Gadis Kecil Di Depan Jendela

Entah kenapa, aku selalu senang melihat lukisan, gambar atau menyaksikan sendiri gadis kecil yang berdiri di depan jendela. Suasananya itu romantis sekali. Apalagi baru-baru ini juga terbit buku Chicken Soup for The Children’s Soul yang juga ada gambar gadis kecil di depan jendelanya.

Kemarin pagi, begitu bangun tidur Jessie langsung pergi ke jendela ruang tamu. Disingkapkannya gordijn (korden), lalu dia mengintip-ngintip sambil berjinjit. Persis seperti gambar atau lukisan yang selalu aku senangi.

“Cari apa, Jess?” tanyaku sambil mendekatinya dari belakang.

“Mom, Venusnya koq nggak ada lagi?”

“Lho, ini kan udah jam 5.30?”

“Yaah! Padahal Jessie pengen liat Venus,” dengan kecewa dia pergi dari depan jendela.

Suatu kali memang Jessie pernah bangun pagiii sekali, kira-kira pk. 04.45. Saat itu udara masih dingin dan langit juga masih gelap. Karena aku harus menaruh rantang catering di bangku teras, aku buka pintu. Jessie juga ikut ke luar. Saat itulah dia melihat bintang yang bersinar amat terang, dan terpesona karenanya. Lalu aku menjelaskan bahwa itu planet Venus yang letaknya dekat dengan planet bumi. Keliatan seperti bintang karena dia jauh.

Abis itu, kalau bangun pagi, kadang-kadang langsung lari ke depan jendela, mencari venusnya.

Diet ala Kya Kya

Pas kemarin dipijat misua, di bagian paha (sst... ini tak porno lho! Yang mijat bagian ini kan misua, bukan siapa-siapa, alias soulmate, gitu lho?!), doi bilang begini, “Wah, ini enak nih kalo dipotong terus disate. Ya kan Jes?” Anakku itu cuma senyum-senyum aja, soalnya dia juga lagi sakit.

Sakit-sakit aku nimpalin juga tuh komentar misua, “Wah, ini kan udah turun enam kilo. Dulu 58, sekarang jadi 52.”

“Lho, diet pake apa, koq bisa berhasil begitu?”

“Yah itu, harusnya tidur siang, ini malah nyelesin kaos. Jadi deh turun enam kilo.”

“Bagus tuh, diet ala Kya-kya...:)”

Oya, Kya-kya itu nama usaha kaosku yang aku dirikan bersama 2 orang temanku, sesama ibu-ibu juga. Jadi ini bisnisnya para perempuan, ciee...

Ngomong-ngomong soal diet, kayaknya caraku ini udah tiga kali terbukti manjur. Begini nih caranya, siapa tahu ada yang mau niru:

*Makan pagi jangan pernah dilupakan. Ini wajib, buat energi hari itu.

*Dilarang lapar mata. Kalau bukan perut yang minta diisi, jangan diturutin deh permintaan
sang mata. Contoh: lihat orang goreng cakwee di paserba, panas-panas, harum, harganya
murah.... forget it. Kecuali emang udah jamnya makan siang atau makan malam.

*Perbanyak makan buah, bukan camilan-camilan goreng. Boleh juga porsi nasi pas makan siang
dan atau makan malam dikurangi, diganti dengan buah bertekstur padat seperti melon,
mangga... asal jangan duren.

*Kalau bisa kurangi makanan yang digoreng, ganti dengan makanan rebus.

*Banyak-banyak makan buncis, kalo perlu ganti nasinya ama buncis. Yeakh... rasanya emang
nggak enak banget, tapi manjur lho.

*Kurangi makan di luar rumah. Masakan rumah lebih bisa menjaga berat badan. Contoh:
makan kerang goreng di warung tenda...--> gagal deh dietnya. Mendingan rebus kerang di
rumah.

*Banyak-banyak minum air putih, ini untuk kelancaran metabolisme dan mencegah sariawan.

*Jangan tidur siang, isi dengan kegiatan bermanfaat. Misalnya menjahit baju yang lepas
kancingnya, rapi-rapi rumah, baca buku, nulis novel, nulis puisi. Whatever lah, tapi nggak
tidur siang. Kalo terpaksa menidurkan anak, yah pura-pura aja tidurnya. Begitu dia terlelap,
kitanya juga segera bangun dan mengerjakan apa saja yang sedang ita senangi.

