Mungkin Yogya terlihat sebagai target pesir kuliner yang menjanjikan. Nggak heran, banyak resto muncul di sana dan di sini. Bahkan rumah-rumah kuno berubah wajah jadi resto or warung kopi. Tempat kost ku dulu di Sagan juga berubah menjadi seperti itu. Itu hanya salah satu contoh nyata.
Yang kami datangi beberapa hari lalu itu resto di belakang toko meat and grocery. Keliatannya boleh juga, jadilah kami mencobanya. Untung saja Jessie sudah makan sehabis renang, jadi kalau pun tak ada menu yang cocok buatnya, kami akan tenang, karena dia sudah makan.
Begitu disodori menu, yang aku lihat pertama itu harga teh hangat. Ternyata...9.500. Wah, ini kejutan. Jadilah kami mencoba menu-menu ringan, yang harganya terjangkau. Kalo udah begini nih, realistis aja. Daripada mesen menu yang keliatannya enak tapi nggak cocok sama selera lidah, bisa berbuntut-buntut penyesalannya. Akhirnya kami memilih steak sandwich, beef that salad dan soup cream mushroom.
Nah, di depan resto itu, hanya terpisah lemari pembatas, ada tokonya. Sambil nunggu pesenan dateng, aku liat-liat ke sana. Segudang nama asing menyerbu otakku. Dari sekian puluh item, paling yang aku kenal hanya yoghurt dan oatmeal. Nah ini asyiknya bertualang kuliner, jadi tahu ini dan itu. Cuma malam itu aku males bertanya, hanya menyerap aja nama-nama itu. Suatu kali kan bakal ketemu kalo baca majalah atau koran.
Tunggu punya tunggu, keluarlah snack stick keju, free of charge, dan lumayan enak. Agak padat sih, nggak kayak stick keju biasanya. Nggak lama keluar tuh teh hangat yang 9.500. Buset deh, cangkirnya gedhe banget, ditambah biskuit kelapa yang antik rasanya. Jadi, yang penting cara penyajian, maka harga akan mengikutinya, he...he...he...
Steak sandwich datang, waw....lumuran lemak dari striploinnya sungguh menggiurkan. Empuk lagi, jadi ayem yang makan. Yang antik itu beef saladnya. Dagingnya empuk dan rasanya enak. Cuman nih salad, mungkin karena dari Thai, jadi ada sounnya. Bawang merahnya juga lumayan banyak. Sampe sini sih aku masih bisa menikmati dan merasa enak. Suatu kali, tergigit sesuatu, begitu digigit rasanya aneh dan menguar semacam wangi daun atau biji-bijian. Aku sampe nyariin tadi ngegigit apa ya. Karena aku nggak gitu suka, makannya jadi berhati-hati. Beberapa kali masih terjadi, sampe Jessie pikir aku makan daun seledri. Padahal daun seledri kan keliatan dan udah dipinggirin semua. Aku menduga itu semacam biji kecil berwarna hitam, tapi gak tahu namanya.
Bersamaan dengan cream soup disajikan roti panjang dengan daun-daun yang ikut dipanggang. Tuh roti rasanya enak, hanya toppingnya itu yang antik, warnanya hijau kehitaman. Kalo nggak salah sih ada pastillo-pastillonya. Jessie kalo udah liat makanan yang agak-agak gelap begitu langsung nolak (untung rawon sama brongkos masih doyan, itu masakan andalan ibunya je).
Jadi, kesimpulan malam itu, musti berani nyoba. Suatu kali kalau berada di tempat yang asing samsek, nggak lari ke fried chicken mulu. Malam itu lidah dikorbanin sedikit, indra pengecap dibiarinin bertemu rasa yang aneh-aneh, untungnya lambung dan pencernaan nggak berontak.
Icip-icip Masakan Londo
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment