Mendadak Liburan

Menjelang akhir tahun gini malah banyak acara jalan-jalan. Dasarnya aku emang suka banget jalan-jalan dan mengeksplorasi suatu kota, jadi hayu aja. Tapi jalan-jalan kali ini bener-bener tak terduga.

Awal November nanti kawan-kawan eks SMA Trinitas Bandung ngadain reuni perak. Mulanya aku sih agak-agak nolak ikut yang begini-beginian deh. Dari berbagai pengalaman, reuni tuh nggak bagus juga efeknya, walau nggak sedikit juga yang makin memperluas wawasan. Well, pada dasarnya aku orang yang kekinian deh, bukan yang seneng mengingat-ingat masa lalu, sebagus apa pun masa lalu, apalagi yang jelek-jelek. Book has been closed, ha...ha...ha..., there is a new book to write.

Cuman....temen-temen di Bandung nih luar biasa! Tiap hari aku dikilik-kilik supaya ikutan reuni. BUkan cuma satu lagii..., gantian deh. Belon juga final keputusan ikut apa nggak, tau-tau di sms pesenan bakpia segudang, jadi makin condong buat ikutan reuni. Emang bageur-bageur pisan...ha...ha...ha...

Nah, yang susah tuh koordinasi ama misua. Dia sih suami yang sangat mandiri dan nggak manjaan orangnya, tapi aku aja yang nggak enak ninggalin dia sendirian di rumah. Selain itu, kadang-kadang ada rakor di Jakarta. Lagi mikir-mikir begitu, suatu sore dia pulang dengan pemberitahuan bahwa akan ada rapat di Jakarta 5 November. Lalu malam itu kami bertiga diskusi, sampa ada aha! Kenapa juga misua pulang ke Yogya tanggal 6 lalu tanggal 7 kami berdua berangkat ke Bandung? Kan enakan abis rapat di Jakarta dia langsung ke Bandung, kami berangkat dari Yogya menuju Bandung, ketemuan di sana deh. Senin pagi pulang sama-sama ke Yogya. Berarti misua cuti sehari di hari Senin. Aku ngijinin Jessie 2 hari, Sabtu dan Senin. It is a really good idea! Lalu kemarin terpikir, tidur aja di kereta Jumat malamnya, jadi Sabtu pagi udah nyampe Bandung. Horeee..., sekalian Jessie bisa naik kuda di Ganesha, dia seneng banget berkuda di sana.

Setelah itu aku ngajak Mama Papa ke Bandung juga, jadi bisa ketemuan. Soalnya sejak pindah ke Purwakarta jadi susah ketemuannya. Ketepatan bener Papa nggak dines tanggal 7 Nov, jadi kami akan satu hotel di Bandung. Bener-bener deh mendadak liburannya, asyik...., moga-moga lancar sampai selesai.

Gamang

Di sebuah komunitas yang aku ikuti, ada seorang ibu dengan dua orang anaknya. Pertama kali aku melihatnya, langsung timbul pertanyaan dalam hati tentang pekerjaannya. Aku cuma mau tahu aja, karena jarang ada ibu yang seperti ini. Anak-anaknya pun punya cara yang unik waktu memperhatikan orang lain. Aku belum berhasil mendekatinya, karena ia selalu duduk agak menjauh dari kami setiap kali kami berkumpul.

Suatu kali muncul sas-sus kalau ibu itu pernah dijumpai di perempatan sedang mengamen dengan anak-anaknya. Seperti biasa, aku cuek dengan sas-sus itu, karena bagiku itu bukan urusanku. Kalau mau ya ditolong, kalo nggak ya nggak usah diributin atau digosipin, buang-buang waktu dan nggak ada faedahnya.

Kemarin sore, setelah pulang rapat aku berhenti di perempatan Pingit. Lagi asyik-asyiknya mikir, di sebelah kananku melintas seorang ibu sedang begging dengan anak di gendongannya. Set!! Kayaknya aku koq nggak asing dengan wajah ini, lalu aku perhatikan lagi. Wjah yang sebagian etrtutup topi itu ternyata ibu-ibu yang sering mengundang tanya di hatiku.

Saat itulah muncul kegamangan dalam diriku. Gimana ya kalau dia menghampiri jendela mobilku? Kalau aku memperlihatkan bahwa aku mengenalnya, dia malu apa nggak ya? Padahal jelas-jelas dia menutupi mukanya dengan topi agar tak dikenali. Kalau aku nyuekin dia, dia tersinggung nggak ya? Eee...h bener, dia menghampiri jendelaku. Dengan cepat aku memutuskan untuk menatap ke depan sambil menunjukkan penolakan dengan tanganku. Waktu aku melakukan itu, aku hanya tidak ingin dia malu lalu nggak muncul lagi di komunitas kami.

