Heboh Pagi

Seharian kemarin sangat melelahkan. Secara fisik lelah, tapi benak juga lelah karena mikirin cari nama, Gara-gara itu dan diskusi intensif dengan adik iparku sampe lewat tengah malam, pagi ini aku kesiangan. Kalo Jessie nggak bangunin, mungkin aku bisa tidur sampe siang, kali.

Bangun-bangun udah pk. 05.20, padahal biasanya aku bangun paling laat pk. 05.00. Cepet-cepet aku siapin bagelen buat sarapan Jessie, masak air panas. Selintas aku denger Jessie belajar Mandarin. Dalam hati aku khawatir, "Piye, belajar cuma 20 menit, apa yang nyantol?" Tapi aku diem aja, karena kalo aku tanya nanti dia tambah panik. Lalu aku bantuin dia nyusun buku pelajaran hari ini, dan alat tulisnya. Lalu tanya-tanyaan Mandarin sama dia, mana pelafalanku kan nggak good, jadi susah juga. Akhirnya kami selesai pk 06.25. Cepet-cepet mandi, berpakaian, berangkat deh. Puji Tuhan, misuaku bisa dapetin rumah dekat sekolah, jadi 15 menit paling lama, udah nyampe sekolah. Sesampainya di sekolah, belum banyak mobil parkir, berarti banyak juga yang kesiangan, kirain cuma sendiri...

Pulang nganter, aku beli sarapan di Bu Joyo. Pulangnya dari situ yang rada ribet. Udah ada kali dua bulanan ini di Jl. Magelang itu lajur kiri buat motor. Berarti aku kan harus masuk jalur kanan, karena warung Bu Joyo di kiri jalan. Nungguin laju motor sepi itu yang lama, karena banyak orang menuju kota di pagi hari. Udah bisa masuk, problem muncul lagi waktu mau masuk ke gang rumahku yang juga di kiri jalan, karena nggak jauh sebelum gang ku itu ada polantas berdiri di atas podium kecil untuk mengarahkan agar motor berada di jalur kiri. Akhirnya aku nyalain sign agak jauh dari depan sambil melanin laju mobil. Pelaaaan...banget, sampe motor di belakangku masih agak jauh, barulah aku belokin si Mumun ke gang.

Bener-bener heboh pagi ini. Bangun kesiangan sih, ha...ha...ha...

Phon dan Buku Tulis Baru

Hari Minggu kemarin aku mengajak Jessie menyiapkan buku-buku tulisnya untuk kelas 4. Namanya menyiapkan berarti mengeluarkan buku tulis kelas 3 dan membersihkan rak meja tulisnya.

Sebelum ini Jessie memang sudah beli beberapa buku tulis, tapi bukan yang paketan, karena khawatir kertas isinya nggak sebagus sampulnya. Tahun lalu dia beli satu paket, ternyata depannya doang yang bagus, isinya tipis dan mudah robek. Jadi, ceritanya dia nggak mau mengulangi kesalahan tahun lalu.

Masalahnya, setelah buku tulis kelas 3 dikeluarkan, ada beberapa buku yang baru terpakai sedikit, nggak sampe setengahnya malah. Jadi, aku minta Jessie memakai buku lama itu dan menyampulnya ulang supaya menyenangkan dilihatnya. "Masak sih Mom, aku nggak boleh pake buku baru? Ini kan sampulnya udah robek?" Jessie mulai mengajuk. Aku liat sampul buku tulis itu memang sudah robek. Aku nggak bilang ya, juga nggak bilang tidak. Aku diam saja sambil menyiapkan buku tulis baru untuk mata pelajaran lainnya. Begitu udah mau selesai, kami kembali diperhadapkan dengan buku peer bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang masih banyak itu tadi. Entah ada angin apa, bisa-bisanya aku berujar begini, "Jess, pake ya buku yang lama ini? Sayang deh kalo nggak dipake lagi, kan masih banyak lembarannya? Kita cari sampul yang bagus yuk di kamar kerja? Lagian, kalo kertas-kertas ini nggak dipake, sayang kan pohon-pohon yang ditebang untuk membuatnya dulu?" Lalu dia berpikir cukup lama, akhirnya nurut.

Aku yang tercenung-cenung. Masak sih anakku harus selalu diberi pengertian yang agak jauh ke depan? Koq dia nggak mau ya terima penjelasan yang sederhana, yang sesuai dunia kanak-kanaknya? Ndilalah, aku juga kadang-kadang nggak bisa berpikir seperti dunia anak-anak, kali kebanyakan dicekokin slogan 'go green.'

