Setahun Kemudian

Desember taon lalu aku koq tiba-tiba kepikir motret saudara-saudaranya Papa dengan lengkap. Keinginan itu muncul aja tiba-tiba dan herannya ada sedikit feeling kalo bakalan ada yang mau 'berangkat.' Karena waktu itu aku harus pulang ke Yogya menemani misua yang nggak dapet tiket ke Jakarta, aku pesan-pesan sama iparku Susan supaya pemotretan itu bener-bener dilaksanakan. Malah dia usul supaya pertemuan keluarga diajukan supaya aku masih bisa ikut. Keluarga memang bertemu. Boleh dibilang komplit, hanya kurang Mas Ade, Khun, Leo dan keluarganya Indra. Potret keluarga berhasil dengan baik. Everybody was happy that time.

Taon ini, saat keluarga kumpul, sedikit yang dateng. Anak-anak tuapeku (abangnya Papa) malah nggak ada yang bisa dateng. Dua adikku juga nggak bisa dateng. Herannya aku bisa bercanda lepas dengan tuapeku. Selama ini nggak pernah kayak gitu. Usia beliau kan jauh di atas papaku, jadi aku sungkan. Malah yang deket sama beliau itu adikku cer. Aku pegang-pegang kalungnya. Masih inget kata-katanya, "Ini kalungnya Feli. Ape cari-cari terus ketemu. Jadi Ape pake deh, dijadiin liontin." Dalam hati aku sempat sedikit kaget karena beliau nyebut nama Feli, itu sepupuku yang udah almarhum long...long...long...ago. Dari sekian pertanyaan-pertanyaannya, aku bisa aja ngejawab. Rupanya beliau kaget juga waktu aku bisa jawab apa artinya P yang diberi tanda silang. Tanda itu biasanya ada di mimbar gereja-gereja Protestan. Katanya, "Sekarang namanya bukan lagi Paulus, tapi Paul X." Beberapa kali kalimat itu diulang-ulang.

Yang aku heran dan takjub, beliau ingat sama Khun. Padahal setahuku perjumpaannya dengan Khun bisa dibilang kurang dari lima kali. "Ini Khun 'kan? Betul 'kan?"

Pulang kumpul-kumpul itu tanpa maksud apa-apa aku membuat Papa Mama tetap berkumpul, sementara aku, Khun dan anak-anak pulang sama Didi. Kata Mama, "Ya, Ape ngomong melulu sepanjang jalan. Nggak ada abis-abisnya." Beberapa kali dia menanyakan saudara-saudaranya Mama, dan yang ditanyain itu udah meninggal semua.

Pagi tadi, pas aku lagi pijat, hp ku bunyi. Papa telepon ngabarin kalo tuapeku meninggal. Keberangkatannya sungguh enak. Pk 04.00 masih disuapin soto, tiba-tiba sesak napas, dibawa ke rumkit, berangkat deh pada pk 07.15.

Rasanya pengen ke Jakarta, berkumpul dengan keluarga duka, tapi bonyok nggak ngebolehin, secara Jessie juga ditinggal sama papinya menjelang sekolah. Jadilah hari ini aku jalani dengan bersedih hati. Nyetir sambil kebayang-bayang suasana pertemuan 31 Desember. Ketika itulah aku terakhir kali melayani menyediakan air minumnya. Saat itulah aku terakhir menerima berkatnya sebelum pulang. Butuh setaon lebih 10 hari sebelum firasatku menjadi kenyataan. Ternyata ape yang mau berangkat...

Selamat jalan, Ape. Kalo ketemu Feli, salam ya dari Yaya.

2 komentar:

Anonymous said...

Turut berduka cita untuk Tuape-nya, Bu Ian.
Semoga mendapatkan tempat layak sesuai amal kebaikan semasa hidup beliau.

Ben
http://benagewe.blogdetik.com

Mariani Sutanto said...

Thanks Ben.