Ketika aku lewat di daerah sekitar Giwangan, banyak lapak menjual lampion tradisional. Lampion itu bermacam-macam bentuknya. Rangkanya terbuat dari bilah-bilah bambu. Tangkainya terbuat dari batang bambu yang ujungnya dibuat berlubang untuk tempat lilin.
Jessie senang sekali aku belikan lampion itu. Aku memilih bentuk bintang, karena itu yang paling netral. Yang lain berbentuk bulan sabit, mesjid, kubah mesjid dan bentuk-bentuk keagamaan lainnya. Memang sejatinya lampion itu dipakai dalam arak-arakan malam takbiran. Hanya, aku suka bentuknya dan dengan membeli ini, aku mulai mengajarkan anakku menghargai keberbedaan.
Lampion itu masih ada sampai sekarang, dua tahun setelah aku membelikannya. Setiap dia lihat lampion itu, dia akan teringat jalan-jalan malam sekeliling Jl. K. H. Ahmad Dahlan melihat orang berbaris mengumandangkan kebesaran Sang Pencipta.
Harapanku sih anak kami ini tak akan gamang hidup di dunia yang penuh warna.
Kisah Sebuah Lampion
Diposkan oleh Mariani Sutanto di 7:47 AM
Label: Sketsa Jiwa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment