Dalam artikelnya di Kompas, J. Kristiadi menuliskan bahwa melupakan peristiwa buruk masa lampau membuat manusia tidak bijak, dan tidak mengingat keindahannya membuat manusia mudah menjadi jahat. Kalimat ini seperti menggambarkan perasaanku setiap tahun menjelang 15 Mei. Rasanya di telingaku masih terdengar raungan sirine di mana-mana dan berbagai wawancara ‘mengerikan’ yang semuanya itu mau memberitakan bahwa telah terjadi tragedy kemanusiaan paling buruk di
Waktu semua itu terjadi aku sudah berada di kaki gunung Merapi yang tenang, aman, damai, dan sejuk. Hanya saja, hatiku sama sekali jauh dari suasana tempat tinggalku. Gimana mau tenteram melihat penderitaan yang tengah terjadi, juga pada para korban yang disembunyikan? Cerita seram berhamburan menghampiri telinga dan batinku. Tak heran aku sangat terkesan dengan pelayanan seorang Romo di Jakarta yang terjun langsung menolong para korban perkosaan.
Hanya saja, pertanyaan yang terus menghantuiku adalah: jika terjadi perkosaan, seberapa banyak yang akhirnya menjadi sebuah kehidupan nyata di dunia? Lalu, ke mana dan di mana anak- anak itu berada? Tentu mereka sudah besar. Kalau sekolah, mungkin sudah duduk di kelas 4 atau 5 SD. Apakah mereka hidup dengan limpahan kasih sayang atau kemana- mana diikuti dengan pandang mata kasihan –bahkan mungkin dengan pandangan jijik— oleh orang-orang di sekelilingnya? Apakah mereka hidup dengan ballutan misteri asal- usulnya atau sudah diberitahu tentang kenyataan pahit tentang dirinya? Apakah mereka kenal ibunya? Apakah mereka hidup dengan ibunya? Bagaimana keadaan psikis ibunya? Depresikah? Banyak tanya lain menggema di relung hatiku, namun tak ada jawab sampai kemarin malam.
Kemarin malam aku melihat siaran ulangan perspektif di AN TV. Rasanya ada sedikit berkas sinar menyeruak di antara berbagai tanya dalam hatiku. Mudah-mudahan pemerintah memakai momen Mei ini untuk membuka kembali sejarah gelap itu dan mendudukkannya di tempat yang benar. Pembukaan ini bukan untuk mengorek kepedihan yang ada, tetapi seperti tulisan J. Kristiadi di atas: supaya manusia menjadi bijak. Bijak dengan dirinya sendiri dan bijak dengan sesama.
Salam untuk anak-anak dan keluarga Mei, di manapun kalian berada. God will always be with you, though you do not want to know HIM.
0 komentar:
Post a Comment