Po Sang Penggembira

Seorang ayah kebingungan sewaktu mendengar anak semata wayangnya sakit panas. Karena tuntutan kerja yang tak memungkinkannya pulang, ia hanya bisa mendoakan agar isteri dan anaknya dapat mengatasi situasi sulit itu. Tanpa daya ia menunggu pk 16.00, saat ia bisa pulang menjumpai keduanya.

Betapa cemas hatinya karena anaknya itu terkapar di sofa. Tak ada lagi celotehnya, yang biasa mewarnai hari. Rumahnya juga terasa lengang dan sepi. Sesekali terdengar erang kesakitan anaknya. Panasnya sangat tinggi, bibirnya kering dan pandangan matanya nanar. Obat dari dokter seolah-olah tak berguna karena panasnya tak kunjung turun. Tiap setengah jan isterinya menyuapkan teh hangat manis agar anaknya tidak mengalami dehidrasi.

Keadaan mencemaskan ini berlangsung berhari-hari. Keduanya pasrah meminumkan obat dokter sambil terus berdoa supaya ananda terkasih cepat sembuh. Pada hari ketiga, isterinya bercerita kalau sang anak sangat senang setiap kali film seri Teletubbies tayang. Dari mulut mungilnya keluar ucapan “Po...Po....Po...” Lalu ia mencari boneka Po dari plastik yang tingginya melebihi tinggi badannya.

Sang ayah tiba-tiba mendapat ide. Sepulang kerja ia berkeliling-keliling Yogya. Ia ingin mencari boneka Po yang dapat dipeluk anaknya. Ketika melewati daerah Munggur, ada sebuah toko mebel menggantungkan guling berbentuk Po di depan tokonya. Langsung ia berhenti dan membeli boneka itu. Susah payah dimasukkannya boneka yang cukup panjang itu ke dalam plastik agar bisa dibawa pulang dengan motornya.

Betapa senang hati sang ayah ini ketika ia memarkir motor di halaman dan mendengar anaknya mulai berceloteh sedikit-sedikit. Dengan bersembunyi di balik guling boneka itu, sanga ayah menyapa anaknya, “Halo...., saya Po. Saya ingin bertemu anak manis yang katanya lagi sakit. Ada nggak ya?” Sang anak terkejut karena Po muncul dari garasi, namun ia langsung berteriak gembira ketika tahu ayahnya ada di balik boneka Po. Walaupun masih panas, tapi binar mata si anak yang memancarkan keriangan cukup menenangkan hati sang ayah.

Sekarang anak itu sudah besar dan boneka guling Po juga semakin kotor. Bahkan renda yang mengelilingi lehernya pun sudah mulai robek-robek. Namun, senyum Po yang manis senantiasa berhasil membuat sang anak tersenyum. Sang ayah pun sudah tak ingat dengan susah payahnya mencarikan boneka guling Po untuk anaknya tercinta. Satu hal yang selalu diingat sang ayah: sambutan hangat anaknya setiap kaliia pulang dari kantor.

Boneka itu mengingatkan sang ibu betapa cepat waktu berlalu. Bonekanya bisa saja sudah mulai usang, tetapi kenangan jerih payah suaminya untuk menggembirakan hati anaknya yang sedang sakit akan terus terpatri dalam kenangannya.

5 komentar:

Lenny said...

Cie2...kamsudnya siape neh? :D pengalaman pribadi ape renungan?

Mariani Sutanto said...

Nah, loe musti sering-sering baca bukunya anthony de mello, supaya bisa jawab pertanyaan di atas. Coba deh baca dulu, kalo masih kagak ngarti, ntar gw kasih contekannya...:))

Anonymous said...

wahhh.... gak salah lagi deh, aku tau siapa tokoh2 di atas. :)

Anonymous said...

Wah dibalik tampang cool & seriusnya ituu ternyata simpan hangatnya hati tuk keluaga. kekekeke..;))

Mariani Sutanto said...

Sis, ternyata udah lama gak ketemu ya? Sekarang aku sih jauh-jauh deh dari serius, apalagi papinya Jessie. Nih gara-gara ngeblog, babat semua birokrasi, he...he...he...