Sampai lampu hijau dan aku sudah di rumah, aku masih terus memikirkan ibu itu. What should I do actually? Aku jadi pengen mendekatinya di waktu pertemuan kami nanti. Mungkin aku bisa memulai dengan pertanyaan, "Kayaknya saya ketemu ibu Sabtu lalu di Pingit?" Emang kalo gini cara bertanya model Yogya paling cucok, muterlah dulu sampai ke Solo baru balik lagi dengan pertanyaan yang semakin fokus. Intinya aku pengen menjenguk ke jendela hidupnya, kan gimana-gimana juga kami rutin bertemu. Pastilah ada alasan mengapa sampai ia menjadi seperti itu. Hanya, kalau sas-sus itu benar adanya, mungkin sebaiknya ada tindak lanjutnya. kalau-kalau ada sesuatu yang bisa aku bantu untuknya.

Dunia memang sedang bersusah...

Aku Dicium

Kami hampir tak bersama seharian kemarin. Setelah pulang sekolah, Jessie diminta mengajar tari Truno pk 14.00. Jadi, pulang sekolah dia langsung makan, istirahat sebentar lalu kami berangkat lagi menuju tempatnya mengajar. Sementara aku ada ceramah di malam hari.

Waktu makan siang aku melobby Jessie supaya mau dijemput papinya sehabis mengajar. Tadinya dia minta dijemput lalu ikut aku ke tempatku ceramah. Aku khawatir dia terlalu lelah karena dari sekolah belum tidur siang. Kalau ikut aku ceramah, bisa-bisa teler pas pulang malamnya. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan akhirnya dia setuju istirahat di rumah, nggak ikut aku ceramah, walaupun agak sedikit ngedumel, soalnya dia paling seneng ikut aku ceramah, "Ketemu kakak-kakak, Mom," begitu alasannya.

Ketika sampai di tempatnya mengajar, aku bilang begini, "Sudah ya Jess. Sampai ketemu nanti malam. Jessie kalo udah ngantuk langsung bobo aja, nggak usah nungguin mami." Aku kaget waktu tangan mungilnya merangkul leherku dan memeluk seraya menciumku (terharu mode on). "Oke Mom, hati-hati ya."

Ini nggak kayak biasa! Berkali-kali kami tak bisa bersama, dia cuma melambaikan tangan. Tapi siang kemarin dia memeluk dan menciumku! Jadi semangat setelah itu untuk mematangkan persiapan ceramah.

Kalau aku renung-renungkan lagi, kami memang sangat dekat. Aku bersyukur dia mau curhat sama aku, bukan dengan orang lain, karena pada akhirnya dia paham kalau orangtuanya nggak akan pernah menjatuhkan anaknya sendiri. Kalau aku lalai memeluknya dalam sehari, maka Jessie mendatangi aku, lalu senyum-senyum sambil melirik dan merentangkan tangannya, minta dipeluk.

Luv u, Jess!

Bolu Bawean

Kadang-kadang aku suka inget dan seolah-olah di udara tercium aroma Bandung. Itu kangen kali ya namanya? Ha...ha...ha...!

Salah satu yang bikin aku kangen Bandung itu bolu Sweetheart. Zaman aku di sana, sekitar 1982-1985, bolu ini sangat terkenal, karena rasa rumnya sangat kuat. Aku mencicipi pertama kali saat ada yang mengantarkannya ke rumah di Pasir Luyu, Buah Batu, itu.

Sejak itu aku tergila-gila sama bolu Sweetheart, tapi ya nggak bisa sering-sering makan, karena harganya selangit. Waktu itu Papa kan studi S2, jadi tahu sendiri lah.

Lebaran kemarin teman lamaku dari Bandung datang. Entah dia baca di fb atau feeling aja kalo aku suka bolu ini, kemarin tiba-tiba paket datang dari Bandung. Guess what?.....Bolu Sweetheart, tapi sekarang udah ganti nama jadi bolu Bawean, kali karena mengikuti nama jalan. Waktu di sms, aku pikir satu sloaf aja, nggak tahunya dua sloaves!!! Masih ditambah satu pack brownies dan dua pack bagelen keju. Wah...., ini bukan cuma pucuk dicinta ulam tiba tapi mak nyuss!

Jadi, hari ini sarapan bolu Bawean dengan kopi hangat. Jessie juga ikut-ikut sarapan bolu dengan susu Ultra. Sarapan gini emang cocok buat pagi-pagi sekitar 03.20, ringan dan ueeenak.

Thanks ya teman buat perhatiannya.

Merindukan si Bungsu

Kemarin malam, sekitar pk 23.00, hp ku berbunyi. Seperti biasa, kalau sms masuk pada jam-jam yang nggak biasa, mesti ada berita penting. Ternyata induk semang kost ku meninggal dunia. Memang aku pesan sama cucunya yang sering ketemu supaya kalau ada apa-apa sama omanya, aku diberitahu.

Cukup lama aku nge-kost di tempatnya, hampir 9 tahun. Dengan empat orang yang juga hampir sama lamanya dan beberapa teman yang silih berganti. Banyak hal aku pelajari dari beliau, terutama kerapihan penampilan. Salah seorang adik kelas kaget waktu bertemu aku setahun lalu, "Lho, Mbak? Sekarang koq nggak seperti waktu kuliah? Dulu baju, sepatu sampai anting-anting dan tas senada semua. Sekarang Mbak nyaman dengan jins dan oblong ya?" Nah, sampe segitu pengaruh Tante sama aku, walaupun aku tak menyadarinya. Belum lagi sikap hidupnya. Semakin Tante diam, semakin keras dan nyata apa yang mau diungkapkannya. Pernah nih teman-teman merayakan ultahku dengan masak indomie goreng sekuali gedhe. Begitu aku pulang rapat dan buka pintu kamar, mereka langsung teriak. Padahal udah malem banget waktu itu, sekitar pk 10.00. Sesudah itu dengan sendirinya kami ber sst...sst...sst...ria, khawatir Tante terganggu. Kamarku di sebelah kamarnya Tante. Besokannya waktu sarapan dan Tante lewat, beliau hanya diam tak berkomentar tentang berisik-berisik malam sebelumnya. Tapi dari raut wajahnya kami tahu beliau memaklumi anak-anak kostnya yang kadang-kadang masih kayak bocah padahal sudah mahasiswa.

Induk semangku ini meninggal dalam usia sekitar 90 tahun. Waktu layat aku kembali bertemu dengan anak-anaknya yang dulu aku panggil Mas dan Mbak, serta cucu-cucunya yang sebaya dengan aku. Ada salah satu yang cerita kalau Tante udah hampir 5 tahun nggak bisa mengeluarkan suara. Sebelum meninggal ini sudah tiga kali kritis. Pada kondisi kritis yang ketiga, anak, menantu, cucu, cucu mantu dan cicit sudah meminta maaf, baik langsung hadir di sekitar Beliau atau pun melalui telepon. Ketika anak bungsunya telepon, tiba-tiba Tante mengucapkan namanya dengan suara yang sudah 5 tahun tak pernah terdengar. Anak bungsunya yang waktu telepon berada di Yogya langsung berangkat ke Ciamis. Dia mencuci kaki ibunya dan meyakinkan ibunya bahwa hidupnya oke. Tak lama kemudian Tante berpulang.

Ternyata dia merindukan anak bungsunya di alam bawah sadarnya. Memang menurut penelitian, kalau seseorang sudah tak berdaya apa-apa, koma atau hampir meninggal, salah satu organ yang masih berfungsi dengan baik yaitu telinganya. Ajaib memang, namun itulah kenyataannya. Mungkin itu sebabnya, pada pasien-pasien koma, suara dari orang-orang terdekat dalam hidupnya disinyalir dapat mengembalikannya ke alam realita. Atau pada orang-orang yang hampir meninggal, bisikan bahwa semua merelakan kepergiannya dapat melapangkan jalannya ke alam baka.

Melalui misa requim siang ini aku kembali menghayati bahwa hidup manusia ini seperti bunga ilalang, yang hari ini ada dan esok hilang. Selamat jalan Tante Nardi.

Diglot

Ulang tahun kali ini ada hadiah istimewa dari sahabat keluarga kami, sebuah Alkitab diglot. Kado ini seakan mengukuhkan keseriusanku untuk memelajari teologi.

Jangankan orang lain, bapakku aja bingung waktu aku beritahu kalau sekarang aku kuliah teologi. "Emang mau jadi pendeta, kuliah koq teologi?" Nadanya biasa lah, agak-agak bernuansa kolong walau udah purna bakti sekian tahun lalu.

Pertanyaan kenapa itu yang terus mengikutiku setelah aku mendengar khotbah Pdt. Rudy Budiman di GKI Taman Cibunut, hampir seperempat abad silam. Waktu aku cerita ke Papa kalo mau masuk teologi, Papa nggak bisa tidur. Beliau berpendapat teologi itu ilmu abstrak dan nggak bisa buat hidup. Lalu aku disarankan masuk ke fakultas yang agak-agak mirip teologi. Jadilah aku ke psikologi.

Tahun-tahun berlalu, tapi keinginan itu terus bercokol di dalam hati. Sampai, aku berani menuliskan resolusi tahun 2006 untuk sekolah theologia. Tapi, setelah menulis resolusi itu, hambatannya makin menjadi-jadi, mulai dari biaya, waktu, multiple task sampai niat.

Tahun ini, aku dapat cukup banyak dividen usaha, yang cukup untuk biaya kuliah satu matkul satu semester. Cepet-cepet deh aku mendaftarkan diri dan melunasinya. Biasa ibu-ibu, ada uang sedikit larinya ke seprei apa kuali, ha...ha...ha...! Jadilah aku kuliah lagi.

Nah, di ulang tahunku ke 43 ini aku dihadiahkan Alkitab dwi bahasa: Indonesia - Ibrani. Bacanya aja kayak buku Jepang, dari belakang. Lalu bahasa Ibrani dibaca dari kanan ke kiri, seperti bahasa Arab. Cuman aku belum ambil tuh matkul Ibrani, paling aku deketin dulu aja dosennya, supaya dikasih kunci-kunci untuk mengetahui huruf dan tulisannya.

Resolusi 2006 terwujudkan di 2009. Sekarang, aku mau bertekad ah supaya selesai di tahun 2016, pas di ultahku ke-50. Semoga dikabulkan ya?