Sederhana kan? Cara ini pertama kali berhasil waktu aku mau married 10 tahun lalu. Dalam waktu 2 bulan aku harus mengurangi berat badan sekitar 3 kg, soalnya bajunya nggak muat kalo nggak ngurusin badan. Waktu itu sih masih dibantu sama jamunya Martha Tilaar.

Keberhasilan kedua terjadi setahun lalu waktu Jessie TK A. Aku ikut senam BL. Abis itu koq nggak nafsu makan, mengempis deh badanku.

Yang terakhir sedang terjadi yah sekarang ini.

Mudah-mudahan kiat di atas berguna ya...

Pusing

Tak pernah terjadi seperti ini. Berawal dari Jessie yang suhu badannya turun naik setelah reuni keluarga, hari ini aku juga terkena flu. Badan terasa ngilu semua, kepala senut-senut. Pengennya tidur.... aja, tapi kalaupun tidur tetap tak bisa nyenyak.

Di keluarga inti seperti kami, kalau ibu sakit maka seisi rumah akan kacau. Walaupun pusing, aku tetap harus mengantarkan anak ke dokter, membujuknya agar mau makan, mengompres kepalanya dan juga menjaga diriku sendiri.

Sehabis dari rumah sakit, aku tergeletak. Sampai-sampai Jessie mengusap-usap kepalaku, lalu dia menunggui aku tidur. Terharu juga sih, anak sekecil itu harus mengerti kondisi orangtuanya.

Rasanya seperti melihat surga begitu mendengar suara motor misuaku datang. Setelah kami makan, dia memijat aku. Ajaib...., semua ngilu-ngilu langsung lenyap. Hanya kepalaku saja yang masih berat.

Hingga posting ini ditulis, kepalaku masih berat. Semoga saja di hari libur ini, semua berlangsung lancar....

Potong Lemari

Berbulan-bulan aku bimbang dengan penataan rumahku. Biasa...., misuaku suka bilang begini, “Wah! Ini namanya tabrak dulu, urusan belakang.” Sempet sih aku cemberut pas dia bilang begitu, tapi aku pikir-pikir ada benernya juga.

Waktu pindah ke rumah ini juga begitu. Saat itu misuaku repot banget sama urusan kerjaannya, dan aku dipesenin begini, “Jangan bikin apa-apa dulu, sampe semua masuk baru bikin rencana.” Aku iyain aja. Cuma semakin mendekat ke hari pindahan, banyak sekali barang yang memerlukan tempat. Buntutnya....., aku lupa dengan pesan misuaku.

Perempuan kayak awan ya? Kagak bisa ditebak ke mana jalannya, gimana bentuknya, seberapa cepat dia berubah bentuk dan ukuran.

That is me! Kebetulan aku punya teman yang suaminya orang interior. Jadi aku merancang-rancang sendiri. Kalau aku flashback, koq bisa ya pas ngerancang-rancang itu aku tidak mengikutkan misuaku?

Akhirnya jadilah beberapa perabot build in, yang harganya juga nggak bisa dibilang murah. Begitu jadi dan masuk ke rumah, baru deh misuaku tahu. Kebangetan juga sih. Nggak heran dia ngedumel. Nggak cuman sehari dua, berkali-kali. Saban kita lagi duduk, dia ngomentarin ketidak sabaranku. Akibatnya menurut dia, rumah kami jadinya nggak fungsional, banyak ruang terbuang.

Dari pembagian hasil bikin kaos, aku punya sedikit uang lebih. Langsung aku kontak temenku yang usaha mebel. Aku cerita gini gitu soal lemariku yang kepanjangan. Akhirnya kami sepakat untuk memotong lemari. Kali ini aku bilang dulu ama misuaku. This time he is okay.

Untunglah ada teman yang mau ngeladenin permintaanku. Ada juga sih yang bilang emangnya potong lemari kayak potong kue. Kan nggak gampang karena harus lihat apakah finishingnya tempelan apa bukan,seratnya bisa dipotong nggak, kayunya bagus apa nggak, dan berbagai macam alasan.

Temenku ini kirim tukang ukur dan tukang potong. Jadi deh. Bisa dipotong tuh lemari. Legaa..., rasanya. Demi kenyamanan misua dan ruang keluarga, nggak apa-apa deh keluar biaya ekstra.

Moga-moga aja aku inget terus untuk mengikutsertakan misua dalam perencanaan interior rumah. Hm!

Yogya Penuh

Yogya Penuh

Beberapa waktu lalu, pas bapak ibuku di sini, mereka bilang mau ngajakin ade-adeku ke sini. Makan udang Mang Engking. Tuh udang bakar madunya sip sekali. Rupanya bapakku ketagihan.

Setelah itu tak ada kabar kaburnya lagi. Tau-tau, ade-adeku nelepon pada jadi ke sini. Yang satu naek pesawat sama istrinya, yang satu lagi bawa mobil sekalian nengok kampung halaman mbak-mbak pengasuhnya di daerah purwokerto.

Jadilah kitakumpul rame-rame di sini. Tentu aja rumah kami tak muat, jadi mercure kebagian jadi tuan rumah selama 8-10 April.

Di tengah upaya sangat keras mencapai Mirota Batik, salah satu iparku berkata, “Nggak gua sangka tuh. Yogya gedhe juga ya?”

Yang satu lagi bilang begini, “Kita sampe mana nih? Bukannya udah keluar Yoga terus ke Purwokerto terus balik lagi?”

Dia kesel juga gara-gara jalanan macet sekali. Rupanya setiap orang punya pikiran sama kali ya untuk menghindari malioboro. Akibatnya jalan alternatif jadi rame. Kami ambil jalan alternatif ke arah Jl. May. Suryotomo. Harusnya kalau sampai di perempatan Senopati, bisa belok kanan langsung ke Bhayangkara, belok kanan lagi, nyampe deh. Ternyata, malam itu semua orang tumplek blek di Sekaten. Menjelang penutupan Sekaten kan masuk area Sekatennya udah gratis. Akhirnya semua mobil disuruh terus ke arah selatan, muter sampe ke Jl. Parangtritis, Letjen Suprapto, Ahmad Dahlan, Bhayangkara. Macet di mana-mana. Motor berseliweran nggak ada abisnya, sampe adeku yang besar tanya, “Pernah nggak ya ada yang tahu berapa jumlah motor di Yogya? Penuh banget kayak kunang-kunang aja!” He...he...he...

Demi mencapai tujuan ke Mirota Batik, kita berhenti di Bhayangkara, terus melaju by becak ke Malioboro. Udah kayak turis aja, iring-iringan naik becak. Itu wisata malam pertama di Yogya.

Malam kedua juga begitu, pulang pergi naik becak ke Malioboro. Untung nggak naik mobil, padat merayap, Bo! Jalan setengah meter melulu, bisa-bisa nyampe di Malioboronya pk. 22.00, lagi!Yang mengerikan perjalanan pulang menuju Mercure, becaknya nggak mau rugi, dia jalan melawan arus, padahal jalanan becak itu harusnya hanya satu arah menuju Malioboro. Berapa aja tuh orang yang diserempetnya. Hebatnya, tukang becaknya yang marah-marah karena si pejalan kaki tak mau minggir. Iparku tersenyum melihat aku senewen.

Itulah Yogya sekarang, yang menjadi primadona tujuan wisata di tengah liburan. Makin macet,makin banyak kali kesenangan melihat-lihat sekeliling.

Kaget

Bermula dari 23 Maret. Jessie diajakin manggung di Sekaten. Itu lho .... pasar malam ala Yogya selama sebulan, berakhir pas mauludan 10 April nanti. Dia diajak nari Kwek-kwek. Anaknya sih seneng banget, antusias lah pokoknya.

Karena 6 April tinggal bentar lagi, latihannya tiap 2 hari sekali. Nah, pas Senin 27 Maret, juniorku ini tewas, badannya panas. Jadi Selasanya nggak latihan. Kamis yang nyepi itu, Jessie pergi sama tantenya ke Kalyana Resort, buat nyepi sejenak alias kunjungan singkat.

Jadi baru latihan Selasa 4 April. Begitu dateng di sanggar, penuuuuhh sama orang. Waw! Ternyata ini acara kolosal beneran. Tadinya dikira cuma kelompoknya Jessie yang nari, nggak taunya semua kelompok di sanggar naek pentas.

Dengan koreografer tari Pak Hendrid, anak-anak segitu banyaknya (ada kali 30 orang) diajarin nari bareng untuk pembukaan. Kali kayak dulu itu polonaise kalo acara ultah sweet seventeen ya. Cuma ini range usianya dari 4 tahun – 13 tahun.

Kaget deh ngeliat begitu banyak pendukung acaranya. Kayaknya sih Sanggar Natya Lakshita dijatah 30 menit untuk menampilkan 8 macam tarian. Saking hebohnya latihan bareng-bareng ini, ada juga ibu-ibu yang senewen liat anak-anak pencilatan. Lha, mana ada anak yang pantatnya bulat? Mestilah pantatnya itu lancip, jadi nggak betah duduk manis. Lari-larian malah iya. Belum lagi kalo istirahat, wah riuh rendah celoteh mereka. Lucunya, kalo ade-ade kecil nari, kakak-kakaknya juga ikutan nari, jadi semua barengan nari. He...he...he...

Jadi inget tahun lalu waktu Jessie pentas kolosal juga dalam acara pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta. Itu narinya di trotoar depan Gedung Agung (itu lho, tempat Presiden kalo berkunjung ke Yogya). Tahun lalu latihannya setiap hari selama seminggu. Kalo yang kali ini hanya dua hari berturut-turut.Lebih gampang karena sebenernya masing-masing kelompok mementaskan tari yang udah dilatih dalam kelompoknya selama berbulan-bulan. Jessie aja belajar tari Kwek-kwek dalam hitungan bulan. Sampe aku yang nganter juga bisa, saking seringnya ngeliat dia latihan....

Generasi 2015

Fuih,lama amat ya? Kalo tahun 2015, aku menjelang 50 tahun....., nggak kebayang deh.

Setelah sekian lamanya ngeblog, ternyata banyak juga nih yang punya anak cuman satu. Kebanyakan perempuan,lagi. Satu-satunya jagoan ya Nicolash, anaknya Bang Apollo. Yang lain puteri semua.

Apa jadinya kalau mereka besar dan kopdar. Kira-kira begini kali ngomong mulanya waktu ketemu di MacD alias Macem-macem Digital (ini warung pujasera futuristik ciptaan Mariani. Pesenan semua pake pencet angka, dianter pake robot):

“Hai..., ini peserta kopdar juga khan? Pinnya sama nih. Kenalin, aku Alya.”

“Oh, hai. Iya nih, kita janjian di sini kan? Wah, panas ya Kaliurang sekarang? Namaku Jessie. Dianter nyokap nggak Ya?”

“Nggak dong Jess. Aku udah agak mau dianter-anter mamiku, rasanya gimanaa gitu, nggak bebas.”

“Hoooi..., udah pada ngumpul nih? Aku cari-cari dari tadi tempatnya. Nggak taunya di MacD. Sip deh. Mang, bajigur satu ya?” Nicolash sok kenal sok deket deh ama yang jualan.

Angina senyum-senyum aja merhatiin Nicolash mulai nongkrong.

Begitu duduk dia ditoel sama Aiko, “Bang, nggak terima pesenan manual. Tuh, pencet-pencet di komputer itu gih. Ntaran bajigurnya dateng dianter robot.”

“Eit..., ada noni Jerman nih dateng juga? Nggak gosong nih di Yogya, panas begini euy...” sahut Chacha gerah.

“Ngomong-ngomong, makanannya hotdog doang? Yang khas sini dong, apaan ya?

“Jess, keluarin dong makanan elo yang pas buat kita semua, yang khas sini.”

“Makanya aku usulin ke sini, biar bisa pada milih yang khas, he...he...he...”

“Jessie tuh, sukanya begitu deh,” Alya senyum-senyum maklum ama siasat temennya itu.

Andaikata anak-anak ini tetap sendiri sampai mereka besar, seperti apak kira-kira sikap dan perilaku mereka?
• Mandiri, terbiasa memenuhi dan mencukupkan dirinya sendiri.
• Soliter, terbiasa bebas jika sendirian dan terganggu dengan kehadiran orang lain
• Tidak betah di rumah karena ingin mengusir sepi
• Kemampuan imajinasinya berkembang pesat karena terbiasa berkhayal untuk menciptakan
teman imajiner
• Manja, tak bisa memutuskan apa pun karena orangtua over protektif

Semua tanda tanya besar dan banyak?????? Tergantung kita orangtuanya mendidiknya sekarang. Any comment?