Jadi, ada hubungannya tuh antara pohon dan buku tulis. Jawabannya A, ha...ha...ha...

Melewati Kelam Malam

Ada perbedaan yang cukup signifikan dalam diriku. Ini sangat terasa ketika memasuki usia 40 tahun, aku banyak berjumpa dengan kedukaan. Yang pertama adalah kepergian suaminya kongsi usahaku, hampir dua tahun lalu. Biasanya aku lega lilo kalau melayat, kali itu kebingungan dan kesedihan yang melandaku karena kepergian almarhum sangat mendadak. Sejak itu aku gamang kalau menginjakkan kaki di rumah kedukaan. Tapi, kehidupan kan harus berjalan terus, aku nggak bisa kan memanjakan diri dengan terus berkubang di momen-momen traumatis, maka aku memulihkan diri cukup cepat.

Dalam proses pemulihan itu aku memelajari kenapa orang merasa takut menghadapi kematian. Nggak usah kematian, tapi kondisi pingsan atau mulai tak sadarkan diri pun kadang-kadang menjadi sangat menakutkan. Mungkin kehilangan kontrol diri dan kegamangan akan apa yang ada di hadapannya, yang membuat ketakutan itu makin menjadi-jadi. Apalagi kalau tak seorang pun di sana yang mendampingi saat-saat maut itu menjelang. Mungkinkah ini yang dirasakan oleh sahabatku almarhumah, Martha?

Malam kemarin juga menjadi malam yang panjang dan menakutkan bagiku saat sms dan telepon dari adik iparku masuk, "Ya...Mama gimana, kasihan banget. Nggak bisa minum obat, minum teh aja netes-netes, susah banget nelennya. Waktu Aiai mau dipamitin ke omanya, ranjang Mama udah basah. Mama ngompol nggak berasa, Ya. Gimana nih, kasihan banget? Kita semua khawatir di sini." Dia cerita sambil nangis-nangis, soalnya sebelum dibawa ke rumah sakit kondisi Mama emang lemes karena muntah-muntah terus, tapi masih bisa jalan sendiri, masih aware terhadap kondisi dirinya. Setelah satu hari di rumah sakit koq malah drop. Nah itu..., mulailah ketakutan memompaku deras. Mana kemarin malam aku hanya berdua dengan Jessie, karena suami dinas luar kota. Akhirnya dengan tak berdaya aku menghampiri hadirat Ilahi bersama Jessie. Kami berdoa sambil menangis karena tak berdaya dan jauh dari Mama yang sedang sakit. Setelah itu aku mengirim sms ke pendeta-pendetaku untuk minta dukungan doa. Nggak lama kemudian Papa telepon, ngabarin kalo dia lagi siap-siap menuju Jakarta dari Purwakarta, dijemput sopirnya adikku. Aku memutuskan akan ke Jakarta Sabtu ini kalau sampai ada apa-apa, setelah rundingan dengan suami. HP ku juga nyala terus sepanjang malam. Aku yang biasanya tahan dingin, malam kemarin kedinginan sampai ke ujung-ujung jari kaki. Kira-kira pk 00.40 aku terbangun karena mendadak batuk hebat. Akhirnya aku bangun, minum obat batuk dan neuralgin, pakai kaos kaki dan mematikan HP. Aku terbangun pk 04.30 dengan badan yang remuk dan tanda tanya besar menggelayut dalam hatiku.

Kalau aku telusuri lagi, malam betul-betul panjang dan kelam, dan harapan melihat sinar mentari terasa jauuuh dan lamaaa banget. Saat pagi menjelang, aku sms adik iparku lagi dan puji Tuhan, kondisi Mama membaik. Sudah sadar dan sudah bisa nanyain kabar cucunya yang paling kecil. Aku betul-betul lega, Mama dalam perawatan tangan-tangan yang trampil. Cepat pulih ya Mom, kan kita mau ngerayain ultah Khun, Didi, Papa dan Andre bareng-bareng...

Happy Trip

Pk 03.30 aku membangunkan Jessie dan Kezia (anaknya temanku dan temannya Jessie yang menginap di sini) untuk sarapan sereal, lalu membersihkan diri. Aku pun melakukan hal yang sama.

Pk. 04.45 kami start menjemput temanku Betty yang akan bersama-sama aku mengunjungi mahasiswa yang sedang praktik kerja di Wonosobo dan Banjarnegara. Ini perjalanan yang baru samsek ke kedua kota ini. Karena itu kami berangkat pagi-pagi, supaya pulangnya nggak kemaleman di jalan.

Jalan pagi-pagi saat matahari belum terlihat ternyata sangat menyegarkan. Aku sempat khawatir nggak kuat jalan, soalnya baru bae dari flu berat. Yogya-Temanggung berjalan lancar. Temanggung Parakan jalanan banyak yang berlubang dan lubangnya dalem-dalem. Jadilah aku memelankan si Konde, biar nggak terbanting-banting. Parakan- Wonosobo ibarat perjalanan membelah gunung. Di kiri kanan jalan terlihat gunung Sumbing dan Sindoro. Pemandangan betul-betul indah. Terasering di mana-mana, rumah-rumah pedesaan tersebar dan kami melihat pepohonan teh dan tembakau.

Alhasil Wonosobo dapat dicapai dalam waktu 2,5 jam. Kotanya sangat menyenangkan. Serasa Bandung di awal tahun 1982, saat aku baru pindah dari Jakarta. Airnya pun dingin dan segar. Kalo nggak inget ini adalah kunjungan kerja, pasti aku langsung nyebur deh ke kolam renang, ha...ha...ha...! Oleh tuan rumah kami diajak makan soto ayam. Hmm....yummy, pagi-pagi makan yang anget-anget.

Setelah berbincang-bincang, kami melanjutkan perjalanan ke Banjarnegara. Ini juga gampang banget jalannya, hanya perlu berhati-hati di tikungan-tikungan yang berbahaya aja. Asal jalannya nggak ugal-ugalan dan mematuhi tanda garis di aspal, pasti selamat. Tiba di Banjarnegara kurang dari satu jam. Di sini ngobrolnya agak lama soalnya disambi makan ayam goreng presto Bandung yang muantaap. Apalagi, baksonya juga oke punya, legit dan rasanya enak.

Kami kembali ke Yogya sekitar pk 15.00. Jessie minta berhenti mau memotret sawah terasering. Terus anak-anak pipis dulu di pom bensin. Begitu selesai memotret terasering, hujan mulai turun. Gak lama setelah hujan turun, begitu mau masuk Wonosobo, panas mentari mulai muncul. Tapi begitu menuju Parakan, kabut turun. Seru banget deh jalan kayak begini. Ini juga karena pake si Konde. Kalo pake si Mumun, mmm....mejen! Ada tanjakan tinggi di daerah Parakan, sampai aku harus pindahkan gigi ke 2, supaya si Konde oke. Tadinya mau aku tekan tombol turbonya, tapi nggak jadi ah, nanti dia melesat lagi, padahal di depan ada truk-truk yang terpaksa merayap.

Lepas Parakan, masuk Temanggung. Dari situ lancar deh baliknya ke Yogya. Yang nggak ngira, kami terlalu cepat belok kiri menuju rumah Betty. Jadi nyasar, jauuuuh sekali. Mana cuma sendiri di jalan itu, dan guelaaap sekali. Anak-anak tadinya masih sempet bergurau di belakang. Tau-tau mereka sadar kalo kami tersesat. Udah pada mulai ketakutan, tapi aku dan Betty tenang-tenang aja. Tau-tau lewat dua motor dengan polisi berpasangan di atasnya. Aku lupa tuh sandi morse s o s, he...he...he..., jadi lewatlah polisi-polisi itu. Ya udah, pake ilmu pas pramuka aja. Akhirnya kami menemukan jalan besar. Nggak taunya itu nembus di Jl. Palagan atas deket rejodani, jauh banget yak! Ha....ha....ha....

Sesampainya di rumah anak-anak mandi air hangat terus nganterin misua deh ke stasiun, dia ada tugas kantor ke Jakarta. Hmm... a thriller at the end of my nice trip.

Liburan Singkat

Kalau musim liburan dan kita nggak libur sendirian, rasanya ternyata nggak enak. Tapi, kalau keadaan tidak memungkinkan untuk liburan, daripada ngresulo, medingan mikirin liburan yang kreatif deh. Kali bahasa di dunia kerja: on teh job training, ha...ha...ha...

Minggu pertama Jessie banyak ikut aku kerja, bahkan kalau diajak ke supplier kaos, senangnya bukan maen. Malah dia yang belanja, aku duduk-duduk aja di samping ownernya sambil nego jenis kaos dan harganya. Dari rumah udah dicatetin apa yang mau dibeli. Besokannya ke disainer bikin gambar di kaos. Dia juga yang merhatiin apakah semua huruf udah betul atau komposisi gambar udah cantik. Aku tinggal ngawasin dari belakang supaya tetap sesuai dengan kemauan si pemesan.

Nah, wiken kemaren akhirnya bisa juga liburan singkat. Begitu ditanya mau traveling ke kota mana. Tanpa ragu Jessie menjawab. "Solo. Aku pengen makan di Galabo lagi." Jadilah pagi-pagi, 27 Juni, kami berangkat menuju Pandawa Water World. Aku pernah denger water park yang ini bagus dan mahal. Kalau mahalnya iya, untung punya kartu debit BCA, jadi didiskon 50%. Kalo nggak, Rp 100.000 per orang untuk wahana yang cuman segitu kayaknya kemahalan deh. Soalnya di dalamnya cuma ada satu kolam arus kayak di Ancol, terus sliding balita 1, sliding kids 1, sliding dewasa 3 tingkat, dan sliding yang gelap tanpa sinar samsek 1 dan kolam ombak. Udah, nggak ada apa-apa lagi. Mungkin kalo ukuran Jawa Tengah, waterpark segitu udah canggih banget kali, abis biasanya amen di Ciputra Waterpark yang banyak banget wahananya.

Aku puas-puasin deh berenang sampe naek turun sliding berkali-kali sama Jessie. Nungguin kolam ombak sampe dua kali, biar Jesie bisa ngerasain maen ombak. Kayaknya sih udah nggak mungkin deh maen ombak beneran di pantai, he...he...he...! Ada satu sliding dewasa yang benar-benar curam. Begitu berhenti kakiku langsung lemes dan Jessie juga tercenung-cenung. Bener-bener kayak terjun. Itu salah satu yang bikin asyik di sini. Tapi, cukup sekali aja ah, ntar lemes beneran lagi.

Pulang dari Pandawa, langsung menuju Solo Grand Mall. Malah dapet sepatu sekolahnya Jessie, padahal tuh sepatu susah banget dicarinya kalo di Yogya. Abis makan siang, langsung ke Hotel Asia. Tidur sebentar terus tancep deh ke Galabo. Walaupun bukan tanggal muda tapi nih jalan penuh banget sama orang yang pada nyari makan malem sambil jajan sana sini. Sebenernya dapet meja untuk makan, malah Jessie minta duduk di tikar. "Kan kita mau nongkrong di sini. Kalo duduk di meja sih nggak seru," begitu komplennya.

Sesudah kenyang, jalan-jalan sebentar di bazar batik yang masih buka di sana. Pulang langsung tidur, kelelahan. Besok paginya abis sarapan, aku dan Jessie berenang lagi. Airnya dingin banget soalnya tuh kolam nggak keba sinar matahari. Untung juga aku prepare handuk dari kamar karena bagian kolam nggak nyediain handuk. Puas berenang kita check out, tancap ke Solo Square, mau liat pameran buku Gramedia yang diiklanin gede-gedean di koran Yogya. Tapi...isinya begitu-begitu aja deh, untungnya masih ada buku yang bisa aku beli untuk meningkatkan ketrampilan. Abis dari pameran aku naek ke Gramedianya langsung. Baru deh puas, banyak buku baru.

Pk 15.30 kami keluar dari Solo dan pulang ke Yogya. Enak banget kalo bawa mobil gedhe kayak si Konde. Sepanjang ruas Solo-Klaten dulu-duluan terus sama Innova. Kalo sopirnya kayak aku gini, Innova lewat deh. Nggak berasa dibawa lari 120 km. Setelah bolak-balik Yogya-Solo, aku jadi hafal mana ruas jalan yang berbahaya dan potensial menjadi ajang kecelakaan. Syukurlah perjalanan libur singkat kemaren berlangsung selamat dan tiba di Yogya dengan hati sukacita.

Besok dan lusa Jessie akan menikmati liburan di Perpustakaan Kota, ikutan bikin clay dan gerabah. Aktivitas begini yang aku harapkan bisa menumbuhkan minatnya di bidang kerajinan, secara ini ketrampilan yang paling mudah dilakukan di waktu senggang.