Waith... a crock

Ha...ha...ha..., anakku emang gak pantang nyerah. Kemaren malam, dia minta diceritain sebelum tidur. Pikirku, karena sekarang dia udah bisa dan doyan baca buku sendiri, untuk dongeng pengantar tidur aku bacakan yang bahasa Inggris. Waktu ultah Jessie kemaren, seorang temanku memberinya sebuah buku berjudul Walt Disney’s Classic Five Favourite Dreamy Tales. Jadilah kami membaca buku itu.

Pertama kali aku membacakan buku itu, Jessie minta diterjemahkan. Aku sih manggut-manggut aja, tapi gak pernah aku terjemahkan. Menurutku kalo diterjemahkan nanti Jessie nggak termotivasi untuk cari tahu. Ibarat orang makan buah udah dikunyahin sama orang lain, hiiii.... Protes juga pertama-tama, tapi lama-lama dia malah enjoy ngedengerin cerita-cerita di dalam buku itu.

Kemarin sampai di bab Sleeping Beauty. Biasanya kalo dibacain gitu, Jessie ngedengerin sambil matanya merem melek. Tapi, malam ini lain. Tiba-tiba dia setengah terduduk, ikut baca! Emang sih, aku udah sempet mendengar dia baca sendiri bukunya dalam bahasa Inggris sederhana. Tapi kemarin malam luar biasa. Begitu aku selesai membaca satu halaman, dia balik halamannya dan langsung baca. Namanya orang nyoba, ya pastilah banyak kesalahannya, tapi aku seneng dia berani coba baca bahasa Inggris. Sambil lalu aku membetulkan kata-kata yang salah ucap.

Rupanya Jessie berusaha membaca sesuai dengan spelling huruf dalam bahasa Inggris. Jadilah with dibacanya waith. Mungkin pikirnya “i” kan dibacanya “ai”. Berarti ada koneksi antara apa yang selama ini dipelajarinya dengan yang harus dibaca. Anehnya, waktu dia baca tulisan “a crack”, jadinya “ a crock”. Ini misteri. Alhasil malam itu dia baca separuh cerita, aku separuh cerita, ganti-gantian satu halaman demi satu halaman.

Tentu aja aku seneng banget. Anakku ini memang rada ajaib. Waktu dia umur 3 tahun, aku sempet khawatir apa nanti dia cepet bisa baca. Cuma memang aku simpen sendiri aja kekhawatiranku itu. Waktu itu aku berpikir kalo golden agenya akan muncul sendiri, dan aku hanya berjaga-jaga supaya kalo masa itu datang, aku tahu. Aku gak pernah ngajar-ngajarin dia baca, apalagi pake acara nyepel-nyepel, wah... ribet. Hampir setahun berlalu tanpa tanda-tanda dia mau baca. Tapi memang di TK nya diajarin membaca, mulai dari satu huruf, satu suku kata, satu kata, tiga suku kata, dua kata, dst,nya.

Suatu siang dia gak bisa tidur, tapi aku ajak dia baring-baring. Karena lelah aku tertidur. Tiba-tiba terdengar orang membaca pelan-pelan. Dia coba-coba terus. Aku langsung seger deh, tapi pura-pura terus tidur. Waktu dia selesai, aku ngulet sambil pura-pura kaget dan tanya begini, :Lho Jes, nggak bobo?” Oh! Langsung dia cerita kalo dia lagi belajar baca. Sejak itu, lancar deh bacanya, apa aja juga dibaca.

Begitu juga dengan bahasa Inggris. Karena aku juga belajar bahasa Inggrisnya hanya bermodal pelajaran selama sekolah menengah, ditambah tugas-tugas menerjemahkan waktu kuliah dulu, makanya aku juga hanya mendekatkan Jessie pada nuansa Inggris. Misalnya sering-sering ngajak dia dialog dalam bahas Inggris. Lalu nyetelin dia lagu anak-anak dalam bahasa Inggris, menyebut nama binatang dalam bahasa Inggris. Pokoknya serba Inggris deh (kayaknya penguasa kerajaan Inggris perlu nih baca postinganku ini, he...he...he...). Sampe kadang-kadang aku membicarakan hal penting dengan papinya yang nggak boleh dia tahu, juga dalam bahasa Inggris.

Lama-lama, yah.. hampir 5 taonan, dengan sendirinya dia mengerti kalo mami papinya lagi ngomong dalam bahasa Inggris. Abis, kali kosa katanya ya itu-itu juga ya..:))

Proses Jessie baca tulisan dalam bahasa Inggris juga begitu. Nggak pernah didorong-dorong, tau-tau udah bisa baca sendiri.Seperti waktu malam dia didongengin itu. Jadi aku tahu sekarang cara paling efektif ngajarin Jessie bahasa, yaitu dengan habituation alias pembiasaan.

Cuma, belajar bahasa kan berarti juga mengadopsi budaya bahasa kan? Jangan kaget kalo ketemu ama Jessie. Dia biasanya menyatakan sesuatu dengan terus terang, nggak pake tedeng aling-aling, he...he...he...

0 komentar: