Minggu lalu Gramedia menyelenggarakan supersale majalah. Kami bertiga pergi ke sana. Lalu Jessie mendapat brosur lomba kolase Ori. Aku digeret-geret untuk mendaftarkannya ikut lomba. Aku setengahnya ogah, karena takut mengecewakan anakku itu nantinya. Setelah mendaftar, berulang kali Jessie berkata begini, “Mom, semoga kali ini aku dapet piala ya?” Aku pun hanya bisa mengangguk.
Teringat aku peristiwa sekitar dua tahun lalu. Waktu itu Jessie ikut lomba bercerita. Memang umurnya baru 3 tahun lebih. Dari 12 peserta, yang cerita dengan benar hanya dia dan satu anak lagi berusia satu tahun di atasnya. Yang dipilih temannya itu. Jessie kecewa luar biasa, sampe nangis dan minta dibelikan piala. Sia-sialah aku yang berhari-hari sebelumnya mengindoktrinasi dia supaya menganggap lomba itu hanya kesempatan belajar. Sejak itu aku menariknya dari dunia lomba. Kelak kalau sudah lebih besar, mungkin jiwa kompetisinya lebih ‘jinak’.
Ternyata nggak. Setiap dia baca ada lomba, apalagi yang berhadiah piala, pasti ingin ikut. Aku baru memperbolehkan lagi tahun ini. Januari kemarin Jessie ikut lomba gambar. Itu sih pesertanya ratusan, dan dia tahu lomba itu hanya untuk menguji sampai di mana kebisaannya menggambar setelah 3 bulan ikut les menggambar. Lomba kedua ya di Gramedia majalah itu.
Sebenarnya Jessie pengin dianter papinya, tapi papinya begadang sampai jam 3 pagi, jadi nggak kuat suruh nemenin ikut lomba. Akhirnya kami berangkat lomba, sesudah aku berpesan supaya menganggap lomba ini hanya untuk bersenang-senang di hari Minggu. Kalah menang itu urusan belakang. Meja gambarnya juga dibawa, kayak orang mau maju perang. Sampai di sana ternyata juga ada temannya yang dari TK Kalam Kudus, walaupun anak TK A. Dia merasa at home karena bertemu dengan orang-orang yang dikenalnya.
Begitu lomba dimulai, aku tak hentinya-hentinya berdoa supaya keinginan Jessie mendapat piala terkabul. Lha! Itu kan keinginan yang tak bisa dipenuhi orangtuanya, bagaimana pun kerasnya upaya. Wong piala itu bukti penghargaan atas hasil karyanya, je!
Lomba pun berjalan lancar. Dia menempel dengan hati-hati, cenderung agak lambat. Aku yang deg-degan karena waktu berjalan terus. Apalagi diiringi lagu Heli, Pelangi... udah deh dia menempel sambil bernyanyi. Kadang-kadang termenung, sambil melihat-lihat sekelilingnya. Yang lain sudah selesai, tinggal Jessie. Tepat dua menit sebelum waktu berakhir, kolasenya selesai. Aku langsung lega.
Sambil menunggu pengumuman ada dongeng tentang Ori si lebah itu. Jessie memperhatikan sambil makan dan minum. Rupanya energinya terkuras! Ha...ha...ha...
Pas pengumuman, aku lihat Jessie deg-degan. Harapan 3....lewat. Harapan 2....lewat. Harapan 1...lewat. Juara 3...namanya disebut, tapi panitia menyebutnya dari sekolah Kanisius Kudus. Wah, salah nggak ya? Aku langsung maju sebelum Jessie sampai di panggung untuk memastikan berita itu. Ternyata, memang benar Jessie tetapi panitia salah menyebutan nama sekolahnya. Wah, dia senang sekali. Aku langsung sms papinya mengabarkan berita gembira itu.
Papinya kirim sms, bunyinya, “Wah... tercapai juga dong obsesinya. Cun dari papi.” He...he...he...
Menggapai Mimpi
Diposkan oleh Mariani Sutanto di 4:45 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 komentar:
aloo ini istrinya khun ya.. met kenal ya..
Dear Vivianty,
Iya, ini istrinya khun. Salam kenal juga. Di mana nih lokasi blognya?
Post a Comment