Setelah bahan selesai dibaca, aku nebakin sumber dari peraturan-peraturan yang ada di masyarakat.
Mulai….dahinya berkerut-kerut. Nggak berapa lama keluar jawabannya, “Kitab Sutasoma, Mam!”
Aku terkaget-kaget, koq bisa itu jawabannya, padahal itu materi bahasa Jawa. Oalah… nggak tahan deh aku, ngakak sampai keluar airmata.
Kesian deh anakku ini, masak sampe kecampur aduk begitu. Kitab Undang-undang jadi kitab Sutasoma. Jessienya juga kaget lalu pagi itu pecah dengan derail tawa kami.
Kali kalo nerima terlalu banyak informasi bisa begitu ya? Mana nih jawabannya, keselip di mana nih teorinya, dst.nya. Perasaan zaman sekarang pelajaran jadi terlalu dini diberikan. Kayaknya waktu aku sekolah dulu soal undang-undang baru muncul kelas 4 ato 5, koq sekarang udah diperkenalkan dari kelas 3, walopun cuman disebut “bersumber dari Undang-undang.” Nih kalo ibunya nggak baca Koran terus updet data zaman SD baheula dulu, bisa repot nih bakalannya.
Ternyata aku musti terus belajar ya? Kirain begitu anak masuk SD aku bisa santai-santai, setelah di KB dan TK berjuang memantapkan fondasi keilmuan Jessie. Eeh…, di SD belajar lagi menerjemahkan pengetahuannya yang kadang-kadang abstrak menjadi bahan yang mudah ditangkap pengertian kanak-kanaknya. Inilah sekolah kehidupan, belajar terus, tapi SPP nya berujud Koran dan sergala macem buku pelengkap!
0 komentar:
Post a Comment