Kalo dari asal katanya, hayat itu sama dengan hidup. Dulu aku masih mengenal buku dengan judul ilmu hayat, nggak laen nggak bukan sama dengan biologi sama dengan sains pada generasi Jessie sekarang. Kalau ditambah awalan peng dan akhiran an = penghayatan= berarti penghidupan. Menurutku bisa dikonotasikan dengan mencoba menghidupkan atau menjadikan hidup.
Hari-hari ini tanpa aku bisa kendalikan, banyak ingatanku yang tau-tau lagi membayangkan sengsara Tuhan Yesus menuju penyaliban. Mungkin karena tahun lalu tiba-tiba aku mengalami kematian seorang sahabat, lalu bayang-bayang kematian menjadi sesuatu yang akrab denganku. Tahun-tahun lalu, paling banter aku menghayati kematian-Nya hanya dengan mendengarkan khotbah Jumat Agung. Nggak seperti waktu kecil, saat aku menghayati iman Khatolik, upacara sudah dimulai sejak Kamis, dan aku harus pakai baju warna gelap untuk menandakan kedukaan. Waktu itu di Protestan kayak gitu-gitu nggak ditekankan.
Saat menghayati inilah aku melakukan pencarian ke dalam diri. Betapa banyak kekeliruan, salah dan dosa di dalam hidupku. Nggak usah yang berat-berat, soal melanggar lampu merah aja, sering banget aku melakukannya. Apalagi dosa yang lebih serius, yang hanya diketahui otakku dan nurani yang sengaja aku bungkam, agar tak ada rasa salah dan tak nyaman. Itu baru di tahap dosa. Belum lagi, ndablegnya aku kalo soal mengampuni. Padahal yang dilakukan Tuhan Yesus dengan kematian-Nya adalah menanggung dosa umat manusia agar manusia beroleh pengampunan. Seharusnya kan aku juga mau dan bisa mengampuni, tetapi nyatanya........ hanya Dia lah yang tahu.
Saat-saat penghayatan ini juga menimbulkan gelisah dan tanya dalam diriku. Masak sih aku mau tinggal dan berkubang dengan dosa-dosaku? Aku jelas nggak mau. Berhari-hari mikirin ini sampai aku tiba di ujung pencarian: memahami dengan benar dan mewujudkannya dalam hidup sehari-hari.
Keliatannya pendek, hanya satu kalimat, tapi mewujudkannya perlu usaha keras, nggak jera kalau suatu saat jatuh dan yang terpenting aku mau bertaut kepada-Nya, supaya aku senantiasa dikuatkan dan diteguhkan. Konkritnya: lebih giat ber-PA dan berdoa, hidup dengan penuh cinta kasih so aku jadi nggak marah-marah melulu sama anak semata wayang, bekerja dan melayani lebih sungguh-sungguh. Aku mau lihat ah resolusi Paskahku ini beberapa bulan ke depan. Aku juga terus mendoakan supaya bukan hanya kematian-Nya yang aku hayati tetapi juga merayakan kebangkitan-Nya, jadi aku selalu disertai-Nya karena Dia selalu berkata, "Jangan takut, hanya kuatkan dan teguhkanlah hatimu..."
Penghayatan
Diposkan oleh Mariani Sutanto di 8:23 AM
Label: Sketsa Jiwa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 komentar:
met paskah cik, moga2 resolusi paskahnya berbuah kebaikan
Selamat Paskah juga ya Ly. Iya, aku akan mengusahakannya sedapat mungkin.
Post a Comment