Memori

Berhubung memori hape penuh, aku terpaksa menyeleksi nama-nama di hape. Begitu sampe di huruf J, langsung tertera di sana nama almarhum sahabatku yang meninggal Desember 07. Wah, aku sampe deg-degan mau menghapus namanya. Rasanya seperti mengkhianati dia, padahal kepergiannya udah aku relakan, artinya memang jalannya kalau dia harus pergi secepat itu.

Heran ya, kehilangan orang yang kita sayangi bisa begitu lama penyembuhannya. Aku nih cuma teman, yang kalo ke penjahitan lihat dia sedang mendisain kaos produksi kami. Kadang-kadang aku berdiskusi sama dia, tapi kebanyakan sih aku lihat dia lagi merenung, atau jalan-jalan di rumahnya yang luas, atau mengetuk-ngetukkan pensil sambil merokok untuk mendapatkan ide.

Apalagi istrinya yang ditinggalkan mendadak ya? Pernah aku mencontoh suaminya ngeguntingin kain kecil-kecil untuk contoh warna, lalu kawanku melihat contoh warna itu. Langsung mukanya meredup dan kami terhanyut kenangan berjuang bersama. Pernah juga dia beberapa kali kepeleset manggil aku Ian, padahal selama ini dia sengaja manggil aku Mar untuk membedakannya dengan nick name alm Mas Janni. Dan….secara naluri aku tau kalo dia kangen dengan suaminya. Cuma kangen begini kan susah? Masak musti manggil cenayang kayak yang di film Ghost, lagian itu forbidden and ngeriii….

Jadi, menghapus nama Mas Janni bener-bener membangkitkan kenangan. Dan ketika jariku memencet tombol delete, serasa seperti ada bagian diriku yang juga ikut pergi. Memori emang bisa bikin perasaan jadi amburadul begini nih.

2 komentar:

Anonymous said...

ya itulah cie, yang pergi udah enak dan tenang, tinggal lah yang di tinggal kudu kuat hati...

yenny

Mariani Sutanto said...

Iya Yen, refer to postingan 3 August deh...