Seminggu lalu, Jessie memulai hari pertamanya di kelas 3 SD. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini yang baru hanya blus seragam putihnya, secara yang dua taon lalu udah butek bener warnanya. Kalo ada kategori warna putih tua, mungkin itulah warnanya, ha…ha…ha…! Tas, sepatu, peralatan tulis menulis, semuanya masih seperti yang dulu.
Yang aku kagum pada Jessie adalah semangatnya. Berhari-hari sebelum ia bertanya-tanya siapa teman-temannya dan siapa gurunya. Kalau aku sih selalu mengeluarkan metode yang sama yaitu mempersiapkan Jessie seolah-olah di kelas itu tak ada yang dikenalnya, supaya dia nggak kaget kalo memang itu yang terjadi. Lalu aku juga ngajarin supaya nggak milih-milih guru. Semua guru pasti udah dibekali dengan pengajaran standar, hanya gimana si anak mengoptimalkan kelebihan gurunya aja.
Hari pertama sampai ketiga, dia pulang pk 09.00, karena masih tahap perkenalan. Ternyata Jessie diajar lagi oleh guru laki-laki. Aku senang, jadi ada imbangan dengan polaku mengajar di rumah. Kan aku dominan banget ngajarin dia ini itu. Lalu kawan-kawannya juga bervariasi, campur dari kelas-kelas laen. Ada yang udah pernah, ada yang belum pernah.
Langkah penting yang aku tanamkan di dalam diriku adalah mengajarkannya kemandirian. Salah satunya memberdayakan dia supaya mampu menyampul sendiri buku-buku pelajarannya, terutama buku yang tebel-tebel. Biasanya aku nggak sabaran, akhirnya aku yang sampulin semua. Tahun ini aku bertekad supaya lebih membiarkan dia berkarya sendiri.
Aku juga mulai membiasakannya belajar di sore hari, karena materi kelas 3 nggak seenteng materi kelas 2. Banyak hal yang butuh pengendapan, baru bisa dipahami. Mula-mula sih dia nolak abis, karena biasanya dia belajar di pagi hari. Tapi setelah aku jelaskan, Jessie mau ngerti kalo porsi belajarnya musti ditambah. Jadi sore ngulang sebentar pelajaran hari ini, besok pagi nyiapin pelajaran buat hari yang akan dijalani.
Beberapa hari lalu ia kepengen jadi ketua kelas. Aku sih santai aja, aku bilang enakan jadi warga kelas biasa, jadi nggak terbuang waktu belajarnya. Jiwa kompetitornya yang tinggi rupanya agak menyulitkannya melihat hal ini. Emang dasarnya anaknya suka berpartisipasi, jadi kali dia nggak tahan kalo di kelas dia nggak punya peran. Nurun aku apa bapaknya ya? Ha....ha...ha...
Untuk menghindari kejenuhan, aku memperbolehkannya ikut lomba langen carita alias operet Jawa bersama
teman-temannya di sanggar tarinya. Lakonnya lucu-lucuan, tapi digarap secara kolosal, jadi memperluas pergaulannya.
Hari ini, aku lihat semangat belajarnya terus tinggi. Tiap pagi dia ngebayangin hal-hal menyenangkan yang akan dijumpainya di sekolah, termasuk acara piket kelas. Semoga aja begitu terus di tahun ini. Yah, belajar itu habit, gampang melencengnya kalo nggak betul- betul dijaga. Apalagi buat anak seperti Jessie yang gampang teralihkan perhatiannya. Musti dicontohin berulang-ulang kalo belajar itu habit.
0 komentar:
Post a Comment