Mengayakan Pengalaman

Kalo anak libur, obsesi oratunya adalah gimana dia memanfaatkan waktu, nggak terpaku di depan tivi, nggak megang- megang PS mulu or yang sejenisnya deh. Aku juga gitu sih. Soalnya, kalo Jessie iseng mesti pantatnya nancep di depan tivi. Kebetulan liburan ini aku juga lagi repot- repotnya, jadi aku msuti pinter- pinter cari kegiatan buat dia.


Pas lagi denger radio ada pertunjukan “Orang Jawa Main Jazz – Vertigong”. Lalu aku rundingan sama papinya. Kami sempat ragu apakah Jessie bisa mengerti musik jazz. Lalu aku ngusulin supaya pertunjukan ini hanya untuk mengayakan pengalaman musikalitasnya aja. Lagian, dari iklan di Sonora, jazz nya ini bukan jazz serius, ada lucu-lucuannya. Lagipula tiketnya sedengan lah, Rp 30.000. Aku beli dua aja, Jessie biar dipangku. Untuk pengayaan pengalaman jangan sampe morotin kantong, he...he...he...


Jadilah kami kemarin malam menonton pertunjukan itu. Semuanya ada 10 repertoar yang diciptakan oleh Purwanto dan dimainkan bersama grup musik Kuaetnika. Repertoar 1 dan 2 aku sempat mau tertidur, terbuai dengan alunan musiknya. Teringat masa lalu yang nge- jazz banget. Namun, mulai repertoar 3 keliatan keunikannya. Jessie sampe riang bertepuk tangan, soalnya lucu melihat mereka berenam ngerubutin gambang diketok-ketok. Repertoar itu namanya Gambang Ceruwak. Konon, gambang itu alat musik Jawa yang harus ada tapi tidak penting. Terbuat dari kayu yang tak punya gaung. Gambang ini alat musik yang pemalu, dia harus didampingi oleh gender, kendang, suling dan yang lainnya. Makanya Purwanto mau membuktikan bahwa gambang bisa juga semarak, dengan cara memainkannya beramai- ramai, makanya diberi nama seperti itu.


Kehadiran Trie Utami, Djaduk Ferianto dan Christopher Abimanyu semakin menyemarakkan suasana. Kepiawaian mereka bermusik jazz nampak dari luas dan beragamnya improvisasi yang muncul spontan. Nyanyinya juga nggak ada syairnya. Yang kedengeran cuman pa..pa…ra..pap..pap, syedana…na…na…ni…ni…, dan sejenisnya. Aku langsung melek deh, gemes gitu ngeliat orang koq punya musikalitas yang begitu bagus. Apalagi, seluruh penonton juga diajak bertepuk tangan dengan irama yang ditentukan oleh Purwanto. Jadilah kami semua mengiringi para pemain melantunkan nyanyiannya.


Satu hal yang aku kagumi dari eksplorasi musik ini adalah penggunaan alat musik Jawa yang kaya. Betul- betul kaya, karena bonangnya bisa berpadu manis dengan bass guitar dan rhytmn guitar. Gender juga nggak mau kalah menimpali boning dan drum. Duet kendang dan bass guitar juga mengeluarkan nuansa gegap gempita dan meriah.


Panjang juga repertoar itu. Selesai pk 22.20. Libur- libur diajak ortunya ngedugem, ha…ha…ha….

Jazz memang kaya, banyak sekali improvisasinya, membuat jiwa bersemangat. Ngedengerin jazz biasanya aku padukan dengan yang lain, dengan pianonya Richard Clayderman, misalnya. Supaya jiwa bersemangat tetapi tetap harmonis dan nyaman.

2 komentar:

Anonymous said...

hai......
salut aku dgn kamu....kamu ini mom yang penuh inspirasi bkn buat jessie aja tp buat aku juga.

Mariani Sutanto said...

Hai...Ius, apa kabar? Aku terharu lho baca kisah2mu. Keep writing yach..