Plat Kuning vs Plat Hitam

Kemarin malam kami menghadiri pesta pernikahan anak salah satu temenku. Cukup lama juga menanti kehadiran sang pengantin. Tapi, itu biasalah karena mungkin banyak persiapan ini dan itu.


Yang bikin agak terganggu itu ada salah seorang yang lalu lalang di pesta dengan bahu terbuka, tapi ada tato di punggungnya. Mula-mula sih aku nggak memperhatikan, tapi karena orang ini muter kayak gasing ke sana dan ke sini, akhirnya tertangkaplah tato itu oleh mataku. Aduh, kesian banget ya aku nih, nilai kecantikannya langsung nol. Dandanan heboh rambut dan keindahan bajunya jadi nihil semua.


Apa aku udah tergolong tua ya? Mungkin aja kan bagi tuh lady tatonya itu diperoleh dengan susah payah. Di punggung lagi. Kan ngerjainnya juga rada susah, musti buka baju segala. Belon lagi rasa sakit yang dialami. Pasti dia udah mempertimbangkan itu semua, maka jadilah tato itu.


Nah, tua nya aku nih muncul kalo ada yang nyleneh begitu. Kenapa kulit yang mulus-mulus musti ditato jadi ada motifnya begitu? Okelah, itu kuno. Tato kan bisa nambah sexy yang punya, apalagi kalo di tempat-tempat rahasia yang nggak saban waktu diliatin sama orang: belahan gunung putri, punggung, pinggang, deket pusar, dekat belahan pantat, paha sebelah dalem, or wherever lah. Nah, sedikit keluar dari kekunoan: boleh deh kalo itu demi orang tersayang, suami atau istri. Lhah, kalo sampe buat konsumsi umum? Gimana dong modernnya?


Jadi inget ade bontotku. Istrinya punya postur yang quite okay. Nggak gede tapi juga gak mungil. Lalu di suatu liburan kami jalan-jalan ke MTA dan banyak sekali baju-baju yang cantik buat dipakai iparku. Waktu aku usul supaya dia pake yang begitu juga (yang tali bahunya tipis, yang pendek sampe keliatan pusernya, yang ngepres banget sampe kayaknya tuh baju kekecilan, dll.), dia bilang begini, “Nggak ah. Nanti dikira plat kuning, lagi! Ini kan plat item, cuman buat my hubby aja.” Yang ngomong begini nih umurnya 8 taon lebih muda lhoh…


Sekarang pilih aja, mau plat kuning apa plat item, hehehe…

Sendiri

Wah, hari ini bener-bener deh! Ngiter kemana-mana dari jam 9 pagi sampe jam 3 siang baru pulang ke rumah. Sampe tadi waktu dating ke rumah temenku yang berulang tahun, rasanya dingiiin gitu. Abis, panas bener di jalanan.


Ceritanya aku dapet order ngebikinin kaos ultah seorang anak. Disain kaos semua dari usaha kami. Berhubung desainer kami meniggal, aku turun langsung. Ternyata….., ngedapetin ide bukan maen sulitnya. Pake acara merenung segala en mengerti karakteristik yang mesen. Buat orang kayak aku, merenung bukan perkara kecil. Salah-salah bisa bingung sendiri. Perlu waktu sekitar 3 hari buat catching the idea. Untunglah di dekat tempat tinggalku ada setter jagoan. Kemaren aku numpahin ideku di sana, lalu dibikin deh sama dia. Setelah itu, aku rundingan sama kongsiku, karena mata dia lebih awas dan jeli liat pola warna yang jatohnya bakalan bagus di kaos. Hari ini aku perbaiki semua dan selesai deh.


Itu baru satu urusan. Kepalaku tambah teng-tengan waktu denger ada salah satu mahasiswaku mengundurkan diri dari studinya. Aduh, mak! Koq bisa begini hari ini? Sampe aku agak kena semprot juga karena kebobolan. Nah, itu lho. Kedalaman jiwa dan kerusakan yang ada di sana bikin orang bisa geleng-geleng. Mau gimana lagi, wong penampilannya oke? Ternyata jiwanya carut marut.


Selesai itu aku harus nge-brief rekanku. Dia sih pinter dan mumpuni, tapi waktuku nyerepek banget, jadi deh aku lakukan dengan terburu-buru. Sayang juga tapi daripada sama sekali nggak ada briefing?


Untunglah Jessie sangat mengerti kesibukanku hari ini, jadi dia ikut aja, malah sempet maen sama temenku waktu aku nge-brief. Begitu sampe rumah, ganti baju, terlelaplah kami semua. Ups, tapi masih ada rapat nanti malam, he…he…he…, bener-bener kayak lone ranger!

Jiwa yang Terluka

Kemarin aku sama Mel langsung sedih waktu kami membicarakan disain kaos. Siapa lagi yang kami ingat bersama kalo bukan Mas Janni? Disain ini yang terakhir kami rembug bersama akan dibuat kapan. Tiba-tiba saja Mas Janni berangkat. But, the life must go on, so we decided to keep move on.


Sebelum itu aku dengar Mia tanya sesuatu sama mamanya lalu diakhiri dengan pernyataan, “Tapi kalo Mama nggak boleh ya nggak apa-apa.” Biasanya Mia nggak pernah bilang begitu, mungkin dia tahu sekarang beban mamanya berat setelah kepergian papanya.


Nggak heran kalo tiba-tiba aja aku pengen nangis, apalagi kalo denger ucapan Mia kayak gitu. Hhhh….., jiwa yang terluka memang susah untuk dilihat dan diperbaiki. Cuma kasih yang besar yang mampu membalut luka itu hingga sembuh total. Tapi, siapa yang memiliki kasih yang sedemikian besar? Mungkin hanya Tuhan…


Itu kalo dari pengalaman temanku sendiri. Nah, yang lagi marak sekarang ini kan perselingkuhan, sampe ada buku yang judulnya terang-terangan mencantumkan kata selingkuh. Nah, aku coba-coba membayangkan andaikata orang dikhianati pasangan hidupnya, padahal dia percaya 100% sama pasangan hidupnya itu. Kayak apa ya perasaannya? Apalagi kalo itu dilakukan oleh sahabatnya sendiri? Wah, bisa-bisa itu kayak ditusuk dari belakang terus pisaunya itu diuntir-untir di lubang lukanya. Hih, ngeri!


Jadi, yah jiwa yang terluka itu memang sulit disembuhkan, apalagi kalo orang yang terluka itu nggak mau ngomong sama siapa pun. Mending-mending ada temen curhat, kalo dipendem sendirian? Pelampiasannya itu yang macem-macem, dan itu bikin tambah ngeri akibatnya. Dari berbagai kasus yang aku temui, ada satu harapan yang teteup aku lihat: kuasa pengampunan. Walaupun proses melupakan setelah mengampuni itu juga nggak enteng, tapi bisa ditempuh. Kan udah punya contoh Tuhan Yesus yang mengampuni orang-orang yang telah menyalibkan-Nya? Itu sih lebih sakit dari pisau yang diuntir-untir tadi. Kalo ada teladan, pasti bisa dilakukan. Sekarang tinggal peran orang-orang yang mengasihinya di sekelilingnya, mampu nggak mereka menerjemahkan kasih Ilahi itu dalam hidup mereka sehingga si orang terluka itu sembuh total?

Selesai

Lega sekali hari Sabtu kemarin waktu nganter anakku sekolah. Melihat wajahnya yang berseri-seri dan siap ujian bahasa Inggris seolah seperti jaminan bahwa semester ini akan berlalu dengan baik.


Kenapa aku lega? Karena aku nggak bisa seratus persen mendampinginya. Pikiranku larut dalam kedukaan dan berbagai hal yang serempak terjadi di minggu ini. Syukurlah Tuhan memampukan aku melewati semua itu dengan baik. Selain itu, Jessie itu pengen sekali jadi juara 1. Nggak usah mikir alas an yang muluk-muluk di balik keinginannya itu…..dia pengen karena mau dapet hp. Aku ngejanjiin begitu.


Apa aku nggak tahu kalo isi kelasnya anak pinter-pinter? Tahu sekali, tapi di mana-mana banyak anak pinter je. Apa aku hanya memberi janji kosong? Dalam hati aku bangga juga kalo anakku juara 1, tapi nggak pernah aku ungkapkan. Khawatir nanti anaknya tertekan. Tapi, yang melebihi itu semua adalah senengnya ngeliat dia begitu semangat dalam belajar, membuat peer dan membuat prakarya.


Minggu ini semua udah selesai. Betul-betul lega. Besok udah santai dan bisa ngapa-ngapain tanpa terbeban dengan belajar. Bener-bener Ebenheizer, sampai di sini Tuhan menolong kita.

He's Gone

Di kebaktian Minggu pagi aku mendengar pengkhotbahnya mengatakan kalau hidup ini harus dijalani dengan sebaik-baiknya, karena hari ini masih beraktivitas besok tiada. Aku nggak nyana kalau hari itu juga aku mengalami kehilangan. Tak disangka-sangka, tak diduga, tanpa pemberitahuan dan tanpa tanda-tanda.


Suami kongsiku dalam usaha kami meninggal dunia karena terkena serangan jantung. Begitu mendadak dan prosesnya sangat cepat. Sesudah jenazah di ruang mayat PUKY, aku mengobati kehilangan dengan berduaan saja bersama beliau. Istrinya pulang ambil baju untuk dipakaikan sesudah dimandikan, pelayat yang lain sibuk dengan kursi dan tetek bengeknya. Aku di sanalah dengan almarhum. Herannya aku nggak takut atau gemetar, bahkan aku melihat saat ia dimandikan dan dipakaikan baju.


Hari-hari perkabungan terasa sarat awan duka, karena sebenarnya 3 December aku janjian akan merundingkan disain kaos, tetapi ia berpulang sehari sebelumnya. Istri dan anak-anaknya kerap menangis sesenggukan, seolah-olah ingin mengatakan ini Cuma mimpi. Malam itu aku pulang dari rumah duka pk 02.30, beriring-iringan mobilku diantar saudaranya. Dari perbincangan sekecap-sekecap dengan temanku itu, aku sedih melihat betapa tidak siapnya keluarga yang ditinggalkan. Tapi kenyataan harus terus dijalani, peti harus ditutup dan akhirnya kami tak bisa lagi menatap Mas Janni.


Setelah empat hari disemayamkan, hari ini beliau dimakamkan. Aduh, rasanya gimanaaa… gitu, semua menjadi tidak pasti. Berkali-kali temanku berkata dalam pelukanku, “I don’t know Mar, I don’t know. Seems like a dream.” Belum pernah aku merasa kehilangan seperti ini, rasanya ada yang semplah.

Betullah yang dikatakan C.S. Lewis, kedukaan ini tak dapat diatasi, tapi proses kedukaan harus dijalani. Entah sampai kapan aku akan terus mengingat Mas Janni yang duduk di meja tulisnya menerima pra design kaos yang diorderkan kepadaku. Entah sampai kapan aku akan terus terkenang caranya mengisap rokok ketika kami merundingkan design. Entah sampai kapan juga aku kehilangan ketelitiannya yang luar biasa terhadap mutu jahitan dan potongan kaos. Belum lagi suaranya ketika meminta tukang potong dan tukang jahit kami membetulkan jahitan yang merot-merot. Tapi setidaknya aku memiliki kenangan karena kaos ultah Jessie adalah hasil rancangan Mas Janni. Lighting dan pilihan lantai rumah kami adalah karena arahannya. Hanya saja hadiah kepindahan ke rumah baru yang sudah disiapkan Mas Janni tak akan pernah sampai ke tangan kami karena beliau sangat repot sampai tertunda-tunda disampaikan kepada kami lalu hadiah itu dipecahkan pembantunya.


Selamat jalan, Mas. Kami percaya dirimu sudah bersama dengan Tuhan Yesus. Aku berjanji bersama istrimu akan meneruskan usaha ini dengan standar seperti yang Mas Janni idamkan.

Nonton Butet

Rasanya kayak kehausan di padang gurun terus dapet setetes air. Sejuk tenann. Begitu deh perasaanku waktu nonton monolognya Butet Kertaredjasa. Lakon Sariminnya sih buatku nyentil-nyentil nyegerin, cuma suasananya itu lhoo…


Idup dan tinggal di Yogya kayaknya belon lengkape kalo gak neyntuh ranah seninya. Sewaktu mahasiswa aku dan temen-temen kos paling seneng kalo hari kemerdekaan. Bukan sok patriotis sih, tapi memperingati kemerdekaannya itu yang sangat nyeni. Kita pada duduk di halaman gedung pusat, lalu temen-temen teater dan mahasiswa yang tergolong berani buka mulut pada manggung. Ato kalo UGM ngedatengin musisi jazz kawakan macem Bubi Chen. Wah, kalo itu aku bela-belain deh nonton, walopun aku dan Wanwan keluar dari kos udah malem banget, duduk di rumput, banyak nyamuk, sikat terus bleh!


Kegembiraan itu nyaris lenyap, sampe anak kami ternyata doyan berkesenian. Dia seneng nari dan otomatis kami juga ikutan ke komunitas tari. Lalu datanglah pentas monolognya Butet, jadilah kami juga masuk ke dalam komunitas teater yang ngerakyat. Gara-gara bapak ibunya nonton teater yang termasuk malem acaranya (mulai pk 20.00), dia ikutan deh. Aku yakin 1000% kalo dia nggak ngerti apa yang diketawain orang dari monolog itu, tapi dia bisa ngerasain suasana teater yang merakyat.


Kali ini aku nonton bukan sekeluarga aja, alias tiga orang, tapi sama temen-temen terkasih. Nggak nyangka juga mereka pada demen nonton yang merakyat kayak begini. Nggak adalah AC ato nomor kursi di Purna Budaya. Tadinya juga pengen nonton yang lesehan, secara lebih ekonomis gitchu…! Tapi udah ludess, jadi kita ambil yang di tribun. Terus waktu nunggu di depan pintu masuk juga para calon penonton seenaknya aja ngerokok. Yah, begini ini kondisi rakyat.


Singkat kata, seru deh nonton kali ini. Saking serunya, jadi laper lagi. Abis nganterin temen-temen maunya ke lesehan Bang Ucok, tapi udah pk 22.30, kejauhan lagee… ke depannya hotel Garuda. Nongkronglah kami di warung tenda depannya ruko sanggar tarinya Jessie. Nyam…nyam…nyammm, jiwa senang, perut kenyang, langsung zzzz.

Iga Sapi Bali

Beberapa minggu lalu misua diajak temen-temannya menyantap iga bakar. Kayaknya jenis makanan ini lagi popular di Yogya. Soalnya, waktu rapat Selasa malam kawan-kawan juga rame ngomongin iga bakar.


Penasaran juga, tapi inget sama janji terhadap diri sendiri supaya jangan sering-sering makan daging merah kayak sapi, kambing, dll. Jadi walaupun penasaran, teteup gak ngebet. Kemarin malam di rumah cuma masak nasi (ha…ha…ha…) sama goreng teri dan kacang tanah. Biasa…, mengingat masa kecil, yang susah makan dan doyannya cuman teri medan dan kacang tanah. Ternyata itu nurun tuh, anakku juga suka banget makan kemaren malem.


Begitu misua dating, koq ya langsung kepikir iga bakar. Pergilah kami ke sana. Agak di utara Yogya, tepatnya di Jl. Damai, deket resto Jimbaran. Begitu ada perempatan dan rumah bata di ujung gang, langsung belok kiri. Dari depan gang udah keliatan lampu-lampunya. Wah, kaget juga begitu baca plang namanya: Iga Sapi Bali pertama di dunia. Buset, koq selama ini gak pernah denger ya?


Menunya pedes-pedes. Supaya Jessie bisa ikut makan, iga bakarnya Cuma bakar kecap aja, gak pake bumbu racikan mereka. Begitu dating, langsung deh kebayang enaknya. Empuuukkk… banget dagingnya. Sampe minyak yang ada di dalamnya juga ikut meleleh. Tarikan keju di iklan Pizza Hut aja kalah deh ama ini. Kita belah-belah dulu tuh iga, supaya yang dalemnya bisa buat Jessie karena dia gak tahan pedes. Abis itu baru deh digerogotin tulang iganya. Gede banget tuh iga. Lha iya lah, kan iga sapi, mana ada iga sapi segede iga babi, he…he…he…, itu namanya ngewrinkle, ha...ha...ha....


Batal deh janji ama diri sendiri, abis iganya membuatku mana tahaan….! Kalo papi mamiku ke sini mau ajak mereka makan itu ah, pasti suka. Empuk, harum, tempatnya juga eksotis desa dan gak terlalu mahal.

Imaji Nakal

Kalo jadul ada orang selingkuh di hotel yang bisa disewa jam-jaman, di meja kantor ato di resto terpencil, sekarang ada tempat yang lebih aman lagi. Dijamin nggak akan ada yang tau, apalagi sampe digosipin, terus gratis bo.


Namanya orang, kan mau tuh sedikit variasi. Bosen deh ngurusin anak mulu. Tapi dua tiga taon ninggalin dunia sesehari kan juga berarti temen maennya ilang. Sabar…, sabar…, sabar…, tuh anak kan tambah gede? Makin dia gede, makin ambisi dong ortunya. Pokoknya yang dulu nggak sempet dicicipi, sekarang harus bisa dicicipi anaknya. Mata dan telinga juga dipasang siaga 200%. Kalo ketemu sesame ibu-ibu yang dingomongin di mana tempat les yang bagus.


Mulia kan kalo kita keluar rumah dengan tujuan nganter anak les? Kalo bukan ortunya sendiri, siapa dong yang mau ngejagain anak sendiri? Lagian ada nilai plusnya tuh, ketemu temen ngerumpi, bisa jadi tempat curhat, bisa hang out kemana-mana, dan kalo bablas bisa sir-siran. Hah, apa betul? Lhah, kan cinta karena biasa ketemu teteup berlaku sampe sekarang? Waktu ketemu dua jam setiap minggu kan cukup? Belon kalo anaknya sama-sama ngeles di berbagai minat, di tempat yang sama, kan bisa lebih dari dua kali dalam seminggu?


Di mana dong tempat buat mesra-mesraannya? Yah, di tempat yang paling nyaman dong, jok depan, manfaatin reclining seatnya. Tambah yahud lagi karena bisa sekalian goyang depan belakang.


Udah ah, stop imajinasinya. Stop sampai di sini aja.

Beli Gudeg

Dari kemaren malem, gigi misuaku ngilu di bekas tambalannya. Aku sendiri nggak tau gimana rasanya tuh sakit gigi, soalnya gigiku kan kena tetraciclyn pas balita, jadi gak pernah sakit gigi. Cuma kalo dia sampe keluar air mata, berarti udah sakit bener deh. Hih.., ngeri!


Jadi, waktu aku beli dua gallon aqua di toko Renes, sebelahnya ada yang jual gudeg. Iseng-iseng aku ke sana, siapa tau ada buburnya. Setauku sih orang sakit gigi tuh paling afdol kalo makan bubur. Eh, ada! Langsung deh aku ngantri beli.


Mulai deh pergumulanku. Aku tunggu, si ibu tua yang jualan gudeg itu pelaaaan sekali ngebungkusin pesenannya. Padahal yang mesen tuh nggak cuma 1 ato 2 orang, dan tiap orang ada yang mesen dua bungkus yang isinya laen-laen. Kali keliatan ya ama yang jual (mata tua kan biasanya bijaksana dan bisa baca sampe ke dalem jiwa) kalo aku nggak sabaran nunggunya. Makanya pelayanannya agak dicepetin.


Aduh…aduh…, ilang beneran deh kesabaranku. Kayaknya kalo dulu bisa tuh ngantri gudeg sambil ngobs sama orang nggak dikenal di kanan kiriku. Sekarang dikit-dikit aku liat jam, abis banyak kerjaan udah nunggu, mana misua berangkat teng jam 7.30. Mana nafsu lah ya ngobs ama ki ka ku. Yang khas dari penjual gudeg begini itu, dia jualan dan terimain duit dengan tangan yang sama, jadi andaikata beli gorengan, tuh gorengan udah ada vitaminnya dikit, vitamin duit, ups! Terus lalernya juga banyak.


Kalo bukan demi misua yang lagi sakit gigi, kayaknya aku juga mikir-mikir tuhkalo mau mampir ke situ. Abis, nyari yang jualan gudeg laennya di sepanjang Jl. Magelang juga paling-paling ampir mirip deh sikonnya. Coba ah aku usulin sama warung langganan gudegku, namanya Warung Bu Joyo, supaya jualan bubur juga. He…he…he…, mau enak di aku aja nih.

Dilepas

Baru sekali ini aku nggak maksain Jessie belajar bahasa Jawa. Biasanya kan suka aku paksain supaya dia belajar, walau tertatih-tatih, tapi kelar gitu lhoh. Kali ini buat egoku aja ya, mentang-mentang dulu pernah les bahasa Jawa. Sebenernya aku udah protes waktu ortu dikumpulkan sekolah tentang pelajaran bahasa Jawa ini. Tapi dipikir-pikir kalo nih anak kagak belajar bahasa Jawa, nanti kayak ikan berenang di minyak, bukan di aer. Dengan laen kata, dia akan terasing dari lingkungannya. Cuma ya itu..., jatuh bangun belajarnya.

Sekali ini, bahannya bener-bener bikin kapok. Bayangin deh, suruh ngapalin yang namanya godhong alias daon bermacem-macem tumbuhan, terus kembangnya, terus nama pohonnya dalam bahasa Jawa. Abis gitu sekalian digeber suruh ngapalin nama-nama hewan dan anaknya. Kesian ngeliat dia berulang-ulang ngapalin kagak masuk-masuk. Pagi hari sebelum berangkat sekolah masih ngulang satu kali lagi. Tapi ngeliat dia berusaha dengan susah payah tapi kebalik-balik terus, akhirnya aku ngalah. Yang penting-penting aja yang aku minta dihapalin, yang laen dilepas aja.

Waktu didrop di pintu sekolah, aku cuma pesen begini, “Ok Jess, yang santai, yang tenang, asal bisa ngerjain aja.” Dia jawabnya begini, “Ya deh Mom. Kayak ulangan Mandarin kemaren kan? Buktinya kalo aku tenang malah bisa dapet 98, kalo tegang jadi susah nginget-ngingetnya.” Aku mantep deh ninggalin dia buat cari order dan bikin karya. Ha…ha…ha…, kalo dipikir-pikir malah lebih psikologis dia disbanding emaknye. Rada sakti juga sih tuh anak. Waktu ulangan mandarin itu juga sebenernya aku udah mau nyerah, tapi aku terusin pelan-pelan. Mana malemnya aku dan Jessie jalan-jalan sampe jam 10.30. Dia Cuma lupa satu karakter kecil dalam tulisan hanzi “ikan”. Fuih….

Biarin deh bahasa Jawa agak turun nilainya, untung cuma dijadiin ekskul, bukan mata pelajaran yang diberi nilai mati. Yang penting anakku nggak stress. Kalo stress karena dirinya sendiri maunya dapet 100 sih nggak apa-apa, tapi kalo stress karena emaknye mau dia dapet nilai bagus, jangan lah. Kecil-kecil koq udah tertekan, gimana nantinya kalo udah gedean dikit?

Dunia Mistik

Wah, ini topic seru buat dibahas. Kemaren sih aku ikut sebuah pertemuan yang membahas tentang dunia mistik. Terus terang aja, gerejaku ini amat sangat jarang membahas masalah-masalah keik gini, jadi peminatnya banyak.


Dari cerita-cerita berdasarkan pengalaman itu aku jadi ngeh bahwa di tempat-tempat yang katanya rumah Tuhan juga banyak hantunya, bahka hantu-hantu itu berlari-larian di saat pendeta berkhotbah. Bukan lari ketakutan lho, tapi lari-larian bermain, nah lho…! Itu diceritakan seorang yang parmatabegu (bhs Batak yang kurang lebih artinya indigo, mohon map nih kalo salah menuliskan istilahnya). Ih…, serem deh. Bukan cuma itu, dia bisa lihat seseorang yang selalu diikuti oleh sinar merah api, ke manapun orang itu pergi. Jadi kalo orang itu kebaktian, ya sinar merah itu juga ikut ‘duduk’. Makin hebring kan?


Ada juga remaja yang niat hati mau rekreasi ke Lawang Sewu bersama-sama dengan teman-teman paduan suara, malah keliatan hantu dengan bermacam-macam wajah dan tampilan. Akhirnya anak remaja ini nggak jadi rekreasi malah stress.


Sepintas kayaknya menyenangkan punya kemampuan melihat yang tidak terlihat. Ini bukan termasuk sixth sense deh kayaknya? Keluar sebentar dari dunia mistik, di fak TP kira-kira 15 tahun yang lalu, ada seorang mahasiswa yang matanya bisa melihat renik halus. Anaknya sampe stress. Gimana nggak stress kalo ngeliat di air minumnya ada yang berenang-renang, di makanannya ada yang uget-uget, di sendok garpu yang mau dipakai ternyata masih banyak kotorannya? Nah, mungkin begitu juga orang yang bisa melihat yang tidak terlihat.


Pertemuan itu ditutup dengan himbauan supaya semakin mendekatkan diri kepada Tuhan dan bergaul erat dengan Firman Tuhan, artinya jangan cuman baca tapi juga memahami dan melakukannya. Bagiku, dunia mistik itu nggak bisa disangkal keberadaannya. Pasti ada dimana-mana. Hanya satu keinginanku, supaya Tuhan menutup diriku sehingga nggak punya kemampuan melihat-lihat yang begituan. Soalnya udah dua kali aku berjumpa dengan orang dan hatiku mengatakan kalo orang ini akan meninggal. Hati kecilku bimbang, iya kalo bener. Kalo nggak? Kan bisa bikin orang ketakutan, cemas, stress? Orang pertama meninggal betul nggak lama setelah di hati kecilku berkata begitu dan aku mati-matian melawannya. Lhah, itu oomku sendiri, mana tega lah. Begitu tanda itu muncul lagi, aku langsung minta teman-teman satu kelompok mendoakan firasatku. Jangan sampe ah kejadian lagi. Yang kedua Tuhan mengabulkan doaku, orangnya nggak meninggal.


So, aku Cuma bisa bilang berkali-kali ke diriku sendiri: be alert… be alert!

Pindah Tuan

Aku inget sekali waktu kecil pernah ditanya Papa, “Buat apa sih kamu beliin buku-buku kayak begitu? Kan enakan minjem di perpustakaan terus uang jajannya bisa untuk beli yang laen.” Tau nggak jawabku waktu itu. Nggak make sense banget kalo diliat dari sekarang, “Kan nanti buat dibaca anak-anakku?” Papa hanya bisa mengggeleng-gelengkan kepalanya. Dan menyisihkan uang jajan untuk dibelikan buku terus berlanjut hingga aku SMA. Tiap hari Sabtu, waktu uang jajanku udah cukup banyak terkumpul, aku pasti pergi ke Gramedia. Di sana aku beli buku-bukunya Laura, Enid Blyton dan seri Berburu.


Saat ini aku sedang memberlakukan rule untuk tidak membeli buku. Maksudku biar Jessie terpancing menulis karena udah nggak ada lagi yang bisa dibaca. Tapi ternyata lain. Buku-bukunya dibaca ulang, nulisnya mah nggak.


Libur lebaran kemarin kami pulang ke Kediri. Dia nggak punya buku untuk dibaca. Langsung dia nyari-nyari di lemari bukuku. Ketemu deh, buku-buku yang puluhan taon lalu aku kumpulin “untuk dibaca anak-anakku”, he…he…he….! Langsung jadi santapan hariannya. Dia tertarik sama seri Si Badung. Alhasil selama liburan itu hampir habis dibacanya satu buku itu.


Sesudah sampai di Yogya, dia teringat kalo Si Badung itu banyak serinya. Akhirnya setiap kali emanya telepon Jessie selalu minta dikirimin buku-buku seri Si Badung. Sampe pusing Mama kalo ditanyain kapan ngirimin seri Si Badung. Jadilah Mama kirimin semua buku-bukuku itu, supaya nggak bolak balik ditagih cucunya yang doyan baca ini.


Akhirnya buku-bukuku pindah tuan deh. Tuannya yang sekarang masih kecil. Kadang-kadang ada kata yang asing baginya, kayak penganan, dll bahasa jadul gituan. Lumayan juga buat nambah kosa katanya. Dulu aku baca buku-buku itu waktu aku SMP, sekarang Jessie baca buku-buku itu waktu umur 7 tahun. Kebayang kan majunya zaman sekarang?

Don't Come Back

Minggu sore kemarin ada konser Indonesian Young Musician Performance 2007. Karena Jessie les di Amabile, dia dapet undangan gratis untuk tiga orang. Jadi pergilah kami berempat sama Joan.

Aku sibuk ngejelasin ke Jessie kalo nonton pagelaran musik klasik nggak bole rebut, nggak boleh mondar mandir, hati-hati dalam bertepuk tangan, nggak boleh cerita sendiri kalo ada yang maen alat musiknya. Lama-lama dia jengah juga, soalnya biasa nongkrong di komunitas tari yang bebas sebebas-bebasnya, he…he…he…

Pesertanya ada 38 orang. Dari 10 peserta yang tampil pertama, Jess and Joan keliatannya cukup menikmati. Tersu mulai dating bisikan, “Tante…Tante…, aku emang mau pipis, tapi bisa koq aku tahan.” Aku udah mulai deg-degan nih. Bener aja, pas duet piano sama biola, Joan bener-bener nggak tahan. Begitu abis lagunya, langsung tuh anak dua pada lari ke kamar mandi. Abis pipis, mereka lega lalu mulai nggak bisa diem. Tengok kiri tengok kanan, dadah-dadahan sama temennya yang kebetulan juga ikut tampil, bisik-bisik, dll. Terus aku nanya misua gimana kalo dengerin musik klasik, “Yah biasaa…., rada ngantuk dikit.” Lalu aku nego sama misua, soalnya anak-anak udah gak betah, apalagi juga udah pk 16.30. Cuma nggak langsung keluar, soalnya performance 11 bagus banget lagunya. Kalo yang begini aku demen nih. Klasiknya ada, nada pentatonisnya juga ada, jadi tuh lagu nggak asing-asing banget. Siapa lagi penciptanya kalo bukan Jaya Suprana? Akhirnya pas performance 12 selesai, kita ngaciiirrr….

Weh, kalo Jessie ting tang ting tung latihan begitu di rumah, jangan-jangan sahabat karibku yang namanya neuralgin bisa come back. Masak pusing-pusing saban denger anak ontang anting latihan? Padahal kalo klasik tuh musti latihan di rumah minimal dua jam, je. Menderita dong emaknye. Makanya Jessie dilesin piano pop aja, yang ketauan lagunya, yang bisa dinikmati. Siapa tau emaknye mau dengerin lagu kucing garong, kan dia bisa maenin? Terus koq aku sampe bela-belain dia ngeles di Sekolah Musik Amabile? Denger-denger sih itu sekolah musik yang bagus di Yogya. Yah, pertama-tama sih karena gurunya Jessie udah nggak bisa lagi ngelesin karena sibuk kuliah. Kedua, karena kalo bisa Jessie dapet dasar yang bagus, yang bisa ngeluarin bakatnya. Ketiga, supaya Jessie punya saluran emosi. Jadi kalo lagi sedih bisa maen piano untuk menghibur hatinya, atao bisa sekalian nyiptain lagu buat mengeluarkan perasaannya. Itu sih pertimbangan sederhanaku sebagai ibu. Aku bisa apa lagi kecuali menyediakan sarana yang terbaik buat dia? Maklum, orang campuran sanguine melan tuh musti punya pelampiasan yang sehat. Kalo nggak, bisa jadi kutu loncat atau jadi orang yang memandang dunia dengan kaca mata negatip mulu.

Cinta Mati

Hapeku tiba-tiba suka mati- mati sendiri. Pertama aku curiga baterenya kosong. Sampe aku ngecek betul-betul. Ternyata tuh batere penuh. Kata temen-temen hapenya udah kudu diganti saking kuno makunonya. Ya lah, kebayang gak sih pake hape 3315 di zaman canggih keik gini? Nyari sarungnya aja susyah setengah idup. Bukan cuman susah, tapi saban nanya sarung 3315, muka si penjual dengan jelas nampakin kalo tuh hape out of date betul deh.


Kebetulan aku dapet arisan. Lumayan cetiau, tapi udah kudu dipotong beli cartridge tinta printer 200 rb. Jadi aku piker kesempetan nih mau ganti hape. Yang modernan dikit begitulah. Nah, Tanya sana Tanya sini tuh hape paling tinggi dihargain 150 rb. Itu nanya temen-temen lhoh. Begitu sampe di toko jual beli hape, dengan kondisi batere drop, tuh hape cuman laku di bawah 100 rb. Ngenes yak? Akhirnya aku ganti aja deh beterenya, 25 rebu doang! Jadi batal deh tukar hapenya, he… he… he….! Pake abis deh tuh 3315, cinta matiii bo!

Icip-icip Jadi Nyonya Penggede

Sebulan telah berlalu sejak hadiah membership spa itu diberikan. Waktu bengkelku bilang lagi penuh, aku langsung alihkan perhatian ke spa.


Keder juga masuk tempat spa di Martha itu. Eksklusif sekali. Jadi, begitu masuk langsung dilayani dengan kehalusan tanah Mataram. Abis itu ditanya menu spanya, mau yang ngilangin capek alias nyegerin badan apa yang sensual. Tau kan pilihanku yang mana?


Begitu masuk ke bilik langsung disediakan kamerjaas, celdam kertas, shower cap. Yang laen kagak boleh dipake, alias dilepas semua. Disuruh tengkurep, terus dilulur. Lumayan keras juga tuh ngegosoknya, jangan-jangan si mbak tau ya kalo aku belon pernah masuk ke beginian. Ato dia liat penampilanku yang mremanin bener. Abis dilulur terus showeran, sambil gosok-gosok bekas lulurnya biar lepas semua. Nah, abis itu diuap, masuk ke tempat yang kayak kurungan gitu. Lama juga sampe mandi keringet semua. Selesai itu diandukin terus mulailah sesi pemijatan. Enak banget sampe ketiduran segala. Setelah itu berendem deh, sama busa sabun yang begitu banyaknya. Bisa kali kalo mau sembunyi di antara busa. Tadinya aku mau bawa buku, pikiran sambil baca kan enak, tapi aku ngurungin niat itu. Orang mau nyaman, jadi sekali-sekali gak usah baca. Lama juga berendemnya, ada kali 20 menitan, sampe bebangkis saking aernya lama-lama jadi dingin. Terakhir showeran lagi sama keramas.


Udah rapi terus dijamu minum the jahe di ruang tengah. Lama juga ternyata, ampir 3 jam! Untung anak masih sekolah dan ada temen yang bersedia dititipin. Rasanya nih badan jadi enteng, jangan-jangan banyak asesoris di kulit yak?


Di situlah aku ngeliat gaya idup wanita perkotaan yang buat ukuranku sih consume time and money a lot. Setidaknya nuansa idupku diperkaya dengan begini ini. Icip-icip jadi nyonya penggede ah sekali-sekali.

Suddenly Come True

Walopun jarang memperhatikan perawatan kecantikan, aku pernah kepengin searian di spa. Kali-kali waktu itu aku abis baca femina, terus kepengen. Nyadar aja sih kalo nyepa itu gak murah dan aku punya little girl. Waktu itu belon ada tuh day care di Yogya. Jadul banget kan mimpinya? Singkat cerita kepengenan itu terlupakan begitu aja, tenggelam di antara berbagai kesibukan dan rutinitas idup.


Biasanya kalo aku ultah, misua ngajak makan di tempat yang agak laen, yang belon pernah kita masukin. Taon ini agak laen, kayaknya makan-makan terus, jadi aku piker itulah kadonya. Tau-tau di sore yang cerah, waktu aku dan Jessie lagi maen bulutangkis, dia pulang senyum-senyum. Terus, dikeluarkannya sebuah amplop putih. Isinya…… membership spa Martha Tilaar! Wah, suddenly come true nih, pada saat yang tak terduga. Langsung deh ik peluk nih misua. Padahal kali aja dia pusing nyariin kado buat istrinya. Kalo ultah sekali masih kreatif, nah kalo ultah udah 10 kali? He…he…he….


Nah, sebenernya kalo banyak kejutan manis begini nih idup jadi penuh pengharapan. Tapi kalo keseringan terkejaut, bisa koit. Jadi… yang sedang-sedang saja. Lhoh, koq jadi kayak syair lagu dangdut?

Tegang

Wah, nih pikiran nggak tau kemana, becabang berapa kali, jadi hari ini aku ngalamin peristiwa yang menegangkan.


Tekad awal itu bersenang-senang di Galeria Mall, setelah Jessie les Inggris. Kan papinya di Jakarta, jadi pikirku sekalian bayar listrik, bisa ngilangin sedikit sepi. Kalo papinya jauh, Jessie bawaannya mellow melulu.


Abis dari Timezone, kita makan baked potato lalu mau ke rumah Kak Wulan, dia mau pesan kaos. Saat itulah horror mulai terjadi. Konci mobil kagak ada! Tas ampe dibongkar, tetep tuh konci sembunyi. Akhirnya kami balik ke Tz, kali-kali aja ketinggalan pas isi ulang. Mbaknya bilang nggak ada di sana, lalu kami merunut dari aku dating sampe ninggalin area Tz. Dia nyaranin supaya aku liat, kali-kali tuh konci emang nggak dicopot.


Larilah kami ke tempat parker. Aku udah mau nangis, koq bisa begini, mana pas nggak ada misua. Sambil ke tempat parker itu aku dan Jessie berdoa terus, mohon kemurahan Tuhan. Lhah, kalo bener koncinya masih cemantel, bisa aja si mumun dilariin orang. Mana di dalemnya ada laptop, tabung gas, aqua, wah pokoknya nangis deh aku kalo ampe lenyap semuanya. Apalagi tuh mumun belon lunas dibayar.


Begitu ngeliat si mumun anteng-anteng di tempatnya, kami legaaaa sekali. Jessie langsung buka pintu, dan…… bener deh tuh konci masih cemantel. Langsung kami berpelukan dan balik lagi ke toko buku, mau beli buku sekalian ngilangin stress, hhh…!


Terima kasih Tuhan atas kemurahan-Mu!

Ketemu Lagi

Waktu anter Jessie les nari, di lampu merah ada Honda Accord ngejejerin. Curious juga, soalnya warnanya ijo, persis Accord yang dulu. Eh, tuh mobil maju sedikit. Nah! Keliatan deh stiker Kompas Communitynya, warna biru. Berarti ini mantan mobilku, he…he…he…! Platnya udah berubah, dari B 1212 NW jadi AB 7662 .., gak keliatan udah keburu jalan.

Cerita punya cerita, aku dibekali mobil matic, karena menurut bokap aku nih kurang akurat perkiraannya kalo parker apa mundur. Pas waktu itu aku butuh mobil karena tinggal di dekat G. Merapi. Jadilah accord matic itu dipindahkan dari adeku ke aku. Pertama pake sih kerasa banget kalo tuh mobil kegedean. Panjangnya aja lebih dari 4 m, mana depan mancung belakang semok, ya iyalah namanya juga sedan. Aku ingat sekali gimana misua susah payah merancang garasi supaya bisa muat mobil tapi juga bisa bikin kamar pembantu. Ke depannya garasiku ini yang bikin rumah Perwita laku terjual. Hokinya gedhe, kata yang beli, he…he…he…!

Make mobil sedan matic, buatan taon 85 banyak duka sukanya, artinya banyak dukanya, secara aku juga gak tau pasti megang mobil matic. Kalo udah ngadat, bisa bolak balik bengkel. Mana lagi bengkelnya bengkel resmi Honda, kebayang kan nih kantong bocor mulu. Untung ada yang ngenalin sama montir jagoan yang ready dipanggil any time. Pernah tuh lampu aki nyala terus, padahal lagi jalan dari rumah Perwita ke Alfa yang jauhnya lebih dari 30 km. Pas mau pulang dari Alfa, si ijo mogok. Montir jagoan itulah yang dating dari rumahnya di sekitar kraton terus ke Alfa terus masih naek lagi ke Perwita. Kerusakan itu yang paling mengerikan.

Tapi zaman itu sudah lewat, sekarang udah sama Mumun coklat. Oiya, si matic ijo laku terjual setelah dibawa ke bursa mobil selama kurang lebih 3 bulan, setiap minggu. Kebayang kan susahnya jual mobil matic buatan lama? Makanya ajaib tuh mobil masih ada di Yogya.

Mau Gimana Lagi?

Zaman susah semakin susah karena orang tak lagi peduli pada sesamanya. Lebih mumet lagi kalo mikirin negara tercinta ini, apalagi kalo sampe pada pertanyaan, “Apa sih yang bias aku lakukan untuk negara ini?” Segala hal yang muluk-muluk selama mahasiswa, lewaat…, udah kecapekan dulu ngeliat pahitnya kenyataan.

Aku jadi inget sama sepercik pemikiran yang aku lihat pertama kali kira-kira 9 taon lalu. Aku coba sih dalam kehidupanku, keik-keik gini bunyinya:

  1. Kalo beli barang-barang, sedapet mungkin membeli dari pasar ato kios-kios kecil.
  2. Kalo bisa sampah dipisah-pisah menjadi sampah kering dan sampah basah.
  3. Pake kertas jangan boros, kertas bekas masih bisa jadi amplop surat.
  4. Hemat air.
  5. Hemat listrik.

Nah, yang kadang-kadang melemahkan semanget itu kejadiannya begini:

  1. Kalo liat aku naek mobil, apalagi kalo platnya B, alias orang Jakarta, jadi deh dimahalin. Kebangetan lagi ngemahalinnya. Kan jadi kapok belanja di tempat-tempat tradisional. Mending ke supermarket, harganya pas dan nggak pake acara liat-liat plat mobil.
  2. Udah seneng nih di Yogya tempat sampah umum ada dua, untuk sampah basah dan sampah kering. Di rumah juga dipisahin yang sampah dapur (basah) sama sampah klering (plastic, kertas, kardus sabun, tube odol, tube shampoo, dll). Lhoh, di gerobal sampah keliling, setelah si pak sampah ngeliat ada nggak yang masih bisa dimanfaatin dari sampah kering, langsung dicampur deh jadi satu sama sampah yang basah. Aku cuma bisa geleng-geleng sambil mengelus dada.

Jadi gimana dong? Akhirnya aku mengambil sikap tengah. Aku mencoba kenal ama penjual-penjual kecil. Misalnya tukang sayur keliling, terus kios fotokopi di depan gang rumahku. Sambil juga ngecek harga di supermarket langganan. Jadi kalo harga kemahalan, bisa komplain ke si penjual. Sampe sekarang sih masih milih-milih ke kios kecil kalo cuma sekadar beli gula, penyedap rasa, ato garem. Yang belon berani itu beli beras di kios, nggak tau siklusnya, takut kebeli beras lama, kan gawat?

Ternyata pengetahuan dan kenyataan bisa berbanding terbalik. Walo susah dan kadang-kadang makan ati, aku coba nerapi pengetahuan di kenyataan. Itung-itung babat alas…!

Nostalgila

Dua malem lalu, kita kebingungan mau makan di mana. Bosen deh itu-itu aja. Tiba-tiba aja aku pengen makan yang tradisional etnik, kayak makanan menado apa batak. Terutama babi panggangnya, yummy bener deh pokoknya. Akhirnya pilihan dijatuhkan pada Bang Ucok, walo sempet ngeri juga, taku panggangnya keras.


Sampe di sana, ternyata ada yang nyanyiin lagu-lagu natal, anak-anak mahasiswa. Wah, lagu-lagunya kesenengan si Jessie semua, jadi deh dia ikut naynyi sambil geleng-gelengin kepala dan tepuk tangan. Untung makanannya uenak, jadi musik sebegitu kerasnya juga jadi demen. Coba kalo tuh panggang a lot, bias senut-senut nih kepala. Jessie juga demen makan sop iga b2 nya, dikrokotin kayak kalo dia makan bakut.


Abis itu ke toko merah jakal nyari karton buat prakaryanya. Misua sampe nyeletuk waktu aku ngarahin mobil ke sini, “Wah, udah lamaaa…. Sekali kita nggak pernah ke sini ya? Jessie inget nggak took ini?” Tuh anak cuman manggut-manggut, abis matanya udah jelalatan nyari karton manila. Waktu ketemu raknya, excited banget dia ngeliat karton segitu banyak warnanya, ampe bingung mau pilih warna apa. Emaknye ampe kagak sabar, abis berubah melulu sih, he…he…he….


Masih dalam rangka nostalgila, kemarin aku ngunjungin Eda Niken. Nih follow up mimpi anehku itu. Ternyata dia oke-oke aja, supaya anak-anak nggak tambah goyang psikisnya. Anak-anaknya yang memendam rasa keilangan karena bapaknya udah gak ada. Prestasi mereka menurun, terutama putrid sulungnya. Yang bungsu sering melampiaskan sepinya dengan bermain laying-layang di genteng rumah. Yang agak stabil yang tengah, mungkin karena pada dasarnya dia cuek. Sambil ngobrol aku memandang-mandang foto keluarga mereka. Aku bersyukur banget karena Eda diberikan sahabat-sahabat yang terus menopang kehidupan keluarga dengan semangat dan kasih. Yang lucu, dari ngpbrol ngalor ngidul, ternyata Eda juga mau sekolah teologi. Beda sama aku yang bisanya ngecer kalo jadi sekolah, dia mau ambil yang semesteran. Kalo aku sih gak sanggup lah, paling kalo jadi cuma ambil 1 mata kuliah aja. Aapa jadinya nih kampus-kampus teologia, dimasukin ama ibu-ibu yang udah gak pernah sekolah 10 taon? Walahualam bisawab, ampe malem kagak ada yang bisa jawab….! Waktu udah mau pulang, aku bilang gini ama Eda, “Da, yang penting jojoba aja.” Eda bingung, tapi setelah aku bilang itu singkatan dari jomblo-jomblo bahagia, gak bias brenti ketawanya.


Begitu deh nostalgilaku.

Thanks, Pap

Biasanya misua jarang, amat sangat jarang, nyampurin urusan rumah tangga. Menurut dia, aku ini kepala rumah tangga, dan menurutku dia kepala keluarga. Rakyatnya cumin atu, Jessie. Tapi, kira-kira dua bulan lalu si kepala rumah tangga kelimpungan karena pintu garasi tak bias terkunci, padahal kepala keluarga was out of town. Kebayang gak sih ngerinya, kan di rumah cuman bedua. Untung ada teman yang punya took besi dan langsung turun tangan. Tuh pintu beres pk 17.30. Hiii…

Pintu garasi kami emang agak aneh. Jadi, bukanya diselorok, atasnya ada kayak jalan rel. Entah karena keberatan, atau tiap ari buka tutup 3-6 kali, tuh pintu bias melorot ke bawah. Kalo udah gitu, anak kunci gak mau masuk ke lubangnya, karena geseh ketinggiannya. Belakangan ini begitu lagi, sampe sempet ketar-ketir, abis….. masak begitu terus? Mana kepala keluarga harus sering keluar kota. Jadi deh, begitu ada waktu luang aku laporan. Dia diem aja, sambil nyari-nyari kunci pas di mobil. Dua ari kemudian, analisanya keluar. Jadi, dia naek terus muter-muter baut apa mur tuh yang ada di atas. Beres deh….., aku jadi gak khawatir lagi.

Kemaren malem, tiba-tiba misua nyeletuk gini, “Tuh sabun cuci tangan udah basi. Baunya nggak enak, merk apa sih?” Ike kaget-kaget lagi, soalnya tuh sabun dari brand yang terkenal. Pikir punya piker ternyata waktu ngencerin (biar irit bo!) aku pake air ledeng pam, bukan aqua. Air di rumah kami ini memang ada endapannya kalo didiamkan sekian lamanya. Tapi, namanya ibu-ibu tuh sabun masih aman di tempatnya. Kagak bakal dibuang, masih setengah botol je.

Nah, begitu deh. Thanks ya Pap, emang nih kepala rumah tangga perlu diberi masukan, lebih sering lagi, supaya makin canggih, he…he…he…

Pertanyaan Pertama Tentang Kematian

Sore kemaren, waktu lagi makan malem bareng, tiba-tiba Jessie nangis sesenggukan. Mami en papinya ampe bingung, karena nggak ada sebab apa-apa tiba-tiba nangis. Lagi mellow kali yak.

Di antara isak tangisnya ia nanya begini, “Aku takut. Kalo papi mami meninggal, aku idup sama siapa?” Makin lama nangisnya makin keras. Akhirnya aku pangku deh sama sekalian dielus-elus punggungnya. Pertanyaannya diulang-ulang terus. Lalu aku bilang kalo papi maminya punya ade-ade dan temen-temen yang baik, yang bias ngejaga Jessie. Sama nyodorin fakta kalo ema dan engkongnya yang di Kediri juga masih ada walopun anaknya udah pada gede-gede. Juga papinya yang nggak apa-apa, walopun ditinggal mati engkongnya yang di Donggala. Pelan-pelan sesenggukannya mereda. Nangisnya ilang sama sekali waktu nonton kakak Sherina nyanyi di Trans TV.

Pagi tadi kami bedua nganalisa kenapa Jessie sampe begitu. Mungkin karena Sabtu sore itu diojok-ojok sama temenku supaya minta ade kembar, jadi punya temen. Lalu dia ngeliat temen baenya bias berbagi sama adenya. Lengkap deh nuansa kesepiannya. Kadang-kadang merasa bersalah juga kalo Jessie sampe begini, ngebayangin yang nggak-nggak, ditambah dengan kesendiriannya. Cuma memang pertanyaannya gak bias dianggep angin lalu, karena beberapa temenku yang cuma beda 3-7 taon di atasku juga udah pada meninggal. Semoga Tuhan menjagai kami bertiga, selamat sampai tujuan dan memperlengkapi kami bertiga dengan kasih dan kekuatan-Nya.

Nasihat Laki-laki

Pernah nih temenku, laki-laki, memberi nasihat begini begitu sama ibu yang sedang cemas menunggu saat melahirkan. “Tentu aja nasihatku nggak diperhatikan, kan aku belum pernah dan nggak akan pernah melahirkan,” katanya sambil tersenyum-senyum rada nyengir dikit.


Iya lah, laki-laki koq memberi nasihat supaya gak usah cemas menghadapi saat melahirkan. Wong sesama perempuan aja musti liat-liat. Kalo yang udah pernah melahirkan secara “mak sret”, artinya kena pisau bedah alias Caesar, gak bias menasihatkan perempuan yang melahirkan secara “mak ceprot” alias spontan, bagaimana duduk yang nyaman. Tempat sakitnya kan laen? Apalagi laki-laki, yang sama sekali gak sakit, cuman bisanya nyeponsorin doang…


Maksudku begini, di dunia kan banyak tuh yang keliatannya saleh, idupnya bener, perkawinannya bahagia, anak-anaknya jempolan, tapi benernya gak begitu. Contoh konkrit: tengkulak di bidang apa aja. Kalau di perkumpulan masyarakat dia menampilkan sosok yang dermawan, memperhatikan sesamanya, bahkan mungkin petinggi masyarakat. Tapi di tempatnya berpraktik sebagai tengkulak…..: taringnya tajam, lidahnya seperti pisau victorinox yang bisa nusuk kemana-mana, otaknya licik, tega ngeliat orang berlelah-lelah demi ngebayar bunga pinjaman kepadanya yang mencekik leher. Nah, tempat praktiknya jauh dari lingkungannya sehari-hari. Apa yang dilihat orang padanya? Wah, si A itu saleh ya, dermawan lagi, mana keluarganya juga oke punya, bo!


Kalo orang seperti itu berkoar-koar tentang kasih, pengorbanan, kebenaran, kejujuran, memperhatikan janda dan fakir miskin, pastilah dia dipercaya. Kan terkenalnya sebagai orang saleh??? Cuma ada yang selalu melihat dan sering dilupakan kehadiran-Nya: Yang Mahakuasa. Orang seperti ini ditaruh di tempat yang licin, tinggal tunggu waktunya aja. Kalo tiba waktunya orang memergoki belangnya, yah... seperti nasihat laki-laki itu tadi!

Jalan-jalan di Surabaya

Surabaya ternyata panasnya luar biasa, mungkin karena tempat kami menginap termasuk daerah hunian baru. Jadi tanahnya masih merah-merah. Walaupun tanamannya banyak tetapi terkesan mereka kurang air padahal tanahnya basah. Kami menginap di Ciputra Hotel & Villa. Hotel ini adanya di antara properti Ciputra lainnya kayak perumahan, sekolah, ruko, waterpark.

Semalem aja nginepnya, makanya dimanfaatin betul deh. Abis ngunjungin iparku yang baru sembuh dari sakit, kami langsug ngacir ke Galaxy Mall, makan bebek. Sedep deh. Abis itu jalan-jalan di Ae Hardware. Paling demen kalo udah ke sini, dan kaki ini gak pernah bisa gak menuju bagian bor, dll. Heran deh, tapi cuman diliat-liat aja, sadar kalo gak kuat ngebor dinding. Kalo kuat, abis kali tuh tembok di rumah di bor sana sini, he...he...he...

Malemnya kita jalan-jalan di Supermall. Banyak toko tutup. Orang-orang heran ngeliat mama pake kursi roda. Mungkin belon biasa kali orangtua jalan-jalan pake kursi roda. Ngomong-ngomong kursi roda si mama trendy juga, ramping dan kotak-kotak motifnya, jadi gak kayak kursi roda orang sakit. Kita makan di resto La Shang Wei. Buset deh,porsinya kecil banget yak,cuman rame banget tuh resto. Jadinya beli breadtalk, buat jaga-jaga kalo malemnya masih lapar.

Besok paginya Jessie berenang ama engkongnya. mamaku memilih diem di perpus karena banyak buku yang dia demenin. Aku sama Khun maen billiard. Asyik juga, abis udah lama nggak nyodok-nyodok bola. Abis renang Jessie minta diajarin. Lhah, tongkatnya masih kepanjangan, jadi susyah, tapi at least ada pengalaman baru deh buat dia.

Setelah check out, kita jalan-jalan di Golden City Mall. Abis itu nyari rumah makan yang pernah didatengin Bondan Winarno. Namanya RM Layar, spesial kepiting telor asin. Ternyata gak jauh dari GoCi. Pertama denger menu itu runyam juga perasaanku. Apa enak ya kepiting dimasak telor asin? Waktu makanannya dateng, hmmmmm........., emang mak nyuss. Aneh tapi enak dimakan. Nah, ini pertama kalinya aku nambah porsi nasi setelah murus-murus itu. Selaen kepiting ada ikan bakar polos. Bener-bener polos, bo, kagak pake bumbu apa-apa, cuma terasa asin sedikit. Jadi dibakar di dalam daon pisang. Gak coklat-coklat kayak biasanya, tapi warna bakarannya sesuai dengan warna ikannya. Kalo gak ada sambelnya yang mirip dabu-dabu, kali gak masuk tuh ikan. Yang ngagetin, Jessie sampe nambah 4X. Nendang bener rasanya, hmm!

Jadi judulnya jaln-jalan ke mall dan pesiar kuliner deh, pesiar kali ini.

Weight Loss

Sebenernya udah lama pengen nurunin berat badan, abis nih badan berat bener yak. Wah, kata-katanya koq jadi kayak Laozi, ada berasal dari tiada, tiada membuktikan adanya ada. Halah,mumet! Intinya, pengen diet.

Cuma dilemma nih. Kalo gak sarapan, bisa terserang sakit kepala mulai jam 10 pagi. Kalo makan pagi, kayaknya tuh berat badan ajeg-ajeg aja. Mana mamaku udah pernah wanti-wanti supaya beratku jangan sampe lebih dari 60 kg, sebab nanti nggak bisa turun lagi. Padahal waktu timbang di rumah temenku, beratku 63 kg!

Secara gak disengaja, nih berat badan turun langsung 5 kg. Gara-garanya susu kedelai langganan gak sempet diminum, padahal udah mau jalan ke Kediri. Jadi aku bawa di jalan. Pas istirahat makan di ayam widuran, aku minum deh tuh susu. Padahal Khun udah ngingetin supaya jangan diminum takutnya rusak. Aku kekeuh minum tuh susu. Begitu nungguin ganti ban, aku mulai mencret. Terus sepanjang jalan gak brenti. Sampe di Kediri badan udah lemes. Aku minumin diapet gak mempan, jadi aku sedia-sedia hati dan badan. Dua hari ini aku mencret-mencret terus. Kadang-kadang gak keburu sampe di kamar mandi! Baru sekali ini deh aku kayak begini. Terakhir yang gak tahan bukan badanku tapi duburku, alias kena iritasi. Jadi aku minumin imodium deh.

Iseng-iseng aku nimbang badan, ternyata turun 5 kg! Waduh, blessing in disguise! Gak sengaja malah bisa nurunin berat badan!

Ciuman Bijaksini

Heraannn deh, kayaknya lebih dari satu orang yang ngarepin aku jadi orang semakin bijaksana di usiaku ini. Emang sih, aku tuh orangnya banyakan bijaksini, artinya baik di aku bukan baik di orang laen, ha...ha...ha...! Kadang-kadang aku suka geli sendiri kalo ngeliat bijaksininya aku. Pastinya bawa kerugian deh buat sesama, kan namanya juga bijaksini.

Tapi jujur aja, semakin tua aku makin terdorong jadi bijaksana. Cuma, ada satu dorongan di dalam diri yang susah dikendalikan. Kata orang, shio kuda itu nggak akan pernah melupakan kebaikan yang dilakukan orang kepadanya. Sebaliknya juga begitu. Lhah, kan yang repot aku sendiri? Pernah nih, ada musuh besar mencoba berakrab-akrab ria sama aku. Dia memeluk aku dari belakang, langsung aku enek, huekkkk...., terus bijaksininya muncul. Dengan kata-kata yang mirip guyon langsung aja aku berujar begini, "Senyam senyum, emang siape elo!" Sadis ya, tapi lebih bagus sadis di depan ama di belakang, daripada ayu mukanya ternyata ular! Nah, aku nggak pengen tuh kejadian kayak begitu muncul lagi, tapi dorongan itu ngintip-nginti terus. Aku jadi inget sama pepatah alamarhum kakaknya temenku, "Kalo orang udah kalah, kukunya jangan dipretelin satu-satu!" Jadi, bener deh, thanks buat semua yang merindukan aku jadi orang yang bijaksana di dalam Tuhan, especially buat Angky yak!

Ada kejadian aneh juga, masih dalam rangka jarig. Tiba-tiba si Lennot memeluk dan mencium pipiku. Benernya sih agak merinding, jangan-jangan ada yang inadekuat nih. Ternyata.... itu titipan! Titipan dari jauh, thank buat Yennot. Aku udah ketemu lho kado yang aku mau, nah lho...

Tapi yang paling spesial dateng dari anak dan misua. Or Jessie berahasia sama papinya untuk ngasih kado aku, yang adalah......Radikus Makankakus! Jessie tau kalo maminya suka baca buku Raditya Dika. Kalo misua, juga bikin kejutan, ngadoin membership spa, fuiihhh. Thanks ya pap, nggak pernah deh ngimpi dikadoin begituan, muahhh...

Semakin tua semakin gaul ah, itu arepanku. Eh, sah nggak sih?

Mimpi

Mimpiku kali ini sungguh aneh. Belum pernah aku mimpi didatengin orang yang sudah meninggal.

Bertahun-tahun lalu kami bertemu, kalau mau dihitung mungkin udah 22 tahun usia persahabatan. Pasang surut sih, tapi kabar-kabari jalan terus. Waktu aku sudah punya Jessie, kira-kira 2 tahun lalu, aku dengar abangku ini gagal ginjal. Cepat-cepat aku ke Bethesda untuk nengokin dia. Pergulatan abang dengan istrinya untuk mengatasi masalah ini sungguh luar biasa. Dari cuci darah seminggu sekali, sampai terakhir tiga kali seminggu. Mungkin badannya nggak kuat, jadi waktu cuci darah terakhir sebelum meninggal itu lambungnya sampai pecah dan Hb turun sampai 4. Aku datang melayat waktu abangku ini pergi. Edaku sedih banget, aku juga. Jarang-jarang aku merasa sedih kalau ada sahabat atau kenalanku yang meninggal. Bagiku itu udah jalan Tuhan, sekarang yang penting gimana dengan yang ditinggalkan. Cuma kali ini lain. Aku kepikiran terus. Mungkin ada perasaan bersalah karena nggak nengokin dia sering-sering, paling cuma telpon dua bulan sekali.

Dengan berlalunya waktu karena kesibukan, aku melupakan hal ini. Maksudku, lupa dengan sendirinya. Nah, dua malam lalu aku mimpi. Di sebuah pertemuan, aku melihat eda datang. Aku peluk dan cium dia dan kami bertukar kabar. Waktu mau pulang, dia memanggil aku, katanya sekarang dia dengan abangnya almarhum suaminya. Tapi, waktu aku lihat mukanya.... persis abangku. Langsung aku bangun.

Banyak orang bilang sih mimpi itu bunga tidur, tapi jarang orang mimpi didatengin orang yang sudah meninggal. Mungkin aku harus bertandang ke rumah eda ya?

Libuuur.....

Kata paling sakti kali ya buat ibu-ibu yang anaknya sekolah: libur! Nggak pernah libur terasa begini menyenangkan seperti liburan kali ini. Dari 13 September kemaren, kami bisa bangun agak siang, kira-kira pk 06.00. Kalo hari-hari sekolah, biasanya bangun pk. 04.00, supaya bisa nyiapin sarapan buat Jessie. Sekolahnya udah lumayan lama, jadi kalo gak makan pagi bisa kelaparan di sekolahan. Emang sih bisa jajan, tapi nanti jadi kebiasaan.
Libur juga yang aku lakukan di blog tersayang ini. Sebenernya, fasilitasnya udah lebih enak, udah pake unlimited connection, cuman waktunya kayak terbang. Heran juga sih, tau-tau udah malem lagi. Tau sendiri deh, susah bener kalo abis nidurin Jessie disuruh bagun lagi. Kalo pun itu sampe kejadian, aku lebih milih ngobrol ama misua ketimbang ngeblog. Dari sesekali kangen, ampe nggak pernah keinget lagi kalo punya blog. Terus pas tadi p-i-p-i-s, aku keingetan blog ini. Jadi, sementara misua dan anak maen bulutangkis di depan rumah, cepet-cepet deh aku nulis ini. Ini juga nulisnya cepet-cepet, takut hang kompienya.
Eniwei, aku oke-oke aja. Usaha kecil-kecilanku juga jalan terus, malah kadang-kadang dapet banyak order. Satu hal nih yang aku selalu diingatkan sama karya-Nya, setiap kali aku kehabisan order dan aku minta supaya berkat-Nya boleh dinyatakan kepada kami, pasti selalu dikabulkan-Nya. DIA sayang sekali kepada kami. Pernah juga ditipu orang, tapi gak terlalu berarti dibanding berkat-Nya. Aku sih percaya kalo di dalam pemeliharaan-Nya, suatu ketika akan dinyatakan maksud-Nya.
Oh iya, anak ontang-anting kami sudah tambah besar. 18 Agustus kemaren dia ultah yang ke tujuh. Ema dan engkongnya dateng untuk merayakannya bersama-sama. Ultah kali ini dimeriahkan juga sama kehadiran keluarga Eko Surjatmadja, jadi Jessie ditemenin Joan dan Chau Fan. Misua juga oke, cuma udah gak punya kesempetan pitnes lagi. Repot dia mundar mandir Jogja- Jakarta.
Sampe sini dulu deh. Liburan tlah usai, moga-moga aku bisa terus ngisi blog ini rutin lagi kayak dulu. Ciao!

Liburan Keluarga

Katanya rumah yang banyak anak kecilnya nggak pernah sepi. Tapi, kalau anak-anakitu sudah besar dan menempuh hidupnya sendiri, terpencar-pencar di berbagai kota, rumah itu menjadi sepi. Kayak empty nest. Akibatnya, reuni keluarga adalah sesuatu yang berharga.

Gitu juga ama keluargaku. Salah satu adikku mengembara ke negeri orang, jadi reuni kami biasanya hanya empat keluarga minus suamiku yang jarang bisa kumpul karena harus kerja di waktu anak liburan. Ajaibnya, biasanya kami kumpul itu di momen Natal, tapi kali ini di momen anak liburan. Jadi, selain reuni juga ndolanke bocah, mengajak anak bermain.

Aku dan Jessie tiba di Jakarta 23 Juni. Ketemuan sama adik bungsuku hari Minggu. Kami pengen liat ruko yang baru ditempatinnya. Setelah tengok sana tengok sini, akhirnya mangkal deh di rumahnya. Karaokean. Lucunya keponakanku, Deo, yang baru 2 taonan, udah fasih tuh nyanyi Aku dan Bintang nya Peterpan. Walaupun dibela-belain sampe mulutnya mancung, nyanyi jalan terus...., hebat euy! Bapaknya tuh yang seneng bener ama Peterpan, jadi anak-anaknya ketularan. Later, waktu udah sampe di Yogya, aku juga ketularan wabah ini. Nyanyi sambil ngebayangin Deo imut yang nyanyi, he...he...he...

Setelah puas mangkal, kita lunch di warung nasi Ampera Cibubur. Buset deh tuh warung, mau makan apa juga ada, tinggal dipanasin aja. Yang sip itu, boleh ambil sambel semaunya dan ada bermacam-macam sambal pula. Lalapnya juga gretongan.

Aku di Jakarta kali ini cukup lama. Jadi setelah ortuku pulang, aku masih di sana sampe Minggu 1 Juli, soalnya aku nganterin Jessie nonton operet Bobo “Bobumba”. Aku juga pengen nonton, soalnya waktu aku kecil ortuku gak kepikir ngebawa anak-anaknya nonton begituan. Yang penting kebutuhan sangan pangan papan tercukupkan ditambah belajar yang rajin, yang laen gakperlu deh dipikirin.

Tadinya sempet khawatir nonton operet koq dari jarak jauh gitu. Karena nonton betiga, kita beli karcis yang the cheapest, Rp 80.000. Adikku ngebekelin keker, takut gak keliatan samsek. Sampe di ruangan ternyata dikasih layar lebar di kiri dan kanan. Malah kursi vip dan vvip pada kosong, abis mahal banget sih. Singkat kata, Jessie puas nonton itu. Keponakanku Dhieka juga seneng walo sempet takut dikit pas penjahatnya muncul. Aku juga seneng karena bisa nonton operet, he... he... he....

KOPDARAN

Kopdar lagi musim dua bulan terakhir ini. Pertama sih nggak ada maksud ngehadirin kopdar temen-temen misuaku. Biasanya sih emang sendiri-sendiri. Tapi mendadak diajak ke kopdaran dia ama blogger dari Belanda, Mbak Sa. Mbak Sa dari Indonesia, kalo gak salah sih sudah campuran berbagai suku. Suaminya yang orang Belanda. Yang lebih seru lagi, ternyata Mbak Sa ngundang juga Cahandong.

Terus terang, aku jiper juga ketemu anak-anak muda kayak gini. Rasanya udah lamaaa... banget gila-gilaan begitu waktu dulu jadi mahasiswa. Cuman emang makin lama obrolannya makin seru. Makin malam rada-rada lucu ngejurus-jurus. Berhubung Jessie udah keburu ngantuk, kami bertiga pulang duluan.

Kopdaran berikutnya aku alam waktu liburan ke jakarta di akhir bulan Juni. Ini juga by accident. Karena nemenin anak di Jakarta sampe tanggal 30 Juni dan rencana kopdarannya tgl 28 Juni, terus adikku juga bisa nganterin, jadilah aku ikut. Jauh bo’, dari Ciledug ke Citos di Jakarta Selatan sono. Kali kalo jalan di Jawa Tengah udah Yogya – Solo pulang pergi. Nah, kalo ini aku bukan sekadar jiper, menjurus ke minder, he...he...he...! Mereka jauh lebih tua dan jauh lebi pengalaman dari aku. Tapi karena ada larangan bicara teologi selain teologi nasi liwet, lama-lama aku mulai enjoy. Apalagi terus ada perempuan yang nemenin aku di tengah-tengah gerombolan laki-laki. Jadi ayem deh. Terus waktu mau pulang dibekalin program yang aku idam-idamkan, lagee..., lengkap deh aku seneng malem itu. Yang lucu itu waktu acara saweran. Maklum, ini Jakarta, makan 10 orang aja bisa abis ratusan ribu. Jadi masing-masing ngeluarin sesuai kemampuannya. Ternyata sama semua pikirannya: ngeluarin gobanan. Salah satu temen dari Solo telat tuh nyawernya, jadi duitnya kagak laku. Buat dana abadi ato buat kopdaran berikutnya.

Jadi apa yang aku pelajari dari dua kopdaran yang aku ikutin? Pertama, kopdaran begini sedikit banyak memperluas wawasanku. Kalo udah lama berkutat dengan dunia rumah tangga, bergaul sama mahasiswa bikin jiwa mendapat angin segar. Begitu juga bergaul dengan orang yang lebih pengalaman, it’s broadened my mind. Kedua, ketemua ama lingkungan yang borderless. Nggak nyangka khan kalo Mbak Sa bisa jauh-jauh dateng dan kopdaran. Terus orang dari berbagai kota bisa ngumpul di Jakarta. Betul-betul dunia cuma selebar daun kelor. Ketiga, buat latihan gratis meningkatkan PD. Di mana lagi ada lingkungan yang kondusif buat meningkatkan PD selain di antara teman-teman sendiri? Keempat, nyaman deh rasanya karena melalui blog dan milis borderless itu juga berlaku buat suku, agama, dan ras. Jadi kaya berenang di lautan kesederhanaan dan ketulusan.

Boleh nih sering-sering kopdaran, untuk rabuk jiwa.

Woku Ikan

Waktu belanja di Indogrosir, ada penjualan ikan gurameh yang udah dipotongin dan dibersihin. Langsung deh aku naksir beli. Tapi sebelon nyomot tuh ikan, aku survei dulu kelengkapan bumbu dan bahan. Semua ada. Jadi aku ambil satu pak.

Sesampai di rumah, ikan langsung aku masukin ke chillernya kulkas, soalnya besok aku mau masak woku ikan. Mumpung anak libur, jadi bisa eksperimen dikit di dapur. Udah lama banget nggak masakin woku buat misua, kan dia dari Sulawesi Tengah. Pengennya sih sekali-sekali menghadirkan masakan bernuansa Sulawesi.

Kenapa woku ikan? Karena itu satu-satunya masakan Manado yang aku berhasil bikin. Yang laen, terima beli deh daripada bikin. Lagipula gampang bumbunya. Saking gampangnya dan udah lumayan hafal, malah daun bawang dan cabe rawit nggak kebeli! Jadi aku balik lagi ke Indogrosir besokannya.

Hmm...., seru juga masaknya. Nurutin anjuran temen, aku blender deh semua bumbunya: 3 siung bawang merah, 1 siung bawang putih, 3 cm kunyit, 3 butir kemiri.Abis itu bumbu halus ditumis sama daun bawang. Setelah harum, masukkan ikan, tambahkan air, garam, penyedap. Kira-kira masakan setengah matang, masukkan 2 batang sereh (geprek dulu batangnya) dan daun kemangi. Senagaj nggak dimasak pedes, karena Jessie suka sekali woku ikan.

Sambil nungguin ikan mateng, aku bikin sambel dabu-dabu. Aku paling seneng bikin sambel ini, soalnya nggak perlu uleg-uleg. Tinggal potong tomat dan bawang nerah sebesar dadu-dadu kecil. Tambahkan cabe rawit 7 buah, yang diiris tipis-tipis. Tambahkan juga daun kemangi. Terakhir aduk semua bahan sambel dengan garam dan tuangkan air matang ke dalam adonan sambel. Jadi deh. Aku dan Khun makan woku pake dabu-dabu, jadi lancar deh nasinya.

Masak begitu ngabisin waktu kira-kira 75menit. Demi makan ikan supaya sehat, gak pa pa deh nggak ngedit hari ini, begitu spiritnya. Kenyataannya? Dari 5 potong ikan, yang kemakan di hari pertama cuman dua potong, dimakan Jessie sam aku. Papinya belum berani makan apa-apa dulu selaen bubur regal sehabis tambal gigi. Jadi tuh woku ikan dan dabu-dabu musti mondok di kulkas. Besokannya kita gado dan ganyang ikan rame-rame, itung-itung ganjel perut sebelon menjamu tamu dari Jakarta.

Lelaki Tua dan Mie

Lelaki tua itu makan mie sendirian, menghadap tembok. Entah apa yang dilamunkannya. Di belakangnya banyak keluarga-keluarga makan mie bersama-sama sehabis pulang gereja, sementara ia hanya sendirian. Tak ada teman bercengkerama, hanya tembok putih setia menatapnya ketika suapan mie sedikit demi sedikt memasuki kerongkongan tuanya. Ketika tiba waktunya membayar, hanya ada uang logam 500-an di kantong. Entah cukup atau tidak membayar makan sejumlah 14.500, sementara wajah si kasir terlihat tak sabar menunggu lelaki tua ini menghitung uang simpanannya.

Ngenes nggak? Itu yang aku alami Minggu, 3 Juni. Tanpa sengaja aku melihatnya sedang berhadapan dengan sang kasir itu. Rasa-rasanya aku mengenal bapak tua ini. Langsung aku samperin dia, dan ternyata benar! Dia itu papanya temenku. Anaknya cuman sebiji wayang, istri udah meninggal. Jadi, kemana-mana sendirian. Yang aku nggak nyangka, dia kesulitan membayar makanannya. Dengan hati mengharu biru aku mengambil alih transaksi itu. Waktu itu aku Cuma ngebayangin seandainya aku yang di posisinya, betapa kecut hatiku. Makanan udah abis, duit belon ketauan cukup apa nggak.

Waktu cerita ke misua dan anak, aku sampe ampir nangis. Abis, struktur keluarganya kan ampir sama, hanya bertiga. Jessie langsung nyeplos, “Tapi aku pasti nemenin mami papi koq! Nggak mungkin aku biarin papi mami sendirian.”

Yah..., namanya juga hidup. Kadang ada teman, kadang sendirian. Berapa banyak orang seperti pak tua itu yang merana sendirian?

Kecemasan Tuti Fruti

Aneh ya hidup kita ini? Sang Pencipta menanamkan semacam chip defense of mechanism. Jadi, kalosebagai manusia dewasa kita kenapa-kenapa, kita tetep bisa survive. Ah, ruwet ih kayaknya. Sederhananya tuh gini. Misalnya kita nggak suka nih sama seseorang. Secara otomatis kita akan menghindar dong? Kagak mau deket-deket, bikin eneggh bin mual dehkalo sampe ngeliat mukanya. Nah, andaikata dalam satu kesempatan kita terpaksa ketemu dan diliatin ama orang banyak, apa coba yang bakalan kita lakukan? Minimal ada tiga sih. Pura-pura bego aja, kagak tau kalo tuh kutu item ada di situ. Ato yang laen, dengan gaya canggih kita menyerangnya dengan kata-kata manis. Pasti orang laen kagak tau kalo di balik kata-kata manis tersimpan serangan setajam pedang. Yang paling buruk tuh kalo memakai metode bertahan sampe terkintut-kintut. Ketakutan ngeliat mukanya, khawatir menerima siraman kata-kata setajam paku, dan beragam kekhawatiran. Hasil bertahan? Muka cemberut, sakit perut, kebelet pipis, sampe maag tiba-tiba menyerang.

Kalo terakhir yang terjadi, chipnya berfungsi. Orang yang begini biasanya dilanda kecemasan. Chipnya berfungsi waktu dia ingin terbebas dari kecemasan itu. Salah satunya dia bereaksi ‘mundur’. Jadi balik lagi ke masa kanak-kanak: ngambek, nggak mau ketemu si kutu item, nangis, dll. Malu gak? Yang laen namanya reaksi formasi, jadi supaya terbebas dari kecemasan dia mengambil sikap baru terhadap si kutu item. Bisa aja dia ngerangkul si kutu item sampe si kutu item merasa disanjung-sanjung. Tapi yang paling banyak terjadi, kecemasan yang mau dirilis itu malah nyamber bagian tubuh yang laen. Misalnya, jadi sering sakit kepala, apalagi kalo lagi inget si kutu item.

Jadi, begitu deh. Kecemasan munculnya jadi tuti fruti, macem-macem rasanya. Jadi, gimana dong supaya kalo cemas tetep sehat? Dari pengalamanku, begini caranya:
1. Cari dengan tenang sumber masalahnya.
2. Bikin alternatif untuk menghadapi masalah itu.
3. Konsumsi buah-buahan segar.
4. Baca buku-buku pengembangan diri.
5. Menyenangkan hati dengan lagu-lagu yang menenangkan jiwa.
6. Perluas pergaulan dengan orang-orang yang lebih objektif.
7. Berdoa yang kenceng sama Tuhan, supaya kita diberi kekuatan dan insight agar bisa keluar
dari masalah yang membelit.

Jessie in Action on Kartini's Day











Heboh Lomba Fashion Kartinian

Ini kedua kalinya Jessie ikut lomba fashion. Sejak pengumuman lomba dibagikan di kelas, langsung dia daftar untuk lomba fashion. Padahal menurutku Jessie lebih cocok ikut lomba mendongeng. Yah, sejauh timur dari barat, begitulah bedanya persepsi orangtua dengan keinginan anak. Teteup aja kekeuh mau ikutan fashion, padahal udah 1001 alasan diutarakan manfaat ikut lomba mendongeng.

Mulailah proses belajar modellingnya. Jalan pake kebaya kan kudu pelan banget. Pas mau stel tapenya, malah rusak. Untungnya ada walkman, jadi musiknya dari sana. Lamat-lamat suaranya. Lumayan lah, jadi Jessie tau irama lagu dan caranya berjalan. Dari latihan udah pake kebaya, jadi bisa ngatur besar kecilnya langkah. Latihannya selusin kali disuruh ngulang ama gurunya. Seharian penuh latihan terus, sampe menjelang tidur malem. “Mom, Jessie berdoa lho supaya besok bisa menang.” Aku mengangguk aja dan mendoakan hal yang sama karena tahu saingannya berat-berat.

Keesokan harinya Jessie bangun pk 04.30, lalu makan dan pk 06.00 gurunya datang merias. Sampe jadi deh pokoknya. Udah selesai, latihan lagi satu kali.

Yang gawat pas perlombaannya, lagunya Ibu Kita Kartini dengan irama cepat. Aku langsung minta pake kaset latihannya Jessie waktu gilirannya ke luar. Akhirnya, jalan deh dia di catwalk dengan iringan gamelan Srimpi Pandelorin. Pelan-pelan sesuai dengan arahan gurunya. Kayak begini nih jalan dan gayanya. Kecil-kecil udah jadi peragawati...

Special thanks to Mas Hardi, yang udah susah payah dan penuh kesabaran ngajarin Jessie melangkah, sampe meriasnya tuntas. Tak sia-sia pengorbananmu, Mas, thanks a lot.

Kartinian di Yogya

Tahun ini perayaan hari lahir Kartini betul-betul semarak, tak terkecuali di sekolah Jessie. Menurut guru catwalk nya Jessie, hampir setiap sekolah mengadakan Kartinian, anak-anak diminta memakai baju daerah, lalu ada lomba macam-macam yang mencerminkan dunia anak. Menurutnya juga, tahun ini salon-salon laris manis. Ada yang menghias 50 anak, ada yang menghias 60 anak, padahal hampir semua acara dimulai pk 08.00. Bayangin, mau bangun jam berapa tuh anak-anak? Ngantuk-ngantuk disuruh mandi, terus ke salon. Lalu kapan makan paginya? Apa bisa makan sambil nunggu giliran didandanin? Yang lebih ‘menderita’ lagi tentu maminya. Andaikata anaknya bangun jam 4 pagi, pastinya mami-mami bangun kurang dari jam 4 dong? Sebagai orang yang suka bangun pagi, ngeri juga ngebayanginnya. Aku kan bangun pagi buat ngeblog ato cuci underwear, kalo ini bangun pagi buat siap-siap dan pergi ke salon. Iya kalo bisa stir, kalo mengandalkan suami? Repot deh seisi rumah, termasuk bapaknya kali ya...

Lain lagi kisah sewa menyewa baju daerah. Untungnya Jessie udah dapet, minjem dari sanggar tarinya Didik Nini Thowok. Sekalian sama guru catwalknya dan dandannya. Jadi nggak repot ke sana ke sini. Waktu nyari sewaan baju buat anak laki-lakinya temenku, kami ke salah satu salon di sini. Wiih...., ngantri deh ortu yang mau nyewain. Terus iseng-iseng aku teliti bajunya. Ups, bau apek! Waduh, bayarnya mahal, masih ketambahan bau apek. Bonus, bonus. Lalu, sore ini aku ketemu seorang nenek yang harus beli baju buat cucunya di pasar. Sekadar info aja, yang disebut pasar itu adalah Pasar Beringharjo. Pasar segede itu aja sampe keabisan baju daerah. Mungkin karena salon-salon udah keabisan, jadi terpaksa beli.

Wah, taon ini Kartinian meriah sekali. Mungkin karena tahun lalu Yogya tertimpa bencana alam, tahun ini baru ada dana untuk merayakan hari lahir Kartini. Diem-diem, duit keluar banyak juga buat Kartinian. Buat sewa baju atau beli, buat dandan, buat selop, buat ubo rampenya. Apalagi kayak Jessie gitu yang ikutan lomba modelling, tambah lagi biaya yang dikeluarkan.

Setaon sekali deh ngeliat anak-anak pake baju daerah warna-warni. Buat Jessie sih ini Kartinian yang kedua. Pertama kali masih KB B, masih ndut, lucu dan polos, nggak tahu ngapain harus pake baju daerah, dan gerah kena benang-benang emasnya baju. Sekarang waktu udah kelas 1 SD, tahu yang namanya dandan cantik, baju yang bagus, selop yang cantik, ditahan-tahan walau gatel make kebaya, etc, etc.

Betulkah?

Hari ini aku bangun jam 02.00, karena tidurnya udah cukup. Gimana nggak cukup, orang tidurnya dari pk 19.13 malam sebelumnya. Sip kan? Begitu bangun, aku langsung duduk di depan komputer, ngetik surat-surat gereja. Saking asyiknya ngetik, aku baru sadar belon matiin alarm di handphone. Jam 3.30 bunyi deh tuh alarm. Lalu aku ngetik lagi sambil mindahin handphone ke deket tangan kiriku. Aku duduk menyamping di jendela kamar kerja.

Ngeliat lagi ke handphone udah 4.41. Jadi aku bangunin Jessie, karena dia harus sarapan nasi. Setelah itu aku manasin nasi, goreng nugget, bantuin Jessie beresin buku dan belajar teks Pancasila. Hari ini dia tes tertulis Pancasila.

Waktu mau berangkat sekolah, aku mau ambil handphone..... lenyap!!! Ditelepon, masuk ke veronika. Sampe temen-temen dateng, masih juga nggak ada. Pikir kami, handphone itu hanya ketlingsut, nanti juga ketemu sendiri. Rumah sampe rapi diberesin terpaksa, teteup aja nggak ketemu. Sampe tiba urut-urutan waktu seperti di atas, ternyata hilanglah sudah hp ku itu. Dengan sangat berat hati aku pergi ke Grapari Telkomsel, minta diblokir dan tetep make nomorku. Lha, nomornya itu udah tersebar ke mana-mana, kalo sampe ganti, kiamat deh dunia!

Salah satu temen bilang kalo hp ku itu udah kekunoan, mungkin lenyapnya ini pertanda harus ganti hp baru. Wah, kalo lebih-lebih duit sih mau juga ganti ke yang lebih modern sedikit, tapi ini kan baru mau start nabung, masak udah abis lagi buat hp? Akhirnya aku telepon nyokap di Kediri. Hp yang dulu pernah dioper ke Papa karena Khun dapet hp baru, ditarik lagi. Mereka juga kelebihan hp sih, jadi malahannya kalo masih ada yang butuh. Mama cepet-cepet kirim tuh 3315 pake elteha. Selamet.... selamet....selamet..., besok aku udah bisa pake hp yang biasa dengan nomor yang sama.

Ini kali ke dua aku kehilangan hp. Yang pertama malah hadiah dari alm papa mertua. Itu terjadi hampir 3 tahun yang lalu. Kejadiannya juga begitu, mau dipake ternyata udah raib.Sekarang terjadi lagi. Betulkah setiap peristiwa itu akan berulang lagi? Makanya aku suka takut kalo pake barang mahal. Takut kejadian kayak gini, ngenes banget kalo sampe kejadian barang mahal ilang.

Gimana ya mau mengucap syukur kalo lagi apes kayak gini? Seenggaknya aku bersyukur hp itu ilang diambil orang beneran, bukan orang yang halus, hiii......, horor bo’!!!

Mendadak Kaget

Tiba-tiba hp ku bunyi di siang hari yang panas itu. Emangnya juga aku lagi berusaha siesta, cuman susah bener. Langsung aja deh aku angkat sambil keningku gak mau anteng, menyong kiri menyong kanan. Abis binun sih, nomor asing dan bukan nomor di pulau Jawa sini.

Tak lama kemudian, kedengeran deh suaranya, “Cie Iaann…” Weh! Suara siapa nih, manis-manis mendayung, abis pikirku kalo lama-lama suara model gini menghanyutkan bo’. Selidik punya selidik ternyata itu suara orang yang cuma aku kenal di dunia maya. Selama ini paling banter juga sms-an, dunia kan emang cuman sejauh jempol. Jadi, kalo ada pebisnis sampe nelepon SLJJ, pastinya ada yang penting.

Aku kaget aja, karena suaranya mendayu-dayu. Padahal bayanganku suara temenku ini agak sikit-sikit berat dan teges. Apalagi kalo udah dibandingin ama potret diri, jauh bener deh dari perkiraan, he…he…he…! Mungkin juga asumsiku kalo suara mendayu-dayu itu milik orang bertubuh kecil-kecil melayang gitu, yang jalan aja susah. Tapi keajaiban ist keajaiban. Siang itu aku mendadak kaget deh. Walopun masih sedikit protes atas ketidak cocokan bayangan ama kenyataan yang ada, obrolan pun mengalir lancer. Biasaaa… kalo orang udah lama kontak-kontakan, kan ga susyah kalo ngobrol beneran.

Eniwei, Not, it’s nothing compares to our friendship. Aku seneng bener punya temen kayak dia. Jauh lebih muda usianya disbanding aku, jadi memberi jiwa muda ke dalam diriku, ups!

Ramee...

Malam ini kami nonton Meet The Robinsons. Joan juga ikut nonton, sorangan wae sebab maminya harus jagain adenya en papinya kerja ke Klaten. Wah, rumah kembali rame. Seru ngeliat anak dua itu tertawa-tawa. Adakalanya mereka menggunakan bahasa bayi yang dicadel-cadelin. Lucunya, malam ini mereka gemar menyanyi sebuah lagu Jepang. Kalo ditanya artinya, bisanya cuman angkat bahu tanda tak tau. Kira-kira kepala, pundak, lutut, kaki.

Ternyata tuh film emang film anak-anak, tapi anak-anak yang udah gede, karena alur ceritanya spiral, melintasi ruang dan waktu. Jadi waktu pulang kita ceritain ulang secara ringkas, sederhana, lengkap dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan, terutama dari Jessie. Padahal di dalam bioskop meluk lenganku terus sambil sesekali mengusap airmatanya karena menyaksikan tokoh utamanya selalu gagal dan sial, apalagi kalo penjahatnya mulai beraksi. Sampe pake taktik kebelet pipis, supaya abis pipis nggak usah masuk lagi. Untung waktu dia mau keluar, tokoh baiknya menang, jadi nonton terus ampe selesai.

Joan diem-diem duduk ngantuk di tempat duduk belakang. Disuruh senderan ke bahu Oomnya nggak mau, malu rupanya .

Nggak Boleh

Sejak Jumat lalu Joan nginep di tempatku karena kesibukan ortunya. Aku seneng banget, jadi Jessie ada temennya dan aku bisa megang tumpukan buku yang belon sempet diberesin.

Hari ini aku and 2 kids jalan-jalan pagi, beli snack di Jl. Magelang. Mula-mula Joan bilang jauh amat, lama-lama nikmat juga jalan paginya. Singkat cerita dapet deh jenang mutiara,lepet, bolu pandan dan bolu kopi. Habis sarapan kue, langsung tancep maen sepeda. Alhasil kita baru pada mandi pagi sekitar pk 10.00.

Siangnya kita pergi makan ke sego penyetan Banyuwangi. Ups! Lupa ngajakin bapaknya Joan, udah sampe sono baru inget. Kebacut deh, jadi sekalian nggak ngabarin, takut nanti dia malah kuatir anaknya dibawa sampe ke Jakal Km 12.

Dari sini mampir ke Pak Ali, guru olah raga yang sekaligus bisa pijat urat syaraf. Ceritanya mau ngecek, apakah kaki misuaku udah gak papa, abis serempetan motor pas aku mau ke Bandung waktu itu.

Nah, baru deh mulai ceritanya. Setelah anak-anak itu bermain sendiri, tiba-tiba Joan nemplok ke pangkuanku, minta dipeluk. Begitu tau Joan dipangku, Jessie langsung ikutan nemplok sambil berusaha ngegeser Joan. Joannya juga nggak mau digeser, jadilah pahaku yang cuman dua ini jadi rebutan. Tiba-tiba Jessie nangis. Katanya pahanya keteken Joan sampe sakit. Kalo aku bilang sih itu cuma kamuflase aja karena dia nggak bolehin maminya sayang sama anak laen, he...he...he... Pak Ali sampe kaget waktu Jessie nangis, soalnya belum pernah selama ini nangis di tempat Pak Ali.

Kali itu problem anak tunggal. Susah berbagi dengan orang lain, akrena semua miliknya. Kalo Joan nggak minta pangku, Jessie juga nggak kepikir. Tapi begitu triggernya keliatan, mulai deh kekhawatirannya membuncah. Begitu juga, semua harus dia duluan. Kadang-kadang muncul isengku, aku sengaja nggak mau ngalah. Ujung-ujungnya nangis deh, he...he..he...

Aku pikir wiken ini bagus buat Jessie, broaden her social frame of mind.

Cerita Jeruk Lokan

Sebulan ini aku rajin beli jeruk. Biasaa..., jeruknya manis harganya murah. Cocok kan ama ibu-ibu? Tekadku sih selalu makan buah setiap hari, terutama buat Jessie. Buah yang cukup praktis, murah dan banyak vitamin C nya, ya jeruk.

Susahnya itu buah fave, jadi saban buka kulkas, ambil satu. Kali perutku kesenengan dapet tamu si jeruk, makanya dia lonjak-lonjak. Jadi, acara pup loncer deh. Menurut perasaan, abis pup seharian setelah dari Bandung, badan jadi enteng. Nah, abis ketagihan jeruk, pup juga jadi lancar, he...he...he.... Jangan-jangan ini cara sehat nurunin berat badan?

Kembali ke jeruk. Nih buah emang unik. Apalagi kalo dimakan ama anak kecil seumuran Jessie. Sejak bayi dia doyan bener ama jeruk. Waktu umur 1,5 taon dia belajar ngupas kulit ari jeruk, yang putih-putih itu. Lucu ngeliat jari-jari mungilnya berupaya keras netelin tuh kulit. Susah ngupasnya, susah makannya, kecian deh. Jadi deh dibuangin dulu tengah jeruknya, buang bijinya, baru disuapi ke Jessie. Umur 2 taon, udah mulai lancar ngupas jeruknya dan mulai bisa ngeluarin sendiri bijinya. Cuma aku khawatir kalo keterusan makan jeruk yang cuman isinya aja itu. Pelan-pelan aku ajarin makan jeruk utuh. Bukan nggak dikupas, tapi nggak dipretelin tengahnya, dikeluarin bijinya dan dikuliti semuanya sampe cuman tinggal dalemnya aja. Biasa..., pertama-tama protes berat sampe matanya ikut mendelik-delik. Lama-lama dia keenakan ama praktisnya. Tangan jadi nggak lengket dan jadi mahir ngeluarin biji.

Tapi, kemaren waktu abis makan malem, Jessie ngeliat papinya makan jeruk. Berhubung gigi papinya lagi sakit semua, caranya makan jeruk persis Jessie waktu kecil. Jessie malah ngerasa dapet temen. Ampir aja ninggalin cara yang udah aku ajarin susah-susah. Untunglah dia mau ngerti kalo papinya harus begitu makan jeruknya, kalo nggak ngilunya tambah parah.

Sekarang jadi enak deh, abis makan langsung nge-jeruk. Semoga musimnya jeruk lokan masih lama, jadi nggak repot.

Napak Tilas Bandung

Ke Bandungnya sih minggu lalu, cuma pemulihan kesehatannya seminggu deh. Maklum, udah tua, jadi begitu jalan jauh sedikit, ambrol deh, he...he...he....

Aku udah 20 taon nggak ke Bandung. Wajahnya begitu berbeda dibanding semasa aku SMA. Lebih gaya dan lebih luas, selain lebih enak buat ditinggalin untuk berlibur tentunya. Flyover di tengah kota, jalan yang hanya searah, tol Pasteur dan begitu banyak rumah asri berubah jadi FO, bikin Bandung jadi lebih idup sebagai kota besar. Bayangin aja kalo bertaon-taon orang Cuma bisa rekreasi ke yoghurt Cisangkuy, wah runyam deh.

Lebih asyik lagi karena aku bisa ketemu temen-temen lama, yang dulu sama gilanya. Bisa-bisanya dulu ke Lembang goncengan naek motor. Nggak ada pasangan yang ikut, walaupun setiap kita udah punya pasangan. Sesekali lah malem mingguan tanpa pasangan dan buntut, he...he...he.... Ngobrol ngalor ngidul, sampe Lenny dan keluarga pulang duluan ke hotel. Capee deh nungguin yang reunian...

Selaen ketemu temen-temen lama, juga ketemu Patty, temen di blog. Nggak nyangka bisa ketemu juga di tengah-tengah kesempitan waktu yang ada. Seneng ngeliat anak-anak bisa maen bareng, walopun Viany tiga tahun lebih muda dari Jessie. Wah, tapi Jessie malem itu nggak sabaran banget deh, mungkin karena capek, jadi di tengah-tengah gandengan ama Viany dan Joan bisa-bisanya nyeletuk, “Aku capek Mom gandengan ama Viany.” Mana gak bawa mangkok bakso, mau dikemanain nih mukaku? Kalo ada mangkok bakso kan bisa buat nutupin muka maluku? Untung mommynya Viany langsung take over anaknya. Sorry banget ya Pat...

Yang bikin seneng juga karena Jessie bisa naek kuda di depan wisma dago, tempat kami menginap. Mulanya nggak mau, tapi karena dituntun bukan lari,akhirnya mau. “Enak, Mom, jalannya pelan-pelan.” Kayak Indian aja pikirku. Untuk putaran yang cukup jauh Rp 7500 cukup reasonable deh. Cuma, naeknya nggak cukup satu puteran, he...he...he... Kalo acara hari itu belum mulai, Jessie aku tunjukin sekolahannya ade-adeku yang cuma di depan wisma. Terus waktu lewat SMAK Dago, aku ceritain kalo itu dulu sekolah emanya. Biar ada kaitan sejarah sedikit ama dirinya. Kalo nggak diceritain, mana dia bakal tahu? Belon tentu lima taon ke depan bisa ke Bandung lagi...

Back to Yogya naek mobil. Berangkat pk. 08.19, sampe di Yogya pk. 19. 15, langsung makan, terus dianterin pulang. Kali ini yang muntah bukan Jessie, tapi mommynya, malu-maluin aja deh. Besoknya langsung dikerikin deh ama tukang pijet langganan.

Thanks buat Nani yang udah nyediain waktu 3 hari full nemenin kami jalan-jalan. Salam juga buat Kikiem, Michelle dan Alvin. Thanks juga buat Eko yang udah nyetir begitu tough dan istrinya yang setia mendampingi tanpa terlelap.

Susah Cari Waktu

Kalau kerjaanku yang satu itu udah dimulai, bisa kayak begini nih kejadiannya. Semua jadi nggak kepegang, melulu urusan itu. Tahun ini urusanku menyita waktu lebih lama dari tahun-tahun sebelumnya. Termasuk nge-blog. Boro-boro nge-blog, tidur aja kadang-kadang keingetan ama yang lagi aku kerjain, hiks...

Sekarang proyek besar itu udah selesai. Pesenan kaosku juga udah beres dan siap diproses. Lalu, ada waktu dikit nih buat nge-blog.

Aku mau jalan-jalan ke Bandung, sekalian lihat kemungkinan menjualkan rumah temanku. Terus ketemu ama temen-temen sma ku. Untung ada EO nya, jadi aku tinggal ngikut aja. Kali ini nggak sama suami karena baru ada urusan komputer di kantornya. Aku berangkat naik kereta api dengan Jessie dan Joan. Keluarganya Joan udah berangkat duluan ke Jakarta, servis mobil Renaultnya dulu. Kita ketemuan di Bandung.

Nggak kebayang deh kembali ke kota yang pernah memberi hidup sama aku. Setelah 20 tahun baru kembali! Jadinya kayak apa tuh kota, tapi syukurlah pertemanan masih berlangsung baik, jadi semua bisa nyambung lagi.

Terus terang aku nggak kebayang naek kereta bawa dua anak. Biasanya Cuma berdua kemana-mana, sekali ini bertiga. Mereka bawa komputer kecil buat maen di jalan. Kalo aku sih bawa novel, biar rest sedikit abis kerja berat.

Jadi, blog ini akan diupdet lagi setelah 19 Maret, daag...

Sudah Tradisi

Setelah menari dengan durasi yang melelahkan, kemarin aku mutusin mengistirahatkan Jessie. Nggak sekolah, gitu, Tapi ya tetep harus ikut maminya ngerjain proyek besarku, alias masak. Abis masak sampe siang, masih ngurusin kaos. Jadi pulang ke rumah udah capek banget.

Abis makan malam di luar, dia muntah seabreg-abreg. Jadi perutnya kosong lagi. Akhirnya aku suapin lagi cereal ama susu sustagen. Terus suhu badannya mulai naek, langsung aku kasih actifed hijau. Jangan-jangan karena batuk dan pileknya yang nggak bae-bae.

Mau tidur aku inget tradisi lama bangsa ini... kerokan! Jadi deh, aku bujukin supaya dikerok. Ajaibnya dia langsung mau. Jadi aku ngerokin dia dengan tangan kiri dan minyak telon. Kenapa pake tangan kiri? Karena tekanannya nggak sekuat tangan kananku. Pelan-pelan aku mulai dari rusuk paling atas, sampe bawah dan garis tengahnya. Waduh, merah banget. Nggak diterusin sih, asal keluar aja anginnya. Emang tuh tradisi, bagus juga. Cuma emang nggak boleh sering-sering, nanti ketagihan, he...he...he...Abis itu kita tidur deh.

Bangun pagi ini angetnya masih ada sedikit. Sekalian aja aku istirahatin, mumpung di kelasnya juga belum ada catatan lagi karena baru abis ulangan.

Come Back

Udah lamaaa.... rasanya nggak updating blog. Bukan apa-apa sih, Cuma konsentrasiku belakangan ini terbagi ke beberapa hal. Dan sayangnya aku terpaksa ngalahin ngisi blog supaya beberapa kerjaanku selesai. Ditambah lagi banjir yang melanda Jakarta, nyebabin centrin matot, maka lengkap deh alasan aku nggak nge-net berhari-hari.

Bukan itu aja yang bikin males, soalnya ada buku-buku yang aku dapetin dengan harga murah di book fair kemaren ini. Jadi maunya bacaaa... terus, kompie rasanya jauh banget deh, ha...ha...ha...ha... Mau tidur aku baca, bangun tidur juga, tau-tau udah pk 04.30. Kalo udah segitu siang artinya udah nggak boleh nge-net, udah musti cuci piring atau bantuin anak belajar menghadapi ulangan harian. Siang pulang jemput sekolah urusannya udah laen lagi. Kalo dianalisa sih simpel, Cuma kehilangan waktu nge-net pagi-pagi buta, tapi itu fatal akibatnya. Yang penting aku udah mau balik lagi nge-net, gimana-gimana ini duniaku yang kedua dan aku cukup nyaman di sini.

Ada satu peristiwa nih yang bikin aku geleng-geleng. Setelah cukup uangnya aku mau ambil berkas mutasi kendaraan karimunku. Yang aku nggak nyangka, biayanya sampe 1.970.000. Dua juta di tangan langsung ludes.Sudah bayar, tinggal tunggu penyerahan STNK,aku dipanggil lagi. Katanya ada kesalahan penghitungan. Wah aku deg-degan, bisa bolong nih kantong. Ternyata betul, mereka mengharuskan aku bayar denda sekitar 300.000 karena ambilnya terlambat, udah lebih dari sebulan. Terang aja aku complain. Mana aku tahu kalau batasnya sebulan. Lagian di zaman susah gini siapa yang mau sengaja-sengajain terlambat dan bayar denda segitu banyaknya? Aku naik sampe ke pimpinannya, diminta tulis surat permohonan keringanan. Jadilah aku menulis surat sambil menunjukkan kesalahan yang terjadi sampai adanya keterlambatan. Geleng-geleng aku ngeliat cara kerja aparat di sini. Miskin komunikasi. Kalo sampe terjadi begini, yang rugi kan warganya. Kalo sampe males ngomongin orang per orang, ditempel dong warningnya, jadi semua tahu apa yang harus dilakukan. Yah, aku sih berharap dendaku dihapus atau paling nggak diberi keringanan. Nyanyi deh aku kalo udah gini, itulah Indonesia...

FUN DAY

Tak sabar aku menanti hari ini bergulir. Abis gimana, aku mau ke Gramedia Fair, ama temen-temen baikku dan anak-anak kami. Sekalian mau donor darah. Kan perlu dicatat dong karena nggak setiap orang punya keinginan menjadi donor.

Tapi ada sedikit yang meleset dari rencana. Batal jadi donor sebab yang ngantri jadi donor aujudubilah banyaknya. Nggak sanggup deh nungguinnya. Langsung aja masuk ke pameran. Apakah pameran ini biasa? Yah...., biasa banget lah. Soalnya diskonnya gak ngelebihin diskon di TB Toga Mas yang biasa aku satronin itu, 20%. Itu untuk buku-buku yang aku pengenin. Kalo yang nggak aku pengenin kayak komik emang beli 10000 dapet 5, atau buku-bukunya BIP ada yang 20000 an, yang biasanya di toko sekitar sabanan. Alhasil, walau gak begitu menarik, aku habiskan juga di stand GPU itu sekitar seratus ribu, kebanyakan buku Jessie. Mumpung anaknya doyan baca dan aku ada sedikit rezeki, diturutin aja deh.

Yang seru itu games nya. Jessie ikut lomba menggambar di tas kain, aku ikut nebak-nebakan di panggung utama, temenku Lennot dapet undian ngeraup buku, masih banyak games laen yang nggak sempet aku ikutin. Bener deh, sejak belajar gak jaim lewat dunia blog, aku jadi plong mau ngapa-ngapain. Kadang-kadang aku lupa kalo udah 40 taon, he...he...he...!

Aku juga seneng kakak kami mau ikut memaenan ama kami, adik-adiknya. Biasanya kakak kami ini menemani misuanya kemana-mana. Hari ini tumben mau ngangon ade-adenya ke book fair. Kalo Lenny sih bisa aku kasih nama keren Lennot, lha kalo Kak Wulan? Masak Wulannot? Kurang canggih ah. Ntar dipikirin yang cantiks, sesuai dengan orangnya :).

Waduh tuh anak-anak keluar rumah 12 jam! Dari jam 6 pagi ampe pk 18.00 baru nyampe rumah lagi. Maen, ketawa-ketawa, lelarian, padahal besok ada ulangan sains. Sambil nungguin datengnya pesenan makan malem, aku bacain bahan ulangan buat Jessie dan Joanna. Jadi kalo pulang langsung mandi, terus tidur deh. Besok aja aku bangunin dia pagi-pagi sekitar pk. 04.30, buat mantepin belajarnya.

Ini aja Jessie lagi baca buku barunya, cepet-cpet deh nge-net, biar denyut gembira masih bertalu-talu di hati.

Berat...berat....

Kemaren aku pengin pake celana panjang merah manyalaku. Udah lama nggak make itu. Dengan gembira aku pasangin ama blus strip-strip merah senada. Ternyata, tuh celana udah sesek! Padahal waktu ngebeli itu, masih gombor-gombor. Astaga, berarti berat badanku naek nih....

Waktu ketemu temen lama, dia bilang koq berat badannya nggak naek-naek padahal makannya banyak sekali. Begitu denger itu, langsung deh aku tahu penyebab kenaikan berat badanku ini. Ternyata pola makanku salah bezzzar, kayak gini nih:
05.30 : sepotong kue ama kopi
07.30 : makan nasi secuil ama sayuran.
11.00 : minum teh botol atau yang manis-manis sambil nungguin Jessie bubar
sekolah.
11.30 : minum susu kedelai (dua hari sekali)
12.30 : makan siang
13.30-14.30 : siesta
14.30-18.00 : anter Jessie les ini itu
18.00 : ngemil coklat atau biskuit
19.00 : makan malem
20.00 : buah
20.30 : ngelonin Jessie bobo, bisa keterusan ampe pk. 03.00

Yang susah itu kalo ada yang ngirim kue. Kayak kemarin suami pulang dari Jakarta, dibawain brownies en bika ambon. Saban buka kulkas, langsung deh nggak tahan untuk nyomot. Dikiit sih nyomotnya, tapi sering banget, he...he...he....

Rencananya mau diet ah. Kalo menurut golongan darah O, bagusnya diet apaan yak? Bukan supaya badan tambah oke bentuknya, tapi supaya tuh celana pada bisa muat lagi. Nggak lucu deh, zaman susah malah harus beli baju, cuma karena...... tambah ndut!?!

Pelajaran Kehidupan

Beberapa waktu lalu, aku sempat ‘copy’ tulisan Sr. Anna, PK. Tadi pas ngeliat ulang tulisan-tulisan itu, aku menemukan tulisan ini. Rasanya tulisan ini cocok buat aku yang baru ketiban sampur membangun karakter anak semata wayang. Yang paling susah bagiku bukan menjalankan ke sembilan hal yang tertera di sana, tapi menerapkannya kalau pas lagi marah atau kecewa kepadanya. Emang sih, kehidupan ini sekolah yang gak ada habisnya. Syukurlah karena banyak teman sekolah yang baik dan memberi bahan-bahan yang bisa bikin aku ‘naik kelas.’

Berikut adalah kiat dari Sr. Anna, PK (Kediri), yang aku modifikasi untuk dunia anak:

Setiap orang punya keinginan untuk menjadi BERHARGA
oleh karena itu :


1. Kenalilah anak kita

2. Libatkan anak dalam hidup keseharian

3. Dorong anak meraih impiannya

4. Didik mereka dengan penuh kasih

5. Minta pendapat mereka

6. Puji keberhasilan mereka

7. Biarkan mereka membuat keputusan

8. Berbagi kebahagiaan dengan mereka

9. Tunjukkan bahwa kita percaya dengan kemampuan mereka