Shaggy

Waktu aku batal dapet order yang lumayan gedhe karena kalah tender, aku potong rambut. Pendek banget deh pokoknya. Aku potong di salah satu salon terbaik di Yogya, Christine Salon.

Bulan demi bulan berlalu, rambutku bertambah panjang. Cuma ajaibnya potongannya tetap rapi, nggak awut-awutan. Cuma yang ngeselin tuh poninya. Tiap bulan harus pangkas poni.

Cuma, karena cuaca berubah-ubah terus di Yogya saat ini, aku semakin tak betah dengan helai rambutku yang menyentuh leher. Akhirnya Jumat kemarin aku janjian potong dengan Bu Hani di Christine Salon lagi. Masalahnya, Jessie pasti juga mau dipotong rambutnya kalo liat aku dikeramasin terus dipotong rambutnya. Padahal 6 April ini dia akan menari Kwek-kwek di Sekaten. Itu kan tari Jawa Kreasi Baru ala Didik Nini Thowok, jadi pastilah membutuhkan rambut yang panjang, yang bisa digelung-gelung. Payah juga aku cari akal supaya rambut Jessie jangan dipotong. Padahal, jujur aja, aku lebih suka anak perempuanku punya rambut pendek. Ringkas, rapi dan simpel. Nggak ribet musti kuncir-kuncir kalo ke sekolah.

Tiba-tiba melintas model Shaggy yang cukup funky tapi bisa dimodel panjang ato pendek. Aku bilang aja dengan nada mengajak kepada Jessie, “Jess, besok kita potong model shaggy yuk. Mami shaggy pendek, Jessie shaggy panjang.”

“Shaggy tuh diapain sih Mam?”

Aku tunjukin sampul depan Femina yang modelnya berambut shaggy.

Besokannya mulai deh dia pengumuman kalo rambutnya mau dishaggy, ha....ha...ha.... shaggy...shaggy...doo...!

Nama

“Haloo..., mami ada?”
“Ada. Ini dari siapa?”
“Dari Tante Ian.”
“Tunggu sebentar ya?”
Lalu terdengar teriakan Yoyo memanggil maminya.

Waktu mau tidur, ia bertanya kepada maminya, “Mam, Tante Ian itu siapa sih?”
“Itu lho, maminya Jessie,” jawab maminya.
“Koq bisa dipanggil Ian?”
”Ssst.... ceritanya panjang. Besok Mami ceritain, sekarang tidur dulu.”

He...he...he..., emang agak panjang ceritanya, sampe akhirnya nick nameku tuh Ian.

Waktu aku kuliah dulu, ada temen seangkatan yang namanya Marina dari Semarang. Kalo temen-temen memanggil “Mar”, kami berdua sama-sama menoleh. Terus salah satu teman, mengusulkan gimana kalo Marina tetep dipanggil Mar, aku dipanggil Ian, jadi nggak binun-binunin.

Sejak itulah aku dipanggil Ian. Aku sih seneng-seneng aza, yang protes itu mamaku. “Lho, koq jadi Ian sih. Itu sih kayak nama anak laki. Yang namanya juga Ian kan Ian Antono, rocker!” katanya dengan kesal.

Kalo yang baru kenal biasanya manggil aku, “Mar”. Kalo orang rumah manggil aku “Yaya”, soalnya dulu aku dibiasain menyebut diri saya. Tapi karena lidah kecilku belum mampu bilang saya, jadinya yaya, terus sampe sekarang. Mertuaku pertama-tama manggil aku Mar, lama-lama ikut ama anaknya Yaya.

Yang lucu lagi, temen baikku pertama kenal memanggil aku Mar. Lalu dia tau kalo nik nameku Ian. Sayangnya, suaminya juga namanya Jan, yang dibaca Yan. Sekarang, dia kalo manggil, “Maryanniii”. Aku suka godain, “Itu manggil namaku apa kangen sama misua?” Kasihannya anak bungsunya, kesulitan manggil namaku yang panjang begitu. Akhirnya dia manggil aku, “Tante Merrrriyani” Soalnya kalo dia panggil Tante Ian, nanti papinya yang nengok.

Kalo aku memperkenalkan diri kepada temen-temannya Jessie, “Tante Ian”. Jadi, kalo aku jemput Jessie dan ada anak yang dinakalin, gang nya Jessie rame-rame ngedatengin aku sambil berteriak, “Tante Ian...Tante Ian..., tadi si ... bla...bla...bla...”

Begitulah.