Jualan

Beberapa hari lalu datang teman yang sudah bertahun-tahun tak ketemu, sepuluh tahun aja sih lebih deh.

Temanku ini membawa dua orang temannya yang mau minta aku menjadi narasumber dalam acara mereka. Ngomong punya ngomong, sampailah ke pertanyaan, "Suami Bu Mariani masih menerbitkan buku?"

"Masih, Pak. "

"Buku jenis apa ya?"

"Buku yang cocok untuk pasar anak muda, manajemen dan permainan." (Aku langsung keluarin deh contoh buku-bukunya, soalnya lebih baik melihat contoh daripada keterangan bla bla bla).

Mulai deh misunderstending terjadi. Bapak yang satu memang benar-benar bapak yang baik, steady di dunia kebapakannya, nggak pernah ngintip dunia lainnya. Keningnya berkerut, lamaaa sekali. Aku udah tau pasti akan muncul pertanyaan, cuma pertanyaannya itu yang nggak aku sangka...

"Lho, ini anak kos jualan apa ya? Sebelumnya pernah jualan? Koq ini judulnya jualan lagi?"

"Jualan???" (sambil terus bertanya-tanya di dalam hati).

Lalu....AHA! Ini kan dunia yang bernuansa jawa, mestilah kata dodol diterjemahkannya sebagai jual, karena dalam bahasa Jawa, dodhol means jual!

"Oh, itu istilah anak sekarang Pak. Dodol itu artinya bloon-bloon gimanaaaa...gitu. Bukan jualan artinya."

"Wah, ketauan deh kalo saya ini jadul banget...! Jadi ini kisah-kisah tentang apa ya?"

"Tentang kehidupan di kost anak-anak mahasiswa itu, Pak."

Singkat cerita, mereka pun pulanglah dengan damai. Aku yang masih terkegut-kegut menemukan masih ada orang yang nggak ngeh artinya dodol. Memang, Yogya buka Jakarta sih. Nggak semua orang di Yogya harus paham dengan istilah-istilah anak muda, yang cepat menyebar layaknya api disiram bensin. Barangkali dunia memang berputar amat cepat, perubahan terjadi di mana-mana, pun di tatanan yang paling kecil dalam keluarga, yakni di dunia remaja. Barangkali juga Indonesia kelak menjadi Jakarta, artinya orang dengan dialek Jakarta yang lebih diajeni. Padahal, Indonesia bukan hanya Jakarta. Ada kekayaan dan keragaman budaya di tanah tercinta ini. Bukan sekali ini aja aku menemukan orang-orang yang murni terkungkung dalam budaya tanah Yogya, tapi bagiku itu bukan kesalahan atau kemunduran atau kejadulan, melainkan sebuah nuansa yang layak dijaga dan dipertahankan.

Apa jadinya kalau Indonesia menyiut jadi sebesar Jakarta saja???

2 komentar:

fanvin said...

aku jg termsk yg kurang ngerti bhs jkt, dodol, gokil...termehek-mehek, contreng :)...

Mariani Sutanto said...

gpp, yang penting bersikap terbuka aja, Ly. Nggak semuanya baik koq, jadi take it easy....:)