Sanctuary Pagi

Di mana pun kita hidup, suatu kali pasti akan terjebak rutinitas. Aku yang ngalamin pindah- pindah kota juga terjebak rutinitas, termasuk di kota kesayangan, Yogyakarta.

Sejak Jessie nggak mau lagi ditungguin sebelum masuk sekolah, aku langsung pulang. Ada efek positifnya sih yaitu aku bisa nyiapin sarapan dan perlengkapan kantor misua. Sebelonnya aku ngendon sama temen-temen di sekolah, lalu makan ke sana dan makan ke sini. Jadi triple deh keuntungannya: Jessie mandiri, misua well prepared dan ngirit jajan sana jajan sini.

Di luar itu ada manfaat yang luar biasa besarnya, aku menemukan sanctuary di jalan pulang. Jalan tempat sekolahnya Jessie itu kecil dan padat. Kalo pagi hari crowdednya bukan maen. Jadi, kalo abis drop dia aku ambil jalan pulang yang sedikit memutar. Jalanan ini sepi, namanya juga jalan desa. Sebagian udah diaspal, sebagian lagi aspalnya rusak dan berlobang-lobang. Di kiri dan kanannya banyak sawah. Nah, di sini nih aku biasa membuka jendela, menjalankan mobil dengan kecepatan sangat minimal, 10 km/jam dan memuaskan mata memandang sejuknya hijau di sekelilingku. Aku bisa memperdalam apa yang kurenungkan tadi pagi sambil menikmati udara segar. Kadang- kadang ditingkah suara anak berlari-lari, karena di dekat situ juga ada SD desa. Kalo hari ini keliatannya bakal repot, aku merelaksasi benak dengan memandang langit dan melepaskan segala pikiran. Kalo pas ujan, tambah asyik lagi perenungannya!


Nggak lama, paling 5 – 7 menit, tapi karena aku melakukannya setiap hari, itu jadi seperti vitamin jiwa. Mungkin ini yang bikin hidupku terus bersemangat, walau kerjaan kayaknya bertumpuk-tumpuk. Be still and know that I am God (Psalm)

0 komentar: