SDM

Seumur-umur aku nggak pernah bercita-cita menjadi pengusaha. Tiba-tiba nyemplung ke dunia usaha dan berurusan dengan segala tetek bengek yang ruwet, antara lain mengurus SDM nya.

Sebagai perusahaan kecil, kami susah bergerak mengikuti tuntutan pemerintah. Akhirnya, mengandalkan budaya Jawa yang mengutamakan asas kekeluargaan. Dua orang tukang jahitku keluar berbarengan. Untungnya (nah lho... di mana-mana ada si Untung) tukang potong setia bersama kami. Pusing...pusing....!

Begitu nggak ada tukang jahit, usaha kami tiba-tiba sepi orderan. Sampe tukang sablon yang biasanya kewalahan menerima permintaan sablon, juga gigit jari karena tak ada order. Pikirku, “Ini nih waktunya merenung. Evaluasi semua yang udah berjalan.”

Pelan-pelan ada order lagi, karena kami bertiga mubeng minger itu (sebelum ditanya Bang Apollo lagi, artinya muter ke sana ke mari). Sekarang nggak kuat deh si tukang potong karena merangkap jadi penjahit, obras, overdeck, pasang bisban di bahu. Akhirnya kemaren jatuhlah dia sakit. Jadul aku bilangnya tewas.

Lalu bingung mencari tukang jahit lagi. Tiba-tiba ada masukan dari tukang bordir Godean, kalau ada penjahit cari kerja. Langsung kami deal. Ketemunya tau nggak di mana? Di depan pendopo taman siswa HOS Cokroaminoto, saat aku mengantar Jessie pentas tari untuk TK se kecamatan Tegalrejo.

Ini dia, ketemu deh yang mengandalkan asas kekeluargaan. Sip. Jadi aku akan kerja libur nyepi ini, suami jaga anak di rumah.

Betapa sulitnya mencari SDM yang memenuhi kriteria perusahaan. Diajarin dari nol, udah pinter dikit, mental. Anehnya, di dunia jahit menjahit Yogya, ternyata orang lebih memilih kerja di pabrik garmen besar walaupun upahnya kurang dari sepersepuluh UMR, terus kalo nggak ada order dia dirumahkan. Nanti dipanggil lagi kalo ada order. Dibanding kerja tetap yang setiap hari diperhitungkan upahnya, ada atau nggak ada order. Padahal, kalo ada order, dihitungnya borongan, yang otomatis lebih banya dari upah hariannya. Itu baru soal mutu jahitan. Diminta dateng tepat waktu, susahnya.... luar biasa. Tapi kalo pulang.... hm, tenggo...begitu teng langsung go! Mungkin ini salah satu dampak budaya lokal alon-alon asal kelakon. Tapi kalo aku pikir-pikir, itu sih mental ato karakter orang yang emang udah dari pola asuhnya nggak tertib. Belum lagi kalo nggak ada kerjaan, maunya ngobrol aja. Mbok ya meningkatkan kemampuan, belajar jahit yang belum bisa. Ini nggak, milih ngerumpi. Tobat...tobat...., untung yang bikin rambutku berdiri semua udah pada cabut. Bisa-bisa memutih deh rambutku, mikirin SDM kayak begini.

Begitulah kondisi SDM Yogya. Kali-kali aja nih ada yang bisa bantu aku mengelola SDM? He...he...he...