua buku dikeluarkan, tambah keliatan lagi kalo raknya nggak cukup, he...he...he..., jadilah buku-buku itu dikelompokkan menurut jenisnya, lalu ditumpuk dulu aja di sepanjang 6 meter. Yang penting udah keliatan rupanya. Jadi nanti bisa langsung dipilah-pilah lagi kalo pas ada waktu.

Nggak heran kalo temenku males ngeberesin bukunya, abis ngebongkarin begitu aja perlu seharian. Itu nggak selesai, jadinya musti dilanjutin rabu besok. Kayaknya kerjaan nggak abis-abis deh. Mustinya bersyukur ya, ada kerjaan. Coba kalo tingak-tinguk nggak ada kerjaan, bisa stress kali. Jadi aku ngejalanin aja hari bersih-bersih. Kan buat kami juga. Kalo nggak sekarang, kapan lagi?

Akhirnya selesai juga tuh bersih-bersihnya. Sampah en dusnya segudang deh.Kali kalo dipilah-pilah lagi bisa satu truk ya?

Sedikit demi sedikit

Biasanya sebelum les renang Jessie selalu tidur siang. Tapi kali ini lain. Di tempat tidur dia terbayang-bayang permainan dalam Princess and The Pauper. Akhirnya nggak bisa tidur.

“Boleh nggak Mom, aku nggak tidur siang? Aku nggak bisa tidur nih.”

“Nanti Jessie nggak kuat, kan nanti mau les renang?”

“Tapi aku nggak bisa tidur. Aku latihan keyboard aja ya?”

“Ya deh.”

“Mooom..., yang aku bisa udah abis. Boleh nggak aku main komputer?”

“Boleh aja, tapi nanti berenangnya yang pinter lho, nggak pake acara nangis-nangis?””Tapi aku nggak mau disuruh ambil nafas sendiri,” sambil geleng-geleng memelas.

“Kan Jessie mau jadi anak pinter. Ikutin aja apa yang disuruh Pak Mul, ok?”

“Tapi dua kali aja ya ambil nafasnya?”

“Lho, kalo dua udah bisa, ya pasti nambah, sampe Jessie bisa ambil nafasnya. Nggak apa-apa, kan dijagain Pak Mul. Deal ya Jes?”

“Iya deh, horee...”

Selama les renang, Jessie menepati janjinya. Apalagi ada temen sekelasnya yang baru ngeles dan sama sekali belum bisa. Dia tambah PD. Herannya, waktu disuruh latihan kaki dolphin, malah dia seneng sekali. Selesai memakai papan kaki dolphin, langsung tangannya. Sampe akhir sesi renang, Jessie masih mau latihan gaya dolphin. Apa ada ya kalo nggak begitu mahir gaya bebas, bisa renang gaya dolphin? Soalnya dulu pas les renang, bisanya cuma gaya katak, jadi nggak ngalamin tuh gaya-gaya lain.

Syukurlah, sedikit demi sedikit Jessie bisa mengatasi kekhawatirannya. Hari ini gurunya tau penyebab ketakutan Jessie (pernah melihat seorang bapak tenggelam di kolam itu), jadi nanti perlakuannya lebih sesuai.

Jadi timbul pertanyaan, apa traumatik itu menurun? Kayak-kayaknya anakku ini agak traumatik. Jadi kalo ada kejadian yang membuatnya tak nyaman, susah pulihnya. Ini yang ketiga selama 6 tahun ini. Pertama, minta ditemenin di kelas pas TK B karena aku nggak nemenin dia sama sekali di suatu siangpas istirahat. Kedua, nggak mau keramas karena melihat temannya jerit-jerit dikeramasin sama baby sitternya. Ketiga, takut berenang karena melihat ada yang tenggelam. Kalo ini menurun, berarti ada tambahan bahan penelitian.

Papa Sakit Jantung

Aku kaget sekali waktu Rabu sore Mama telepon. Katanya Papa sakit jantung dan diminta langsung opname. Aku kaget karena yang selama ini kelihatan ringkih itu Mama. Papa sih seger buger, orang sukanya turnamen golf kemana-mana, suka jalan-jalan, dan seneng memelihara ikan koi.

Untungnya Papa waspada. Jadi pas praktik di rumah sakit, dadanya sakit. Selesai praktik, dia ke bagian EKG lalu rekam detak jantungnya. Ternyata detak jantungnya buruk. Jadi nggak beraturan terus ada beberapa detik jantung itu berhenti berdetak. Jadi ahli jantung RS Bhayangkara melalui pak mantrinya meminta Papa opname. Salahnya hasil EKG nggak disertakan, jadi Papa mau ketemu sama teman sejawatnya itu dulu. Setelah selesai EKG itu memang dikasih obat 3 macem.

Setelah mendengar berita itu, aku langsung sms ade-ade di Jakarta. Mereka mendesak supaya Papa cek betul ke Surabaya atau Jakarta. Dia memang naksir mau ke RS Medistra yang pernah dimuat di Kompas tentang pengobatan jantung tanpa operasi.

Begitu mendengar berita itu, aku langsung teringat almarhum adenya Papa, yang juga meninggal karena sakit jantung. Gejalanya sama persis: masuk angin berhari-hari, nggak sembuh-sembuh. Hari terakhir, minta dikerokin, abis dikerokin badannya menggigil kedinginan, dibawa ke rumah sakit, tapi udah meninggal di taksi yang membawanya.

Emang sih Papa lebih mengerti tentang kesehatan, tapi dengan keseniorannya malah kadang-kadang mengabaikan anjuran anak-anak atau orang lain di sekelilingnya. Sampe aku nulis ini aku belum bicara dengan Papa. Moga-moga nanti malem ada waktu untuk telepon, soalnya adeku Buddhy memintaku membujuk Papa supaya segera check upyang betul.

Namanya manusia, jadi kalo udah umur-umur se Papa gitu mungkin ‘mesin’nya udah aus, jadi perlu lebih memperhatikan perawatan.

Buka Puasa Bersama

Senin sore Jessie dan keluarganya diundang buka puasa bersama di sanggar tari Natya Lakshita. Terus terang, kami datang tanpa tahu acaranya nanti bagaimana, soalnya mulainya dari pk 16.00. Padahal buka puasa kan sekitar pk 17.52.

Ternyata anak-anak itu disuguhkan cerita oleh pendongeng kondang yang namanya Pak Daryanto. Dia bisa menirukan berbagai suara dan persis banget sama aslinya (jadi inget iklan Fuji jadul). Jessie sampai terpingkal-pingkal ngedengerinnya.

Setelah makanan pembuka, mereka sholat dulu. Abis itu acara keakraban. Betul-betul ger-geran. Orang salawatan diiringi tabuhan drum amatir. Sampe aku nggak bisa brenti ketawa. Lebih heboh lagi waktu salah satu wali murid menyanyikan lagunya Uthe, Andaikan Kau Datang. Lagu sedih begitu bisa dibikin ceria, soalnya penyanyi latarnya itu ya para penari pria dewasa. Mereka biasa ngebanyol, jadi deh ruang ruko yang cuman segitu-gitunya dipenuhi gelak tawa. Terakhir para penari pria dewasa (jumlahnya 3 orang) tampil, nyanyiin lagu Bang SMS. Alamak, lagu itu emang kocak syairnya, walaupun nggak cocok sebenernya buat anak-anak. Tapi, goyangannya itu bo! Kalah deh penyanyi-penyanyi kondang yang bisa mamerin goyangannya di tv. Herannya, anak-anak kok ya hafal lagu itu...

Ini buka puasa bersama yang berkesan. Rupanya begini kalo seniman dan penari pada ngumpul...

Aki-aki nge-blog?

Dua hari lalu aku bertamu ke rumah seseorang yang sudah lumayan berumur. Taksiranku sih di atas 70 tahun. Aku agak khawatir juga, bagaimana harus menjaga tutur kata, karena dia kan senior citizen.

Setelah perkenalan, kami jadi akrab karena diurut-urut ternyata sama-sama dari kalangan kedinasan. Kalo aku anak yang dipindah-pindah karena ayahku pensiunan polisi. Kalo beliau pindah-pindah karena jabatannya di bidang hukum. Sekalian bergurau dengan isterinya juga. Feel like in my own family.

Lho,koq bisa berhubungan begitu? Ceritanya my dear friend Lennot yang ngenalin. Keluarga ini mau bikin foto keluarga lalu mau buat kaos seragam. Lennot ngenalin ke aku. Bisnisnya sih oke. Cuma aku jadi punya tambahan kenalan di Yogya ini, tambah luas sedikit karena beliau bukan dari kalangan yang biasa aku temui sehari-hari.

Kemarin aku ke sana lagi untuk confirm warna kaos, kali ini sama Lennot. Soalnya malam sebelumnya aku tidur pk 02.00, nonton film kekejaman Nazi. Jadi kalo ada temennya kan nggak mungkin ngantuk. Lalu, aku juga kepengen makan SGPC. Makan sorangan di sana sih, no way lah.

Jadilah kami ke sana dan gurauannya tambah gayeng, karena udah ada yang lebih dikenal. Saking serunya aku bilang ke aki itu, “Gimana kalo bikin blog? Ayo Len, kenalin blog deh.” Lha wong timpalan gurauannya masih yahud je, bisa-bisa ngalahin yang suka geguyon di blog, he...he...he...

Kenapa nggak kalo aki-aki mau nge-blog? Aki kenalanku ini dan juga mamaku yang dulu aku pernah posting dan sekian banyak angkatan terdahulu, belum kenal media ini. Tapi mereka punya kebijaksanaan yang diperlukan kaum muda. Aku ngebayangin aja kalau para senior citizen nge-blog. Apa ya nama blognya kira-kira? Iniblognyaaki.blogspot.com, wejangannenek.blogspot.com, momongcucu.blogspot.com, tuatuatokcer.blogspot.com, aduhboyokku.blogspot.com, atau....

Memasuki Usia 40

Selamat tinggal kepala 3, begitu kata temenku saat aku memasuki usia 40 tahun di hari pertama bulan ini. Memang tak terasa rentang waktu 10 tahun yang aku jalani. Ketika memasuki kepala 3, aku menikah. Sekarang, memasuki kepala 4, apa ya yang sudah aku lakukan di dalam hidupku.

Beruntung banget ada bunga-bunga kehidupan yang senantiasa mekar di sepanjang jalan hidupku. Ada sih rentang waktu di mana aku hanya melihat rumput kering kerontang, tapi di sela-selanya ada juga bunga kecil berwarna kuning cerah. Perjalanan kehidupanku menyiratkan penyertaan Tuhan yang tak pernah berkesudahan.

Pernah down nggak? Ya pasti pernah, namanya juga orang idup. Aku pernah denger, stress itu biasa buat orang idup. Kalo udah nggak stress dan hidupnya aman – rata- tanpa variasi, itu tanda-tanda kematian. Lihat aja grafik jantung kalo orang dioperasi, kan nak turun? Kalo udah garis rata, plus bunyi tiiiiit....., berarti dut alias game poin.

Memasuki usia 40 ini juga aku masih diperkenankan melihat pertumbuhan anak semata wayang. Hubungan antar pribadi dalam keluarga juga mulai tertata. Rasanya penyertaan Tuhan kayak ngajak aku main teka-teki silang. Mungkin itu akibat dari kesukaanku ngebeliin Jessie teka-teki silang ya? Banyak sekali clue yang Tuhan berikan dalam kaitan aku sebagai istri dan ibu. Rupanya ini latihan supaya aku menjadi orang yang peka terhadap suami dan anak. Nggak kebayang deh kalo salah satu jauh dari aku, bisa sepi deh hidupku.

Memasuki usia 40 ini juga aku dilimpahi teman-teman yang mau menunjukkan kasih sayang mereka. Biasanya aku berkawan dengan kaum pria, tapi tahun ini aku dianugerahi empat kawan perempuan yang sejiwa ama aku: tomboy, suka jalan, suka makan, apa adanya, jauh-jauh dari jaim, suka ketawa, suka becanda, pemakan segala (nah lho?!). Ada sih satu yang feminin tapi kehadirannya justru memberi warna tersendiri. Supaya kami yang bertiga ini nggak lupa diri, apalagi kalo lagi becanda, he...he...he... Yang penting satu dengan yang lain itu interaktif sekali, jadi rame kalo tiap minggu kumpul. Ada satu sih yang feminin, tapi dia. Momen kayak gini yang aku sebut bunga-bunga bermekaran.

Terima kasih Tuhan buat kehidupan yang Engkau anugerahkan. Tiap pagi aku selalu mendapat kekuatan dari hadir-Mu.