Siang-siang panas, hapeku bunyi, pertanda ada sms masuk. Ternyata dari Sr. Anna, PK di Kediri. Bunyi pesannya menggelitikku untuk menuliskan hal ini: Selamat memperingati Hari Bumi, 22 April. Green is not a color, it's a state of mind. Bagus nih pikirku, lalu muncul ide dan membalas sms beliau dengan Green is not a merely slogan, it's a way of life.
Beliau memang terkenal dengan gaya hidupnya yang hijau. Di Kediri, ada kelompok para miskin yang dibinanya untuk membuat tas belanja, tas peralatan mandi dan dompet uang receh dari bekas punch sabun mandi, obat pel, kopi, dll. Lalu hasil karya itu dijual.
Melalui perjumpaan-perjumpaanku dengan beliau, kesadaran untuk menyayangi bumi semakin dalam tertanam. Beberapa kali aku membuat posting tentang menghemat pemakaian kertas, memisahkan sampah kering dari sampah basah, dll. Di tengah-tengah ketak berdayaan melihat pak sampah mencampurkan sampah kering dengan sampah basah, aku mencoba usul ke Darwis (Dasa Wisma) untuk mengangkat topik tentang hal ini. Tapi, usulku kandas di tangan sang jubir. Selain itu aku usul juga ke ketua rapatku supaya notula rapat tak perlu diperbanyak, tapi dikirim via email, jadi nggak perlu buang-buang kertas. Toh, semua peserta rapat punya laptop dan internet bukan lagi barang mewah. Supaya notulanya nggak diubah-ubah, dibuatlah dengan file pdf. Ketua rapat yang sering aku hadiri setuju, cuma realisasinya masih harus dilihat.
Jadi, aku mulai dengan diri sendiri. Memisahkan sampah kering dari sampah basah, sudah biasa. Lalu, aku membantu kawanku mengumpulkan HVS putih yang baru terpakai satu sisi untuk dijadikan 'buku tulis' bagi sebuah sekolah di kawasan Adisucipto. Lalu, aku memisahkan kardus dan kertas warna dari kertas putih. Yang aku tahu pasti semua itu akan didaur ulang ya di tempat pengumpulan kertas anfal. Jangan dikira kalau rumah tangga nggak memproduksi kardus bekas, banyak sekali ternyata. Di rumahku sendiri, sebulan bisa 2 sampai 3 kg! Mengerikan!
Lalu ke mana-mana aku membawa sebuah tas kain kecil. Jadi, kalo aku beli sesuatu, tak perlu tas kresek. Bertepatan dengan itu, salah satu adik ipar mengirimi aku tas sehari-hari yang lumayan besar. Jadi, kalo barang kecil-kecil, aku langsung masukkan ke tas aja, gak perlu kresek. Pernah juga sih aku mengalami hal memalukan sehubungan dengan memasukkan belanjaan ke tas sendiri bukan tas kresek toko. Ceritanya aku beli kaset lagu daerah anak-anak di sebuah pusat kerajinan yang cukup terkenal di kota ini. Tau sendiri deh kota turis, siang itu toko juga kayak ublegan cendol, orang ramai dan berduyun-duyun beli cinderamata di sana. Selesai bayar di kasir, aku bilang ke kasir kalau kasetnya nggak usah dipakein tas kresek, langsung masuk tasku aja. Lalu aku langsung pulang. Begitu lewat di sensormatic depan pintu masuk, bunyi tuh alarm!!! Aku aja yang lewat di situ. Langsung aku digiring ke dekat kasir terus tasnya diperiksa. Ketemulah barang toko itu dan masih tertempel di sana nota pembayarannya, yang untungnya nggak aku buang. Penjaga toko dan satpamnya munduk-munduk minta maaf. Malunya itu rek..., astaga!!!! Mungkin itu yang bikin aku kadang-kadang males bawa tas sendiri...
Pemakaian obat nyamuk semprot udah aku ganti dengan obat nyamuk elektrik yang baunya mild sekali. Semprot-semprot yang masih aku gunakan dengan frekuensi yang mat jarang adalah parfum. Untuk fave ku Channel 05 yang oles, jadi gak perlu semprot-semprot terlalu sering.
Kayaknya, banyak deh yang masih bisa aku lakukan untuk menghijaukan bumiku. Bukan untuk apa-apa, tapi supaya generasi mendatang, yang anakku termasuk di dalamnya, bisa hidup dengan lebih baik.
State of Mind
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment