Pay It Forward

Bertahun-tahun lalu waktu aku tiba kembali di Bandara Soekarno Hatta, aku kesulitan melepaskan troli barang untuk mengangkat bagasiku. Lalu di dekatku ada seorang perempuan dari benua Afrika. Tanpa dapat ditahan aku bertanya, “Would you mind to help me?” Dengan sigap ia menjawab, “Sure! Why not?” Di situlah aku sangat terkesan. Di dunia internasional yang kita sama-sama nggak tahu, ada orang yang mau nolongin aku. Emang sih, cuma ngelepasin troli tapi kalo dia nggak mau nolong?


Tiga tahun lalu saat membaca sebuah novel –Pay It Forward – aku teringat pengalaman di bandara dulu. Aku begitu rindu apa yang ditulis di dalam novel itu jadi kenyataan di dalam hidupku. Pesannya sederhana: pay it forward to another people, saat kita menerima kebaikan dari seseorang.


Hidup berjalan sepeprti biasa, sampai tiba perayaan Imlek. Karena misua baru sembuh dari infeksi perut, kami makan di tempat yang tergolong bersih. Waktu mau berangkat, sekitar pk 21.00 rekan pelayananku telepon. Ceritalah dia kalau salah satu mahasiswa bimbingan kami harus operasi usus buntu, tapi masalahnya berkembang karena ternyata dia itu hemophili. Itu kelainan darah, yang biasanya genetic, di mana darah yang ke luar nggak bisa beku. Orang seperti ini kalau luka kecil aja bisa jadi gawat, apalagi operasi! Jadi, dia harus disuntik obat anti hemophilia, sekali suntik 1,5 juta. Sehari harus dua kali suntik. Kebayang kan banyaknya uang yang musti dicari sampai pemulihan pasca operasi. Ortunya nggak mampu dan ada di Pekanbaru. Hati yang sudah sedikit senang, langsung menciut lagi. Gimana musti cari uang segitu banyak? Apa aku pura-pura aja nggak tahu ya? Masak gitu sih?


Aku teringat lagi sama novel yang aku baca dulu itu, dan pengalaman di bandara. Begitu kuatnya gambaran itu terpampang di hadapanku sampe tanpa kusadari jari dan jempolku mulai kontak setiap orang yang aku kenal dan memaparkan kondisi anak ini lewat sms, nggak terkecuali tiga ibu-ibu yang tiap minggu sama-sama aku bahas FT. Deg-degan karena Jumat ini kami harus setor 23 juta ke RS supaya anak ini bisa dioperasi Sabtu. Malam terus bergulir, dan aku nggak putus-putusnya berdoa supaya Tuhan mengetuk hati setiap orang yang dihubungi. Pelan-pelan dana itu masuk. Mulai dari anak SMP sampe orang tua, bergerak mengumpulkan dana. Akhirnya Jumat pagi sebelum pk 11.00 dana yang harus disetor bisa terkumpul dan disetor ke RS. Sabtu ini anaknya dioperasi. Walaupun kami masih harus bergerak karena dana harus tersedia sampe pemulihan pasca operasi, tapi sampai di sini Tuhan sudah menolong. Eben Haezer! Aku percaya Tuhan akan terus mencukupi sampai anak ini sehat kembali.

Pay it forward! Sure, why not?

0 komentar: