Takut

Berawal dari Minggu pagi, 30 April. Tiba-tiba ada call masuk di HP ku. Aku agak ragu mengangkatnya, karena tak mengenal nomornya. Cuma, karena aku jualan kaos, aku angkat. Ternyata...., buat anakku! Isinya tawaran ikut menari ke Semarang, tapi tarian baru. Sekadar info aja, di kelas tari diajarkan beberapa tari yang bisa langsung dipakai kalau ada pentas-pentas tari, misalnya seperti undangan pentas di Sekaten April lalu.

Dengan antusias, Jessie langsung menyanggupi. Hari pertama latihan, 1 Mei, dia kaget karena yang menari itu anak-anak yang lebih besar. Satu pun tak ada yang sekelas dengannya. Ceritanya dia jadi anak yang paling kecil di kelompok pentas kali ini. Alhasil dia gelendotan terus, nggak mau lepas. Sambil berbisik Jessie berkata, “Mom, aku nggak mau ikut nari. Tapi aku nggak mau pulang, aku mau di sini ya?” Aku mengiyakan aja dan santai tetep baca, pura-pura nggak ngeliat. Soalnya, kalo Jessie didesak, makin mengkeret.

Waktu istirahat, teman-temannya mendatangi Jessie. Meyakinkan kalau banyak juga yang baru pertama latihan. Menghiburnya, mereka bilang nggak apa-apa kalo salah karena lama-lama juga bisa. Akhirnya aku ‘mengantar’ nya ke kelompo tarinya waktu pengarahan dari koreografer tarinya. Abis itu.... lancar deh latihannya.

Pulang ke rumah, terus-terusan cerita sama papinya tentang latihan narinya.

Dari sini aku jadi belajar polanya Jessie. Semakin asing lingkungan barunya, semakin takut untuk bergabung. Tapi kalao udah enjoy, nggak habis-habis cerita tentang teman-teman barunya. Waktu ragu, jangan didorong. Biarin aja, sampe keyakinan dirinya muncul, abis itu gooo.........

Bener deh, teori psikologi anak boleh segudang, tapi waktu berhadapan sendiri dengan anaknya, darah dagingnya sendiri... ilang deh semua teorinya...

0 komentar: