Di bebukitan tandus itu hiduplah empat ekor kupu-kupu. Walaupun tempat hidup mereka tandus, namun Tuhan memberi mereka warna-warni yang indah. Yang badannya paling besar dari antara mereka berwarna hitam semu kecoklatan, karena itu dia dinamai Si Coklat. Tiga lainnya berwarna kuning pucat semu merah muda, biru langit kombinasi hijau lumut dan putih totol-totol coklat oranye. Nama mereka adalah si Dadu, si Hijau dan si Putih. Meskipun berbeda, mereka tak pernah iri satu sama lain. Malah mereka saling berbagi agar dapat bertahan hidup.
Suatu pagi si Hijau melihat seekor kadal di bebatuan. Dia lalu mengajak teman-temannya memperhatikan bagaimana kadal itu keluar masuk bebatuan. Setelah memperhatikan gerak- gerik si kadal, si Putih menyimpulkan bahwa kadal ini bukan musuh mereka, tapi si kadal bisa berbahaya kalau mereka terbang terlalu dekat dengannya. Si Coklat tak sepaham. Menurutnya, kadal itu jangan didekati, siapa tahu dia juga pemangsa serangga.
Akhirnya semua sepakat menjauh dari kadal itu, kecuali si Hijau. Setiap kali habis bermain dengan teman-temannya, dia selalu menghampiri si kadal. Mula-mula si kupu terbang jauh di atas si kadal. “Jangan-jangan benar kata teman-temanku?” Tetapi makin dilihat, makin menarik rupa si kadal ini baginya. Gayanya menoleh sungguh mengagumkan, seolah-olah di lehernya ada per yang amat lentur. Belum lagi kalau dia kehausan dan menjulur-julurkan lidahnya yang bercabang dua. Makin hari himbauan teman-temannya tak lagi diperhatikan. Sampai suatu ketika dia terbang terlalu dekat dengan si kadal. Waktu itu si kadal hendak menangkap nyamuk, tapi cakarnya juga nyerempet sayap si Hijau. Dengan susah payah si Hijau menghampiri teman-temannya. Lukanya dirawat hingga sembuh dan dirinya kembali bersinar.
Si Dadu geleng-geleng lihat keluguan si Hijau. Bahaya di depan mata tak dihiraukannya, malah seolah sengaja bermain api. Si Putih menetapkan peraturan supaya mereka berempat selalu bersama agar si Hijau tidak terjerumus bahaya lagi. Namun, si kadal begitu memesonanya hingga si Hijau rela mengendap-endap pergi agar bisa memperhatikan si kadal. Kali ini, keamanan si Hijau benar-benar terancam. Tak ada yang bisa menolongnya karena yang lain berada jauh darinya. Si kadal mendongak tepat di depannya dan……hap! Lidahnya membelit si Hijau tanpa ampun lalu dimakannya kupu-kupu itu.
Cocok gak jadi guru sekolah minggu? Ha…ha….ha…, selamat hari Minggu. Semoga kita selalu memperhatikan nasehat yang kita terima dari orang lain demi kebaikan kita.
4 komentar:
Hai Mom...
Kayaknya banyak anak kayak si Hijau ya...waduh waspada nih...
Sukses juga....
sippp cik, lu dah cocok bener jadi guru SM ? lho emang selama ini bukan guru SM tah ? hehehe
Hai Sri..., iya kudu ati-ati.
Buat Lily, kalo gw guru sekolah minggu bisa pada nightmare malem senennya. Terus, ortunya bakalan pada protes gara-gara didisiplin ala anak kolong alias militer. Siap, grak!!! Mau ngundang jadi guru SM di sana supaya muridnya pada abis? Ha...ha...ha...
walah...mosok sih cik, penampilan cik ian keliatan kalem :), ga tau lagi nanti kalo pas kapan2 ketemu. Aku pernah jd guru sm, tapi gua ga berbakat, tiap ngajar..mesti basah semua...demam panggung, pdhl ngajarnya jg kaga dipanggung
Post a Comment