Narsis

Narsis ternyata menjangkiti si anak semata wayang. Jessie seneng sekali waktu diwawancara wartawan Kompas. Itu juga kejadiannya tak dinyana. Jadi, seperti kebiasaannya selama 4 tahun ini, setiap Kamis dia les menari. Kalo telat dikit, bisa mcc alias mencucu alias mancung bibirnya.


Sebelon berangkat les, dia masih latihan tari terbarunya, Pak Pung. Begitu nari, lupa deh dia sama sekelilingnya. Heran juga kenapa dia jadi seneng nari. Kata emanya, nurun dari dia. Mamaku emang doyan dansa. Bayangin aja, di tahun 50-an, setiap pesta ulang tahun, mesti ada dansanya, tak peduli betapa kecil rumah yang empunya pesta. “Darah” itu rupanya nyampe ke cucunya ini.


Bedanya, cucunya nari tradisional kreasi baru di sanggarnya Didik Nini Thowok, emanya dulu ballroom dance. Pertama-tama dia les nari, emanya protes melulu. Katanya bagusan ballroom dance, daripada tari tradisional. Cuma kan hil yang mustahal anak umur 4 ikut ballroom dance? Jadi, teruslah dia menari di Natya Lakshita, sampe sekarang.


Lagi asyik-asyiknya nari, tiba-tiba ada yang dating dan langsung memotret anak-anak yang lagi nari. Kami, ibu-ibu yang nungguin anaknya nari, Cuma melirik aja. Paling-paling buat dokumentasi sanggar, piker kami, ngobrol jalan terus, he…he…he…! Setelah tarian selesai, tiba-tiba si pemotret ngedatengin aku dan memperkenalkan dirinya sebagai wartawan Kompas. Lalu diajukanlah berbagai macam pertanyaan, seperti: sejak kapan anaknya menari di sini, kenapa diajak ke sanggar ini, selain tarian tradisional ikut tari modern lainnya nggak, apa harapannya dengan mengikut sertakan anaknya menari di sini. Setelah Jessie gabung, dia juga ditanya-tanyain.

Di sini narsisnya mulai mengejawantah alias kumat.


“Kak, ini mau dimasukin ke tivi ya?”


“Bukan, Kakak dari Kompas.”


“Ooo…, jadi nanti aku dimuat di Kompas? Kompas Yogya? Berarti, terkenal dong ke seluruh Yogya dan Indonesia?” (aku mulai merah ijo mukanya, buset deh!)


Belum selesai, sampe di bawah waktu ketemu temen-temen narinya, dia bikin pengumuman, “Eh…eh…, aku mau dimuat di Kompas lhoh?” (aduh…aduh… piye iki?)


Nggak cukup, ternyata. Sampe di rumah sahabatku, sekali lagi Jess pengumuman,

“Tante…, Tante…, langganan Kompas kan ya? Besok pagi, liat ya , ada aku di sana.”


“Lho memangnya kenapa koq sampe masuk Kompas?”


“Tadi aku diwawancara sama wartawan Kompas abis nari.”


“Ooo…”

Sekali ini aku pasrah deh ngeliat anak semata wayang narsis abizz!

Waktu mau tidur malem Jessie nanya gini, “Mam, emang aku narsis ya? Bagus nggak gitu? Boleh nggak sih? Mami narsis nggak?”

Nah, begini nih punya anak ceriwis. Jadi inget papinya suka komentar gini kalo aku udah ngeluh betapa bawelnya Jessie, “Lhoh! Mami mau punya anak yang cerdas apa yang dongok?”

Skak Mat!!!!!!!!

0 komentar: