Pagi 7 Desember itu rinai-rinai hujan membasahi bumi. Dingin pagi yang mengigit tak cukup kuat membekukan kekhawatiranku. Kami sekeluarga merencanakan nyekar ke makamnya Mas Janni, bersama dengan istri dan anak-anaknya. Selain itu kami juga akan menanam pohon di makamnya.
Ketika waktu pelan beranjak ke pk 08.30, hujan tak menampakkan tanda-tanda akan berhenti. Karena itu kami memutuskan tetap nyekar. Karena harus ambil pohon dulu di rumah salah satu kawan, dan berhubung Jl. Jambon sedang dilebarkan, kami menunggu di depan Kubota.
Dalam doaku aku memohon supaya Tuhan Yesus membimbing kami semua yang pernah mengalami dan melihat keteladanan hidup Mas Janni, tetap menyatukan Mel dan anak-anak dan custodynya. Suasana sempat mellow dikit, karena tanpa terasa telah berlalu setahun sejak Mas Janni meninggalkan kami semua secara mendadak. Hidup setahun belakangan ini memang berat bagi kami, apalagi bagi Mel yang harus menghidupi kelima orang anaknya. Di masa-masa inilah kami sungguh merasakan pertolongan dan kasih Tuhan. Tanpa penyertaan-Nya, mana mungkin kami bertahan di badai kehidupan yang menerjang.
Badai itu sudah berlalu, tinggal meneruskan usaha kami sambil terus mengingat-ingat bagaimana teliti dan rapinya Mas Janni dalam bekerja.
3 komentar:
sharingnya bener2 mengharu biru, sebiru blog ini :), pasti mel bersyukur punya temen sebaik cik ian.
dr kemarin aku mikir bersyukur sekali mel punya temen sebaik keluarga kalian,bkn hanya datang disaat senang tp jg disaat susah
Thanks Ly n Ius. Kami tahu hanya Tuhan yang tahu the future. Kami cuma belajar dengan berjalan bersama mel untu menyicipi kasih-Nya. Kiranya TY membimbing kita semua...
Post a Comment