Kemarin malam, sekitar pk 23.00, hp ku berbunyi. Seperti biasa, kalau sms masuk pada jam-jam yang nggak biasa, mesti ada berita penting. Ternyata induk semang kost ku meninggal dunia. Memang aku pesan sama cucunya yang sering ketemu supaya kalau ada apa-apa sama omanya, aku diberitahu.
Cukup lama aku nge-kost di tempatnya, hampir 9 tahun. Dengan empat orang yang juga hampir sama lamanya dan beberapa teman yang silih berganti. Banyak hal aku pelajari dari beliau, terutama kerapihan penampilan. Salah seorang adik kelas kaget waktu bertemu aku setahun lalu, "Lho, Mbak? Sekarang koq nggak seperti waktu kuliah? Dulu baju, sepatu sampai anting-anting dan tas senada semua. Sekarang Mbak nyaman dengan jins dan oblong ya?" Nah, sampe segitu pengaruh Tante sama aku, walaupun aku tak menyadarinya. Belum lagi sikap hidupnya. Semakin Tante diam, semakin keras dan nyata apa yang mau diungkapkannya. Pernah nih teman-teman merayakan ultahku dengan masak indomie goreng sekuali gedhe. Begitu aku pulang rapat dan buka pintu kamar, mereka langsung teriak. Padahal udah malem banget waktu itu, sekitar pk 10.00. Sesudah itu dengan sendirinya kami ber sst...sst...sst...ria, khawatir Tante terganggu. Kamarku di sebelah kamarnya Tante. Besokannya waktu sarapan dan Tante lewat, beliau hanya diam tak berkomentar tentang berisik-berisik malam sebelumnya. Tapi dari raut wajahnya kami tahu beliau memaklumi anak-anak kostnya yang kadang-kadang masih kayak bocah padahal sudah mahasiswa.
Induk semangku ini meninggal dalam usia sekitar 90 tahun. Waktu layat aku kembali bertemu dengan anak-anaknya yang dulu aku panggil Mas dan Mbak, serta cucu-cucunya yang sebaya dengan aku. Ada salah satu yang cerita kalau Tante udah hampir 5 tahun nggak bisa mengeluarkan suara. Sebelum meninggal ini sudah tiga kali kritis. Pada kondisi kritis yang ketiga, anak, menantu, cucu, cucu mantu dan cicit sudah meminta maaf, baik langsung hadir di sekitar Beliau atau pun melalui telepon. Ketika anak bungsunya telepon, tiba-tiba Tante mengucapkan namanya dengan suara yang sudah 5 tahun tak pernah terdengar. Anak bungsunya yang waktu telepon berada di Yogya langsung berangkat ke Ciamis. Dia mencuci kaki ibunya dan meyakinkan ibunya bahwa hidupnya oke. Tak lama kemudian Tante berpulang.
Ternyata dia merindukan anak bungsunya di alam bawah sadarnya. Memang menurut penelitian, kalau seseorang sudah tak berdaya apa-apa, koma atau hampir meninggal, salah satu organ yang masih berfungsi dengan baik yaitu telinganya. Ajaib memang, namun itulah kenyataannya. Mungkin itu sebabnya, pada pasien-pasien koma, suara dari orang-orang terdekat dalam hidupnya disinyalir dapat mengembalikannya ke alam realita. Atau pada orang-orang yang hampir meninggal, bisikan bahwa semua merelakan kepergiannya dapat melapangkan jalannya ke alam baka.
Melalui misa requim siang ini aku kembali menghayati bahwa hidup manusia ini seperti bunga ilalang, yang hari ini ada dan esok hilang. Selamat jalan Tante Nardi.
Merindukan si Bungsu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment