Attachment Person

Selama aku tergeletak karena flu dua hari lalu, aku tidur sendiri. Jessie dengan papinya. Ternyata Jessie nggak bisa tidur. Bangun-bangun terus, cerita papinya. Akhirnya dari golek sana golek sini, dia tertidur pk 22.00. Pk 04.00 nyamperin tempat tidurku lalu tidur lagi di arah kakiku, supaya nggak ketularan.

Pagi-pagi pk 05.30 aku bangunin, karena mau sekolah. Tiba-tiba Jessie bilang, "Mom, koq lantainya seperti menurun ya?" Langsung aku raba lehernya dan suhu badannya hangat. Aku selidiki semalam tidur jam berapa, dst.nya, dst.nya. Jadi, dari keterangannya aku menyimpulkan anak ini hangat karena kurang tidur. Pantes aja lantai agak menurun, lha wong gliyeng... Lalu aku buatkan bubur instan, minumin panadol, tidur lagi sampe pk 08.00. Bangun-bangun dia udah seger.

Jadi rencanaku kemarin berjalan cukup lancar, ambil bordiran dan urus surat izin praktek psikologi ke BNI UGM.

Sore-sore aku ngerumpi sama misua soal kondisi Jessie. Mungkin salah satu dampak buruk ketiadaan orang lain di rumah ya seperti itu. Pengaruh Mommynya terlalu kuat, sehingga kalau jauh sedikit bisa kelimpungan. Biasanya memang attachment person terasa di usia bayi umur 7/8 bulan - kira-kira 2 taonan. Tapi, kalo anak hanya tumbuh besar bersama dengan orangtuanya tanpa campur tangan baby sutter atau oma opa atau lainnya, kelekatannya pada ibu amat terasa. Aku sih pelan-pelan mendekatkan Jessie dengan bapaknya, misalnya aku tinggal rapat ke gereja atau tinggal ceramah. Aku berharap lama kelamaan dia terbiasa aku nggak hadir walau nanti akan selalu pulang. Di satu sisi hal ini mengharukan karena kelekatan anak pada ibunya sangat kuat. Tetapi di sisi lain agak mengkhawatirkan karena kemandiriannya akan datang terlambat.

Berarti aku harus pandai-pandai membuat keseimbangan supaya Jessie bisa mandiri tepat waktunya. Ikutan camp anak ke luar kota aja kali ya...

0 komentar: